30 December, 2007

Tanda-Tanda Ilmu Yang Bermanfaat

Ilmu yang bermanfaat dapat diketahui dengan melihat kepada pemilik ilmu tersebut. Di antara tanda-tandanya adalah:

Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

[1]. Orang yang bermanfaat ilmunya tidak peduli terhadap keadaan dan kedudukan dirinya serta hati mereka membenci pujian dari manusia, tidak menganggap dirinya suci, dan tidak sombong terhadap orang lain dengan ilmu yang dimilikinya.

Imam al-Hasan al-Bashri (wafat th. 110 H) rahimahullaah mengatakan, “Orang yang faqih hanyalah orang yang zuhud terhadap dunia, sangat mengharapkan kehidupan akhirat, mengetahui agamanya, dan rajin dalam beribadah.” Dalam riwayat lain beliau berkata, “Ia tidak iri terhadap orang yang berada di atasnya, tidak sombong terhadap orang yang berada di bawahnya, dan tidak mengambil imbalan dari ilmu yang telah Allah Ta’ala ajarkan kepadanya.” [1]

[2]. Pemilik ilmu yang bermanfaat, apabila ilmunya bertambah, bertambah pula sikap tawadhu’, rasa takut, kehinaan, dan ketundukannya di hadapan Allah Ta’ala.

[3]. Ilmu yang bermanfaat mengajak pemiliknya lari dari dunia. Yang paling besar adalah kedudukan, ketenaran, dan pujian. Menjauhi hal itu dan bersungguh-sungguh dalam menjauhkannya, maka hal itu adalah tanda ilmu yang bermanfaat.

[4]. Pemilik ilmu ini tidak mengaku-ngaku memiliki ilmu dan tidak berbangga dengannya terhadap seorang pun. Ia tidak menisbatkan kebodohan kepada seorang pun, kecuali seseorang yang jelas-jelas menyalahi Sunnah dan Ahlus Sunnah. Ia marah kepadanya karena Allah Ta’ala semata, bukan karena pribadinya, tidak pula bermaksud meninggikan kedudukan dirinya sendiri di atas seorang pun. [2]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (wafat th. 728 H) rahimahullaah membagi ilmu yang bermanfaat ini -yang merupakan tiang dan asas dari hikmah- menjadi tiga bagian. Beliau rahimahullaah berkata, “Ilmu yang terpuji, yang ditunjukkan oleh Al-Kitab dan As-Sunnah adalah ilmu yang diwariskan dari para Nabi, sebagaimana disabdakan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.

“Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para Nabi, dan mereka tidak mewariskan dinar dan tidak pula dirham. Mereka hanyalah mewariskan ilmu. Siapa yang mengambilnya, maka ia telah mengambil bagian yang banyak.” [3]

Ilmu Ini Ada Tiga Macam:

[1]. Ilmu tentang Allah, Nama-Nama, dan sifat-sifat-Nya serta hal-hal yang berkaitan dengannya. Contohnya adalah sebagaimana Allah menurunkan surat al-Ikhlaash, ayat Kursi, dan sebagainya.

[2]. Ilmu mengenai berita dari Allah tentang hal-hal yang telah terjadi dan akan terjadi di masa datang serta yang sedang terjadi. Contohnya adalah Allah menurunkan ayat-ayat tentang kisah, janji, ancaman, sifat Surga, sifat Neraka, dan sebagainya.

[3]. Ilmu mengenai perintah Allah yang berkaitan dengan hati dan perbuatan-perbuatan anggota tubuh, seperti beriman kepada Allah, ilmu pengetahuan tentang hati dan kondisinya, serta perkataan dan perbuatan anggota badan. Dan hal ini masuk di dalamnya ilmu tentang dasar-dasar keimanan dan tentang kaidah-kaidah Islam dan masuk di dalamnya ilmu yang membahas tentang perkataan dan perbuatan-perbuatan yang jelas, seperti ilmu-ilmu fiqih yang membahas tentang hukum amal perbuatan. Dan hal itu merupakan bagian dari ilmu agama. [4]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (wafat th. 728 H) rahimahullaah juga berkata, “Telah berkata Yahya bin ‘Ammar (wafat th. 422 H), ‘Ilmu itu ada lima:

(1). Ilmu yang merupakan kehidupan bagi agama, yaitu ilmu tauhid

(2). Ilmu yang merupakan santapan agama, yaitu ilmu tentang mempelajari makna-makna Al-Qur-an dan hadits

(3). Ilmu yang merupakan obat agama, yaitu ilmu fatwa. Apabila suatu musibah (malapetaka) datang kepada seorang hamba, ia membutuhkan orang yang mampu menyembuhkannya dari musibah itu, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu

(4). Ilmu yang merupakan penyakit agama, yaitu ilmu kalam dan bid’ah, dan

(5). Ilmu yang merupakan kebinasaan bagi agama, yaitu ilmu sihir dan yang sepertinya.’” [5]

[Disalin dari buku Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga “Panduan Menuntut Ilmu”, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, PO BOX 264 – Bogor 16001 Jawa Barat – Indonesia, Cetakan Pertama Rabi’uts Tsani 1428H/April 2007M]
___________
Foote Notes
[1]. Sunan ad-Darimi (I/89)
[2]. Disarikan dari kitab Fadhlu ‘Ilmi Salaf ‘alal Khalaf (hal. 55-57).
[3]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Ahmad (II/252, 325), Abu Dawud (no. 3641), at-Tirmidzi (no. 2682), Ibnu Majah (no. 223), dan Ibnu Hibban (no. 80-Mawaarid), ini lafazh Ahmad, dari Shahabat Abu Darda' radhiyallaahu ‘anhu.
[4]. Majmu’ Fataawaa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (XI/396,397 dengan sedikit perubahan). Lihat kitab Muqawwimaat ad-Daa’iyah an-Naajih, hal. 18, karya Dr. Sa’id bin ‘Ali bin Wahf al-Qahthani.
[5]. Majmuu’ Fataawaa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (X/145-146) dan Siyar A’laamin Nubalaa’ (XVII/482)

sumber :http://www.almanhaj.or.id/content/2310/slash/0

04 December, 2007

Menemukan Ketenangan Batin

Sebenarnya, sumber kebahagiaan adalah mengembalikan segala permasalahan kehidupan kepada Dzat Pemilik kebahagiaan, Dia-lah Allah SWT. Sumber kebahagiaan itu muncul dengan memperbanyak membaca Al-Qur'an dan menghadiri majelis ta'lim.

Selain itu, ketenangan akan muncul bila kita memperbanyak shalat malam. Pada saat Nabi SAW berhadapan dengan kondisi masyarakat yang sedemikian kacau, dekadensi moral yang merajalela, dan ketidakadilan di mana-mana, maka langkah pertama yang diambil adalah melakukan renungan dengan cara menjauh dari masyarakat, kemudian mencoba merumuskan formula yang tepat untuk menghadapi masyarakat yang jahiliah itu. Sampai kemudian Nabi mendapatkan bimbingan wahyu, dan itulah modal terpenting dan kekuatan ruhani yang maha dahsyat, yaitu ajaran Islam.

Demikian pula pada saat kita dirundung resah dan gelisah. Pada saat suhu ekonomi kurang menguntungkan dan sosial politik semakin panas, maka salah satu solusi yang disodorkan Islam adalah melakukan uzlah dengan cara bangun di penghujung malam, kemudian merenung untuk melakukan langkah-langkah tepat menghadapi kondisi yang parah ini. Disamping punya fungsi ritual dengan melaksanakan shalat malam, maka bangun malam merupakan terpaaan batin dan sebagai sumber kekuatan.

Nabi SAW, para sahabat, dan ulama salafush shaleh menjadikan sebagai kebiasaan yang harus ada, karena inilah modal keberhasilan dan penemuan kesejukan ruhaninya. Sehingga merasakan penyesalan yang luar biasa tatkala terlena dengan yang lain sehingga meninggalkan shalat malam. Karena pada saat itu, sinyal-sinyal Ilahi sampai kepadanya, apakah itu wahyu kalau kepada para nabi atau ilham kepada selain nabi. Sementara kebahagian yang akan dirasakannya bukan saja kemuliaan di dunia, tetapi juga fasilitas masuk surga tanpa hisab.

Dari hadits riwayat Bukhari dikisahkan, bahwa nanti pada hari kiamat pada saat seluruh umat manusia berkumpul di mahsyar dengan kebingungan, resah, dan gelisah kemudian mereka ke sana ke mari mencari pertolongan, terdengarlah suara berkumandang dengan mengatakan, "Mana orang-orang yang suka merenggangkan pinggangnya dari tempat tidurnya (shalat tahajud)?" Maka berdirilah di antara mereka, tetapi sangatlah sedikit sekali. Nabi SAW kemudian bersabda, "Maka mereka yang sedikit itu kemudian masuk surga tanpa hisab."

Firman Allah, "Pinggang-pinggang mereka berpisah dari tempat tidur mereka, mereka menyeru kepada Tuhannya dengan takut dan penuh harap, dan mereka membelanjakan sebagian harta dari rezeki yang kami berikan kepada mereka. Maka, siapa pun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka sesuatu yang dapat menyejukan pandangan mata sebagai balasan atas apa yang mereka perbuat." (QS. As-Sajdah : 17).

Dalam ayat lain, Allah SWT menegaskan, "Mereka (orang-orang yang bertakwa) sedikit sekali tidur pada malam hari dan pada akhir malam mereka senantiasa beristighfar. " (QS. Adz-Dzariyat : 18).

Al-Khawwash RA berkata, "Obat penyakit hati itu ada lima, membaca Al-Qur'an dengan tadabbur, mengosongkan perut (shaum), bangun malam (tahajjud), tadharru pada waktu sahur (akhir malam), dan bergaul dengan orang-orang shaleh.

Seorang sufi Dzun Nun Al-Misri mengatakan bahwa kesucian dan kebahagiaan batin dapat ditemukan dengan empat hal, yaitu; Pertama, muwafaqah, artinya menyesuaikan diri, baik keyakinan, ucapan dan perbuatan itu sesuai dengan perintah Allah dan contoh NabiNya. Melanggar perintah Allah berarti tidak sesuai dengan fitrah ketauhidannya. Kedua, munashahah, artinya saling menumbuhkan rasa cinta kasih antar sesama muslim, tentu saja kesetiaan atau cinta kasih yang tumbuh itu karena Allah, sehingga tidak terlepas dari koridor perintah Allah.

Ketiga, mukhalafah, artinya membantah atau menentang ajakan hawa nafsu. Nafsu tidak mungkin dihilangkan dalam diri seorang muslim, tetapi nafsu harus dikemas menjadi nafsu yang diridhai Allah dan itulah nafsul muthmainnah. Dan, keempat, muharabah, artinya siap dengan kekuatan yang ada untuk memerangi dan melumpuhkan syetan, tidak terlena atau malah menjadi saudaranya karena dia lah musuh yang nyata.

Setelah dengan sekuat tenaga dia berusaha menemukan jalan Tuhannya, maka dia akan menemukan manisnya keimanan. Dan Nabi bersabda, "Ada tiga ciri seseorang yang akan menemukan manisnya iman, yaitu cinta dan benci karena Allah, lebih mendahulukan Allah dan Rasul dibanding yang lain, dan benci terjerembab atau masuk dalam kekafiran." (HR. Muslim).

Dengan demikian, untuk menemukan kebahagiaan batin, terletak pada dekatnya dia dengan sumber kebahagiaan, yaitu Allah SWT, karena Dia-lah Ar-Rahman dan Ar-Rahim, yaitu Maha Pengasih dan Penyayang yang kasih dan sayangNya tiada batas dan meliputi segala sesuatu. Dan Dia-lah Pemilik segala sesuatu, kalau Dia berkehendak, tinggallah Dia mengatakan kun, maka terjadilah. Semoga kita dilimpahi kasih dan sayangNya. Aamiin. [Swadaya-112007]

sumber :
URL : http://kotasantri. com/mimbar. php?aksi= Detail&sid=466


29 November, 2007

Bekerja dalam Perspektif Islam

"Dan katakanlah : Bekerjalah kamu, maka Allah dan RasulNya serta orang-orang mu'min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakanNya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan." (QS. At-Taubah [9] : 105).

Bagi seorang mu'min, bekerja merupakan sebuah kewajiban. Karena dengan bekerja, semua kebutuhan hidupnya akan terpenuhi, baik kebutuhan ruhani atau pun jasadi.

Orang yang bekerja memiliki kedudukan yang mulia dalam Islam. Rasulullah pernah memuji salah seorang seorang sahabatnya yang tangannya kasar karena sering bekerja untuk menafkahi keluarganya. Bahkan pernah mengatakan bahwa seorang laki-laki mu'min yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan kedua orangtua dan keluarganya disejajarkan dengan mujahid yang berjuang di jalan Allah.

Karenanya, bila seorang muslim yang memiliki kesempatan dan kemampuan untuk bekerja, tetapi tidak melakukannya, niscaya ia memiliki kedudukan yang kurang mulia dalam pandangan Allah dan rasulNya.



***

Pembagian Pekerjaan

Dalam persfektif Islam, pekerjaan dibagi ke dalam tiga bagian. Pertama, pekerjaan ibadah. Pekerjaan pertama yang harus ditunaikan oleh seorang muslim adalah beribadah. Beribadah, baik ibadah mahdhah maupun ghair mahdhah, pada dasarnya adalah sebuah pekerjaan. Beribadah sesuai yang telah dilakukan Rasulullah SAW adalah pekerjaan utama seorang muslim yang harus dilakukaan. Allah SWT berfirman, "Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepadaKu." (QS. Adz-Dzariyat [51] : 56).

Jelaslah bahwa menyembah Allah melalui ibadah shalat dan ibadah lainnya, merupakan pekerjaan utama seorang hamba Allah yang taat. Dan itu merupakan wujud syukur yang utama.

Kedua, pekerjaan dakwah. Berdakwah, menyeru kepada yang ma'ruf (kebaikan) dan meninggalkan kemungkaran adalah pekerjaan kedua yang harus dilakukan. Dengan bekerja sebagai da'i, Allah SWT akan memberikan keberuntungan, baik di dunia maupun di akhirat kelak. Sebagaimana firmanNya, "Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar. Merekalah orang-orang yang beruntung." (QS. Ali Imran [3] : 104).

Ketiga, pekerjaan profesi. Dalam Al-Qur'an surat Al-A'raf ayat 10, Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan kami adakan bagimu di muka bumi itu (sumber) penghidupan. Amat sedikitlah kamu bersyukur." Dalam ayat ini, Allah SWT telah menegaskan bahwa sesungguhnya setiap makhluk telah diberikan rezekinya.

Semua rezeki makhlukNya itu tersebar di muka bumi. Maka, setiap muslim dengan potensi akalnya diwajibkan untuk menjemput rezekinya sesuai dengan aturan Allah dan rasulNya. Kita, sesuai dengan profesinya, harus bekerja untuk memakmurkan bumi dan kesejahteraan umat manusia.


***

Kiat Sukses dalam Bekerja

Ada tiga faktor yang membuat seseorang sukses dalam bekerja. Pertama, dream (impian). Kesuksesan sangat ditunjang dengan keinginan yang kuat. Termasuk kesuksesan dalam bekerja. Biasanya seseorang yang bekerja pada suatu bidang akan lebih sukses bila bidang pekerjaan itu sesuai dengan yang diimpikannya.

Kedua, sikap dalam bekerja. Pekerja yang sukses biasanya ditunjang faktor spiritual (ikhlas), emosional (mawas), intelektual (kecerdasan) , fisik, dan professional (tuntas). Kelimanya merupakan faktor internal, artinya ada dalam diri kita dan harus selalu diasah.

Ketiga, sistem. Sistem yang kondusif sangat mendukung tercapai kesuksesan. Seringkali keahlian seseorang tidak bisa optimal karena sistem (aturan) yang tidak mendukung. Karenanya, bekerjalah sesuai dengan kemampuan dan keahlian. Luruskan niat agar Allah meridhai setiap pekerjaan yang telah kita lakukan. Yakinilah bahwa bekerja adalah bagian dari ibadah kita kepada Allah SWT. Wallahu a'lam bishshawab.

penulis :
H. Taufik Ismail, Lc.

sumber :
URL : http://kotasantri. com/mimbar. php?aksi= Detail&sid=460

04 October, 2007

Selamat Idul Fitri ala Rasulullah SAW

Diantara sekian banyak ungkapan atau ucapan selamat (arab: tahni’ah) dalam suasana hari ‘Ied Al-Fithr, nyaris semuanya tidak ada riwayatnya yang berasal dari Rasulullah SAW. Kecuali lafadz taqabbalallahu minaa wa minka, yang maknanya, "Semoga Allah SWT menerima amal kami dan amal Anda." Maksudnya menerima di sini adalah menerima segala amal dan ibadah kita di bulan Ramadhan.


Berkata Al Hafidh Ibnu Hajar[Fathul Bari 2/446] : "Dalam "Al Mahamiliyat" dengan isnad yang hasan dari Jubair bin Nufair, ia berkata (yang artinya) : Para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bila bertemu pada hari raya, maka berkata sebagian mereka kepada yang lainnya : Taqabbalallahu minnaa wa minkum (Semoga Allah menerima dari kami dan darimu)".

Ibnu Qudamah dalam "Al-Mughni" (2/259) menyebutkan bahwa Muhammad bin Ziyad berkata : "Aku pernah bersama Abu Umamah Al Bahili dan selainnya dari kalangan sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka bila kembali dari shalat Id berkata sebagiannya kepada sebagian yang lain : Taqabbalallahu minnaa wa minka.

Beberapa shahabat menambahkan ucapan shiyamana wa shiyamakum, yang artinya puasaku dan puasa kalian. Jadi ucapan ini bukan dari Rasulullah, melainkan dari para sahabat.

.
Kemudian, untuk ucapan minal ‘aidin wal faizin itu sendiri adalah salah satu ungkapan yang seringkali diucapkan pada hari raya fithri. Sama sekali tidak bersumber dari sunnah nabi, melainkan merupakan ‘urf (kebiasaan) yang ada di suatu masyarakat.

Sering kali kita salah kaprah mengartikan ucapan tersebut, karena biasanya diikuti dengan "mohon maaf lahir dan batin". Jadi seolah-olah minal ‘aidin wal faizin itu artinya mohon maaf lahir dan batin. Padahal arti sesungguhnya bukan itu.
Kata minal aidin wal faizin itu sebenarnya sebuah ungkapan harapan atau doa. Tapi masih ada penggalan yang terlewat. Seharusnya lafadz lengkapnya adalah
ja’alanallahu wa iyyakum minal aidin wal faizin,
artinya semoga Allah menjadikan kami dan anda sebagai orang-orang yang kembali dan beruntung (menang).
Makna yang terkandung di dalamnya sebuah harapan agar Ramadhan yang telah kita jalani benar-benar bernilai iman dan ihtisab, sehingga kita saling mendoakan agar dikembalikan kepada kesucian, dalam arti bersih dari dosa-dosa.
Makna Kembali (aidin) adalah kembali seperti awal mula kita dilahirkan oleh ibu kita masing-masing, putih, bersih tanpa dosa.
Sedangkan makna faizin adalah menjadi orang yang menang atau beruntung. Menang karena berhasil
mengalahkan hawa nafsu, sedangkan beruntung karena mendapatkan pahala yang berkali lipat dan dimusnahkan semua dosa.

.
Di setiap negeri muslim, ungkapan-ungkapan ini bisa saja sangat berbeda, tergantung kreatifitas masyarakatnya sendiri.

Namun bila tidak dicontohkan oleh Rasulullah SAW, bukan berarti memberikan ucapan yang semikian menjadi terlarang atau haram. Sebab umumnya para ulama mengatakan bahwa masalah ini tidak termasuk perkara ritual ubudiyah, sehingga tidak ada larangan untuk mengungkapkan perasaan dengan gaya bahasa kita masing-masing.
Tapi bukankah lebih baik jika kita mencontoh Rasulullah SAW…..

Wallahu a’lam bish-shawab


sumber : http://rosyidi.com/selamat-idul-fitri-ala-rasulullah-saw/

03 October, 2007

Idul Fitri Bukan untuk Berbuat Mubazir

Dalam semangat umat Islam membuat berbagai persiapan untuk menyambut tibanya bulan Syawal, mungkin karena terlalu gembira, sebagian tidak sadar bahwa mereka telah melanggar prinsip murni ajaran Islam untuk tidak boros dalam berbelanja. Mereka mengeluarkan uang atau menggunakan barang secara berlebihan (mubazir).

Mubazir sangat dilarang sampai Allah menganggapnya sebagai saudara setan. Firman Allah: ''Sesungguhnya orang yang mubazir itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhan.'' (Surah al-Isra', ayat 27).

Larangan mubazir juga diriwayatkan dari al-Mughirah bin Syu'bah bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya Allah mengharamkan kamu durhaka kepada ibu, mengubur anak perempuan hidup-hidup, enggan memberi miliknya tetapi meminta-minta milik orang lain, dan dilarang atas kamu tiga perkara, yaitu berbohong dalam cerita, banyak bertanya, dan mubazir harta." (Riwayat al-Bukhari).


Berdasarkan ayat Alquran dan hadis di atas, pemborosan dan mubazir adalah perbuatan keji dan patut ditinggalkan oleh orang yang mengaku diri mereka benar-benar beriman dengan Islam.

Serba berlebihan
Pemborosan yang sering dilakukan ketika membuat persiapan menyambut lebaran adalah dari aspek pakaian. Maksudnya membeli atau memesan pakaian yang berlebih-lebihan, hingga disediakan sepasang baju untuk dipakai di waktu pagi lebaran, dan di waktu sore apabila semakin banyak kawan dan sanak saudara datang berkunjung. Sepasang pakaian lagi untuk keesokan harinya apabila tiba giliran mereka untuk mengunjungi kawan dan saudara.

Selanjutnya disediakan pula berbagai pasang baju untuk menghadiri open house yang akan diadakan sepanjang bulan Syawal. Meskipun itu adalah hak golongan yang berada, tetapi pada hakikatnya Islam memandang perkara ini sebagai suatu pemborosan yang berlebihan yang membawa kepada mubazir. Bahkan itu telah melebihi batas cukup atau keperluan seseorang.

Rasulullah SAW walaupun menganjurkan kita berpakaian baru dan bagus pada Hari Raya Idul Fitri, namun jangan sampai terlalu boros hingga membawa kepada mubazir. Baginda sendiri melarang mubazir dan tidak pernah berbelanja berlebihan. Pemborosan juga berlaku dari aspek pembelian peralatan dan perhiasan rumah seperti hordeng dan perabot rumah tangga. Tidak salah jika kita ingin menjadikan Lebaran sebagai masa untuk mengganti peralatan dan perhiasan rumah, tetapi tidak perlu dilakukan setiap Lebaran. Ini karena Lebaran adalah waktu untuk mempererat hubungan silaturahmi dan yang paling penting adalah menyambut baik tamu yang datang.

Pemborosan juga terjadi dari aspek ingin menceriakan perasaan anak-anak. Ada segelintir orang tua yang menginvestasikan uangnya semata-mata untuk membeli petasan atau kembang api demi menggembirakan anak-anak di malam Lebaran. Selain mubazir, bermain petasan bisa mendatangkan bahaya dan keburukan bagi tubuh anak-anak.

Ingat fakir miskin
Kita perlu sadar bahwa Ramadhan yang telah kita lalui itu banyak mendidik kita agar selalu hemat dalam berbelanja. Berbekalkan didikan yang kita terima di bulan Ramadan ini, kita akan memanfaatkannya untuk mengarungi kehidupan dalam 11 bulan yang akan datang.

Sebenarnya harta kekayaan adalah di antara nikmat karunia Allah kepada seseorang. Secara tidak langsung, Allah juga menjadikan kekayaan itu sebagai ujian bagi hamba-Nya. Oleh karena itu, kita seharusnya membelanjakan harta kekayaan dengan baik tanpa dicemari dengan unsur pemborosan yang membawa kepada mubazir.

Berpedoman kepada ayat Alquran dan hadis, Islam tidak melarang umatnya berbelanja, tetapi Islam hanya mengajarkan umatnya tata cara berbelanja dengan benar, yaitu berbelanja secara sederhana. Ketika berbelanja menyambut Lebaran, kita juga seharusnya memikirkan nasib saudara seagama, yang menyambut Lebaran dalam keadaan serba lemah dan kekurangan.

Mereka juga ingin kegembiraan seperti orang lain. Oleh karena itu alangkah baiknya jika kita meninggalkan pemborosan yang keji itu dengan menggalakkan kebajikan seperti bersedekah. Sedikit bantuan atau sumbangan yang kita ulurkan kepada golongan yang tidak berada, disediakan ganjaran pahala di sisi Allah SWT.



Sumber: Republika online

http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=269023&kat_id=411

18 August, 2007

Orang-Orang yang Merdeka

Setiap tanggal 17 Agustus, negara kita merayakan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia. Yang mana di tahun ini usia kemerdekaan negara kita sudah menginjak usia yang ke 62 tahun. Seperti biasa, di setiap daerah diadakan berbagai kegiatan, dari mulai mencat pagar, bikin gapura, umbul-umbul, dan sederet kegiatan lainnya berupa perlombaan-perlomba an yang mencerminkan semangat juang yang tinggi, sebagaimana para pejuang dahulu.

Kemerdekaan adalah salah satu nikmat terbesar yang Allah karuniakan pada manusia. Derajatnya lebih tinggi daripada nikmat kehidupan. Allah SWT memberi nikmat kehidupan tidak hanya pada manusia, tapi juga pada hewan dan tumbuhan. Tidak demikian dengan nikmat kemerdekaan, nikmat ini khusus diberikan pada manusia.

Maka, dengan kemerdekaanlah, manusia memiliki kualitas hidup lebih tinggi dari makhluk lainnya. Dengan kemerdekaan pula, manusia berkesempatan mendapatkan nikmat Allah tertinggi, yaitu nikmat hidayah (keimanan), sehingga kedudukannya melambung tinggi melebihi malaikat.

Dan dengan kemerdekaan pula, kedudukan manusia bisa jatuh ke tempat yang paling rendah, lebih rendah dibanding hewan. Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka), kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya. " (QS. At-Tiin [95] : 4-6).

Hanya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh saja yang beruntung dan inilah orang-orang yang berkualitas. Oleh karena itu, tak usah heran bila orang-orang yang berkualitas ini lebih memilih terpenjara fisiknya, daripada terpenjara mental, emosi, atau ruhaninya. Yang mana, mereka menggunakan nikmat kemerdekaannya untuk tetap taat kepada Allah SWT, sehingga bagaimana pun kerasnya rintangan yang dihadapi dalam taat kepada Allah SWT, tidak akan mampu untuk mengalahkannya atau merubahnya. Sebagaimana kisahnya Yasir dan isterinya Sumayyah yang dibunuh secara keji oleh Abu Jahal.

"Abu Jahal yang kekar dan tinggi besar, berjalan tergopoh-gopoh menuju rumah Yasir. Ia sengaja datang kepada keluarga sederhana itu untuk melampiaskan kemarahannya. Setiba di rumah Yasir, segera Abu Jahal menghardik Yasir, mengumpatnya dan menyuruhnya untuk keluar dari agama Muhammad yang baru. Tetapi dengan tegar, Yasir yang mulai renta berkata tidak. Abu Jahal kian marah. Tetapi, Yasir tetap pada pendiriannya. Tidak, tidak mungkin baginya kembali kepada kemusyrikan, setelah Allah memberinya cahaya petunjuk yang sangat indah.

Akhirnya, kemarahan Abu Jahal sampai pada puncaknya. Dengan sekuat tenaga, Abu Jahal mencekik Yasir. Sesuatu yang terjadi sesudah itu bisa sangat dibayangkan, Yasir gugur syahid menemui ajalnya. Setelah itu, Abu Jahal bergegas mencari isteri Yasir, Sumayyah. Setelah bertemu, ia juga memaksa Sumayyah untuk keluar dari Islam. Tetapi, Sumayyah dengan tegas menolak. Abu Jahal semakin kesetanan. Tetapi, Sumayyah tetap tenang. Tidak mungkin baginya menjual ajaran tauhid yang baru saja ia rengkuh, dengan tunduk pada kepongahan Abu Jahal, sedetik pun. Hingga akhirnya, Abu Jahal menombak perut Sumayyah. Isteri Yasir itu pun gugur syahid, menjadi wanita pertama yang syahid dalam Islam." (Tarbawi, Edisi 41, Agustus 2002).

Atau juga kisahnya Nabi Yusuf AS, Bilal bin Rabbah, Imam Hanafi, Imam Ibnu Taimiyah, Sayyid Quthb, Zainab, Al-Ghazali, hingga Hamka di Indonesia, adalah sosok yang lebih suka terpenjara fisiknya, daripada terpenjara ruhaninya. Fisik mereka terpenjara, tapi hatinya merdeka.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah, seorang ulama besar yang juga murid kesayangan gurunya (Ibnu Taimiyah), menukilkan sebuah senandung gurunya, "Apakah gerangan yang akan diperbuat musuh-musuhku kepadaku? Syurgaku dan kebunku ada di dadaku. Ke mana pun aku pergi, dia selalu bersamaku dan tidak pernah meninggalkanku. Sesungguhnya penjaraku adalah tempat khuluwatku, kematianku adalah mati syahid, dan terusirnya diriku dari negeriku adalah rekreasiku."

Dalam kehidupan sekarang ini, banyak orang yang merdeka fisiknya, tapi hidupnya terpenjara oleh hawa nafsunya dan jauh dari hidayah Allah SWT. Seorang ahli hikmah mengatakan, "Orang yang di penjara itu adalah orang yang terpenjara hatinya hingga tidak dapat mengenal Allah, dan orang yang tertawan itu adalah orang yang ditawan oleh hawa nafsunya."

Dan yang paling menyedihkan adalah orang yang terpenjara fisiknya juga terpenjara akal pikiran, emosi, serta hatinya. Na'udzubillah. Semoga Allah menjauhkan kita dari sifat seperti ini.

Sahabat-sahabat sekalian... Kemerdekaan adalah satu nikmat terbesar yang Allah karuniakan untuk kita. Oleh karena itu, mari kita isi kemerdekaan ini dengan lebih meningkatkan lagi kualitas hidup dan ibadah kita kepada Allah SWT. Dan mudah-mudahan, kita menjadi orang-orang yang lebih mensyukuri lagi nikmat Allah yang telah Allah berikan kepada kita, begitu pun dengan nikmat kemerdekaan ini.

Wallahu a'lam.


sumber : URL : http://kotasantri. com/mimbar. php?aksi= Detail&sid=420



Penulis : Abu Luthfi Ar-Rasyid

07 August, 2007

Jangan Malu Belajar Ilmu Agama

"Katakanlah, adakah sama orang-orang yang mengetahui dan orang-orang yang tidak mengetahui?" (Az-Zumar: 9).

Dari Ummu Salamah, dia berkata, Ummu Sulaim pernah datang kepada Rasulullah Shallallahu 'alihi wa sallam seraya berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak merasa malu dari kebenaran. Lalu, apakah seorang wanita harus mandi jika dia bermimpi? Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, "Jika dia melihat air (mani)." Lalu, Ummu Salamah menutup wajahnya dan berkata, "Wahai Rasulullah, apakah wanita itu juga bisa bermimpi?" Beliau menjawab,"Ya, bisa. Maka, sesuatu yang menyerupai dirinya adalah anaknya." (Hadits Sahih, ditakhrij Ahmad 6/306, al-Bukhari 1/44, Muslim 3/223, at-Tirmizi, hadis nomor 122, an-Nasa'i 1/114, Ibnu Majah hadits nomor 600, ad-Darimi 1/195, al-Baihaqi 1/168-169).

Ummu Salamah datang kepada Rasulullah saw untuk belajar. Ia memulai dengan ucapan, "Sesungguhnya Allah tidak merasa malu dari kebenaran." Maksudnya, tidak ada halangan untuk menjelaskan yang benar, sehingga Allah membuat perumpamaan dengan seekor nyamuk dan yang serupa lainnya, seperti dalam firman-Nya, "Sesungguhnya Allah tidak segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu." (Al-Baqarah: 26).


Ummu Sulaim demikian pula, ia tidak malu untuk bertanya kepada yang lebih tahu perihal apa-apa yang mestinya ia ketahui dan pelajari, meskipun mungkin hal itu dianggap aneh. Sungguh benar perkataan Ummul Mukminin, Aisyah ra, "Sebaik-baik wanita adalah wanita Anshar. Tidak ada rasa malu yang menghalangi mereka untuk memahami agama." (Diriwayatkan al-Bukhari 1/44).

Ummu Sulaim bertanya, "Apakah seorang wanita itu harus mandi jika dia mimpi bersetubuh?" Nabi saw menjawab, "Jika dia melihat air." Maksudnya, ia harus mandi jika benar bermimpi dan ada bukti bekas air mani di pakaian. Namun, jika tidak, tidak perlu mandi. Setelah diberi jawaban yang singkat dan padat ini, Ummu Salamah langsung menutupi wajahnya seraya bertanya, "Apakah wanita itu juga bermimpi?"

Keheranan Ummu Salamah itu bukanlah sesuatu yang aneh. Hal yang sama Pernah terjadi pada diri Aisyah yang lebih berilmu, seperti disebutkan dalam suatu riwayat dia berkata, "Kecelakaan bagimu. Apakah wanita akan mengalami seperti itu?" Dia berkata seperti itu dengan maksud untuk mengingkari bahwa wanita juga bisa bermimpi. Keheranan Ummu Salamah dan Aisyah ra lebih disebabkan ketidaktahuan. Karena, tidak seluruh wanita bisa bermimpi, melainkan sebagian mereka. Namun, keheranan ini bisa dituntaskan oleh jawaban Nabi saw, "Na'am, taribat yaminuki," ("Benar, seorang wanita bisa bermimpi)." Kemudian ada bukti nubuwwah di akhir ucapan beliau: "Sesuatu yang bisa menyerupai dirinya adalah anaknya."

Ilmu pengetahuan modern telah membuktikan perkataan itu. Laki-laki dan wanita saling bersekutu dalam pembentukan janin. Benih datang dari pasangan laki-laki menuju indung telur dalam tubuh wanita. Lalu, keduanya bercampur, dalam pengertian separo sifat-sifat yang diwariskan kira-kira bersumber dari laki-laki dan separo lainnya kira-kira berasal dari perempuan. Kemudian bisa juga terjadi pertukaran dan kesesuaian, sehingga ada sifat-sifat yang lebih menonjol antara keduanya. Dari sinilah terjadi penyerupaan.

Pelajaran berharga yang bisa dipetik, selagi kita dikungkung rasa malu dan tidak mau mengetahui hukum-hukum din, maka ini merupakan kesalahan yang amat besar, bahkan bisa berbahaya. Ada baiknya kita membiasakan diri untuk tidak merasa malu dalam mempelajari hukum-hukum Islam, baik hukum yang kecil maupun hukum yang besar. Sebab, jika seseorang, terutama wanita, lebih banyak dikungkung rasa malu, dia terhalang untuk mengetahui sesuatu.

Mujahid Rahimahullah berkata, "Orang yang malu dan sombong tidak akan mau mempelajari ilmu." Sebuah nasihat berharga yang secara eksplisit menganjurkan orang-orang yang mencari ilmu agar tidak merasa lemah dan takkabur, sebab kedua hal tersebut dapat menghalangi semangat mencari ilmu.

Di antara kebaikan keislaman seseorang adalah jika dia mengetahui dinnya. Karena itu, Islam mewajibkan, baik kepada laki-laki maupun wanita untuk mencari ilmu. Bukankah Allah juga berfirman, "Katakanlah, adakah sama orang-orang yang mengetahui dan orang-orang yang tidak mengetahui?" (Az-Zumar: 9). Bahkan, terdapat ayat yang secara khusus ditujukan kepada ummahatul mukminin, berupa anjuran mempelajari kandungan Alquran sunah, "Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah." (Al-Ahzab: 34).

Karena perintah Allah inilah, para Sohabiyah merasakan keutamaan ilmu. Mereka pun pergi menemui Nabi saw dan menuntut suatu majlis belajar din bagi mereka. Diriwayatkan dari Abu Sa'id al-Khudri ra, dia berkata, "Para wanita berkata kepada Nabi saw, 'Kaum laki-laki telah mengalahkan kami atas diri baginda, maka buatlah bagi kami dari waktu baginda.' Maka beliau menjanjikan suatu hari kepada mereka. Pada saat itu beliau menemui mereka dan memberi wasiat serta perintah kepada mereka. Di antara yang beliau katakan kepada mereka adalah, 'Tidaklah ada di antara kamu sekalian seorang wanita yang ditinggal mati oleh tiga anaknya, melainkan anak-anaknya itu menjadi penghalang baginya dari neraka?' Seorang wanita bertanya, 'Bagaimana dengan dua anak?' Maka beliau menjawab, 'Begitu pula dua anak'." (Abu Zahrah, diadaptasi dari tulisan Majdi as-Sayyid Ibrahim).


sumber : http://www.tawakal.or.id/index.php?idn=322

27 July, 2007

Tuntunan Bertaubat kepada Allah SWT

Apakah Taubat Wajib Dilakukan dari Dosa-dosa Kecil?
Allamah Ibnu Rajab al Hambali dalam kitabnya "Jaami'ul 'uluum wal hikam" melontarkan pertanyaan yang penting tentang dosa-dosa kecil. Apakah wajib taubat atasnya seperti atas dosa-dosa besar? Karena ia didapati terhapuskan secara otomatis dengan melakukan taubat atas dosa-dosa besar: sesuai firman Allah SWT:

"Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke dalam tempat yang mulia (surga). (an-Nisa: 31.)

Ia berkata: tentang ini masih diperdebatkan.

Di antara mereka ada yang mewajibkan taubat dari dosa itu. Ini adalah pendapat sahabat-sahabat kami dan lainnya dari para fukaha, ulama kalam dan lainnya.

Karena Allah SWT memerintahkan untuk bertaubat setelah menyebut dosa-dosa kecil dan besar. Allah SWT berifirman:

"Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita yang beriman: hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara laki-lai mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam , atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak memiliki keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yagn mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang berima supaya kamu beruntung." (an-Nur: 30-31)
Allah SWT memerintahkan untuk bertaubat dari dosa-dosa kecil secara khusus dalam firman-Nya:

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-mengolokkan) wanita-wanita yang lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokkan) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk pangilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak taubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim." (al Hujurat: 11).
Di antara manusia ada yang tidak mewajibkan taubat dari dosa-dosa kecil, seperti diriwayatkan dari pendapat kaum mu'tazilah.

Di antara ulama mutaakhirin ada yang berkata: wajib mengerjakan salah satu perkara: taubat darinya, atau melakukan beberapa amal baik yang dapat menghapuskan dosa itu.

Ibnu 'Athiah menyebutkan dua pendapat ulama dalam penafsirannya tentang penghapusan dosa-dosa kecil dengan melakukan ibadah-ibadah yang wajib dan menjauhkan dosa-dosa besar:

Pertama: ia meriwayatkannya dari beberapa orang fukaha dan ahli hadits. Yaitu dengan amal baiknya itu otomatis kesalahan-kesalahannya terhapuskan, sesuai pengertian ayat Al Quran dan hadits.

Kedua: ia meriwayatkannya dari para ulama ushul fiqh. Bahwa dosa kecil tidak pasti terhapuskan, namun dengan prasangka yang kuat dan harapan yang besar dosa itu dihapuskan, dengan kehendak Allah SWT. Karena jika dosa-dosa kecil itu pasti dihapuskan niscaya ia akan seperti perbuatan yang mubah yang tidak mengandung konsekwensi apa-apa. Dan itu akan merusak syari'ah.

Aku katakan: ada yang berpendapat, dosa-dosa itu tidak pasti dihapuskan. Karena hadits-hadits yang mengatakan dosa-dosa kecil terhapuskan dengan amal-amal yang baik itu terikat dengan syarat memperbaiki amal. Seperti terdapat dalam keterangan tentang wudlu dan shalat, yang keduanya menghapuskan dosa kecil. Sementara dengan bediam diri tanpa bertaubat dan melakukan kebaikan, maka tidak terdapat amal yang baik yang mewajibkan dihapuskannya dosa. Atas dasar ikhtilaf yang disebutkan oleh Ibnu 'Athiah ini, terjadi ikhtilaf dalam masalah kewajiban taubat dari dosa-dosa kecil." (Jami' al Ulum wa al Hikam: 1/446, 447. Cetakan muassasah Risalah, Bairut.)

Namun, sebenarnya taubat diperintahkan kepada seluruh orang mukallaf. Dan seluruh kaum mu'minin diperintahkan untuk bertaubat. Seperti disebutkan dalam ayat al Quran: "Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung".

Kami telah katakan bahawa ada orang yang bertaubat dari dosa-dosa besar, ada yang bertaubat dari perbuatan bid'ah, ada yang bertaubat dari dosa-dosa kecil dan ada pula yang bertaubat dari perbuatan yang syubhat.

Dan ada pula orang yang taubat dari kelalaian hatinya.

Juga ada yang bertaubat dari maqam yang ia tempati yang seharusnya ia naik ke maqam yang lebih tinggi. Dan ini adalah taubat Nabi Saw, seperti sabda Nabi Saw:

"Wahai manusia, bertaubatlah kepada Allah SWT, karena sesungguhnya aku bertaubat kepada Allah SWT dalam sehari sebanyak seratus kali".
Keharusan Untuk Bertaubat Secepatnya.
Jika taubat adalah wajib bagi seluruh kaum mu'minin, maka melaksananya secepatnya adalah kewajiban yang lain. Sehingga tidak boleh ditunda pelaksanaannya. Karena itu akan berbahaya bagi hati orang yang beragama. Dan jika tidak secepatnya membersihkan dirinya dari dosa, ditakutkan pengaruh dosa itu akan bertumpuk dalam hatinya, satu persatu, hingga hati itu menghitam atau membusuk. Seperti disebutkan halam hadits yang diriwayaktan oleh Abu Hurairah r.a. dari Nabi Saw:

"Sesungguhnya seorang manusia, jika ia melakukan dosa maka dihatinya akan tercoreng warna hitam, dan jika ia meninggalkan perbuatan dosa itu serta bertaubat darinya, maka hatinya kembali bersih. Dan jika ia kembali melakukan dosanya itu, maka hitamnya itu akan ditambah hingga menutupi seluruh hatinya, itulah tutupan yang disebutkan Allah SWT dalam firman-Nya: "Sama sekali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka." (Hadits diriwayatkan oleh Tirmizi (3331) dan ia berkata: Hasan Sahih. Demikian juga An Nasai, Ibnu Majah (4244), Ibnu Hibban dalam sahihnya seperti terdapat dalam Al Mawarid (2448) dan Al Hakim serta ia mensahihkannya atas syarat Muslim dan Adz Dzahabi menyetujuinya (2/517). Dan ayat itu adalah dari QS. Al Muthaffifiin: 14)
Ibnu Qayyim berkata: segera bertaubat dari dosa adalah kewajiban yang harus dilakukan segera, dan tidak boleh ditunda. Ketika ia menundanya maka ia bertambah dosa dengan penundaannya itu. Dan jika ia telah bertaubat dari dosa, maka masih ada dosa yang harus ia pintakan ampunannya, yaitu dosa menunda bertaubat! Tentang ini sedikit sekali dipikirkan oleh orang yang telah bertaubat. Malah ia menyangka jika ia telah bertaubat dari dosanya maka ia tidak memiliki dosa lagi selain itu, padahal ia tetap memiliki dosa, yaitu menunda taubatnya itu.

Yang paling berbahaya bagi orang yang melakukan maksiat adalah jika ia terus menunda-nunda taubat. Artinya, ia selalu berkata: nanti aku akan kembali menjadi orang yang benar, aku akan taubat, aku akan berhenti dari melakukan perbuatan ini dan itu. Oleh karena itu dikatakan: ungkapan "saufa --nanti aku akan" adalah salah satu tentara Iblis! Dikatakan pula: mayoritas penghuni neraka adalah orang -orang yang selalu berkata: nanti akan taubat, nanti aku akan ... dst. Allah SWT berfirman:

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang membuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi dan belanjakanlah sebagian dari apa yang kamu berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: Ya Tuhanku, mengapa engkau tidak menangguhkan (kematian) ku sampai waktu yang dekat yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh? Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (al Munafiqun: 9-11)
Di antara keutamaan mensegerakan taubat adalah: ia akan membantu orang yang berdosa itu untuk mencabut akar dosa sebelum itu menjadi kronis dan tertanam kuat dalam hatinya, kemudian tersebar dalam seluruh perbuatannya, dan setiap hari keburukan itu terus berkembang dari sumbernya itu, hingga mencakup seluruh perbuatannya.

Orang yuang selalu menunda-nunda itu adalah seperti orang yang ingin mencabut sebuah pohon, dan ia melihat pohon itu kuat, sehingga jika ia mau mencabutnya akan membutuhkan tenaga yang kuat. Kemudian ia berkata dalam dirinya: "aku tunggu hingga satu tahun, baru aku datang kembali untuk mencabutnya". Ini adalah logika orang bodoh dan tolol. Karena ia tahu, pohon dari hari kehari akan makin kokoh dan besar, sementara dirinya semakin tua akan semakin lemah! Tidak ada kebodohan yang lebih besar dari kebodohannya ini. Karena jika ia tidak mampu --meskipun ia kuat -- untuk melawan sesuatu yang lemah, maka mengapa ia menunda untuk mengalahkannya, hingga dirinya kemudian melemah, sementara musuhnya itu makin kuat?!

Sering sekali orang menunda-nunda taubat itu, hingga datang waktu tidak diterimanya taubat, dan Allah SWT sudah tidak menerimanya. Yaitu ketika manusia telah kehilangan kesempatan untuk memilih, dan saat itu taubatnya adalah taubat orang yang terpaksa. Seperti taubat Fir'aun ketika ia sudah hampir tenggelam. Ia berkata: "aku beriman, bahwa tidak ada Tuhan selain Tuhan Yang diamini oleh Bani Israil dan aku adalah bagian dari kaum muslimin". Maka jawaban Allah adalah: "Apakah sekarang (baru kamu percaya), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. (Yunus:91.).

Ketika seorang mukallaf telah menghadapi kematiannya, saat itu taubatnya tidak diterima lagi. Seperti firman Allah SWT:

"Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantara kejahilan yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan: sesungguhnya saya bertaubat sekarang dan tidak (pula) diterima taubat orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah kami sediakan siksa yang pedih." (an-Nisa: 17-18)

Judul Asli: at Taubat Ila Allah
Pengarang: Dr. Yusuf al Qardhawi
Penerjemah: Abdul Hayyie al Kattani
Penerbit: Maktabah Wahbah, Kairo
Cetakan: I/1998

sumber : http://media.isnet.org/islam/Qardhawi/Taubat/index.html

22 June, 2007

MENGHINA DAN MELECEHKAN ULAMA

Di antara gejala yang sangat berbahaya dan serius sekali yang merebak
di tengah sebagian masyarakat Muslim dan hal ini memiliki dampak negatif
yang amat fatal bahkan dapat menghancurkan sendi-sendi masyarakat
Muslim tersebut adalah tindakan memfitnah dan mencemarkan nama baik ulama
serta menuduh mereka dengan tuduhan-tuduhan keji dan dusta. Ini adalah
masalah serius dan penting untuk dibahas.

Haram Mencemarkan Nama Baik Para Ulama

Mencemarkan nama baik ulama, menuduh, memfitnah dan menyebarkan aib
mereka merupakan perbuatan yang tidak diperbolehkan bahkan sangat
diharamkan.! Seorang Mukmin tidak boleh 'memakan daging' saudaranya sendiri
apalagi daging para ulama, tentu sangat diharamkan.! Imam Ibn 'Asakir
rahimahullah berkata, "Ketahuilah wahai saudaraku -semoga Allah subhanahu
wata'ala merahmatimu dan kita semua- bahwa daging para ulama itu
beracun. Kita sudah mengetahui betapa Sunnatullah dalam membuka aib orang-
orang yang melecehkan mereka.! Siapa saja yang melepaskan lisannya dengan
berbagai cacian dan makian terhadap para ulama, maka sebelum mati,
Allah subhanahu wata'ala akan menimpa kan cobaan baginya berupa hati yang
mati. Oleh karena itu, sama sekali tidak boleh mencemarkan nama baik
para ulama dan memfitnah mereka, selama-lamanya.!"

Klasifikasi Para Pencemar Nama Baik Ulama dan Tujuan Mereka

Orang-orang yang suka mencemarkan nama baik para ulama dan memfitnah
mereka ada beberapa klasifikasi, di antara nya:

1). Mereka yang sudah menghalalkan larangan agama dan para pengikut
mereka.

Mereka sudah terbiasa mencemarkan nama baik dan memfitnah para ulama
dengan tujuan merendahkan martabat dan melemah kan citra mereka di hati
manusia, menghina mereka untuk mengurangi kepercayaan manusia terhadap
mereka. Untuk selanjutnya menjadi jalan bagi mereka untuk mencemar kan
syariat dan melecehkan kedudukan agama di hati manusia. Jalan itu berupa
tindakan mencemarkan nama baik para pengemban syariat yang tidak lain
adalah para ulama dan da'i. Inilah golongan paling busuk dan keji karena
tujuan mereka demikian jahat dan niat mereka begitu kotor.!

2). Sebagian orang yang menisbatkan diri kepada Dakwah Islam.

Mereka adalah oknum-oknum yang aktif di berbagai kelompok. Sebagian
mereka bisa jadi melakukan hal itu karena kejahilan, mengikuti hawa nafsu
dan alasan semisalnya. Mereka menuduh para ulama dengan berbagai
tuduhan seperti ulama yang jahil, sembrono, pengecut, ulama pemerintah, ulama
haidh dan nifas, ulama yang tidak mengerti realitas, ulama agen, dan
tuduhan-tuduhan lainnya.!?

3). Sebagian ulama.

Ini merupakan hal yang amat disayang kan, namun realitasnya demikian.
Sebagian ulama, bila hidup dalam satu periode, apalagi spesialisasi
mereka sama, maka sifat iri hati sering merasuki hati mereka. Dari situlah,
terjadi pencemaran nama baik dan pelecehan yang dilakukan sebagian
mereka terhadap sebagian yang lain. Ulama yang ini mengatakan begini
terhadap ulama yang itu dan sebaliknya padahal tindakan ini tidak dibolehkan
dan tidak pantas.! Sama sekali tidak selayaknya sikap seperti ini
timbul dari orang-orang yang menisbatkan diri sebagai penuntut ilmu.!?

Beberapa Contoh Bentuk Pencemaran Nama Baik

Di antara gambaran dan bentuk pencemaran nama baik terhadap para ulama
adalah:

a). Menuduh Ulama Berilmu Dangkal dan Tidak Mengerti Realitas.

Terkadang mereka sering dijuluki sebagai ulama 'haidh dan nifas' saja.
Ulama yang tidak paham realitas dan bahaya yang mengancam, dan
sebagainya. Ini tuduhan yang sering dilontarkan kebanyakan orang; sebagian
mereka melontarkannya karena niat semula yang buruk, sebagian lagi karena
niat baik tetapi sangat jahil. Tuduhan semacam ini tidak benar, sebab
kadang dalam memberi kan suatu fatwa, para ulama memiliki sudut pandang
dan pertimbangan tertentu yang bisa jadi tidak dapat dicerna oleh
orang-orang selain mereka yang bukan ulama. Atau ada pertimbangan Mashlahat
dan Mafsadah (keburukan) sesuai dengan tuntutan kaidah-kaidah syariat.
Sisi-sisi seperti inilah yang sering menjadi sasaran tuduhan sebagian
orang jahil.

b). Menuduh Sebagian Ulama Bermuka Dua dan Munafik.

Terutama bila mereka ada hubungan dengan lembaga resmi atau pemerintah.
Karena hubungan inilah mereka sering dituduh bermuka dua, mendukung
kekuasaan, munafik, menjual agama dengan dunia, ambisius terhadap jabatan
dan uang, dan berbagai tuduhan keji lainnya.

c). Menuduh Sebagian Ulama Hanya Tahu Kulit Luar Saja.

Yakni mengatakan bahwa mereka tidak memiliki ilmu hakikat dan batin.
Mereka hanya ulama zhahir, yang hanya mengerti nash-nash yang zhahir
saja. Tuduhan seperti ini sering dilontarkan oleh kalangan Sufi, Ahli
kebatinan dan semisal mereka.

Dampak Negatif Gejala Pencemaran Nama Baik Para Ulama.

Seperti yang telah kita singgung di atas, mencemarkan nama baik para
ulama merupakan perkara yang diharamkan dan gejala yang buruk sekali. Di
samping itu, juga memiliki dampak-dampak negatif, di antaranya:

a). Hilangnya Kepercayaan terhadap Para Ulama.

Ini merupakan akibat yang buruk dan jenjang awal dari jenjang-jenjang
kesesatan, sebab bila man
usia kehilangan kepercayaan kepada para ulama yang tidak lain adalah
para pewaris kenabian dan pengemban syariat, maka pasti mereka tidak akan
pernah menerima ucapan atau fatwa mereka lagi. Bahkan bisa berkembang
dengan mengambil fatwa dari tokoh-tokoh jahil tanpa ilmu atau
masing-masing mengklaim diri independen dan berpaling dari para ulama. Ini
merupakan faktor paling penting terjadinya kesesatan dan penyimpangan.! Hal
ini juga dapat berkembang kepada hilangnya kesempatan para ulama untuk
menjadi pioner di tengah umat.!

b). Menebarkan Permusuhan dan Kebencian di Tengah Masyarakat.

Siapa saja yang membicarakan salah seorang ulama dan mencemarkan nama
baiknya, maka berarti ia telah menuai permusuhan dari ulama tersebut dan
para pengikutnya. Hal ini selanjutnya tentu akan membelah masyarakat
Muslim menjadi beberapa kelompok, sekte dan golongan yang saling
berseteru, yang diliputi rasa permusuhan dan kebencian serta saling melecehkan.
Ini semua otomatis akan melemahkan tatanan masyarakat Muslim.!

c). Memporak-porandakan Kerja Keras Para Ulama.

Hal ini terkadang mendorong salah seorang dari mereka untuk menyanggah
orang yang mencemarkan nama baiknya melalui buku atau semisalnya.
Dengan demikian, menjadi terbuang dan sia-sialah waktunya. Padahal
seharusnya adalah lebih berguna bila seorang ulama memanfaatkan waktunya untuk
belajar, mengajar dan memberikan hal yang bermanfaat bagi umat.

d). Keberanian Orang-Orang Bodoh dan Berjiwa Kerdil terhadap Para
Ulama.

Bila di tengah masyarakat marak tindakan mencemarkan nama baik salah
seorang ulama, baik yang dipelopori ulama lainnya atau penuntut ilmu
(pemula), kaum islamis bahkan kalangan sekuler, maka hal itu menjadi sebab
keberanian kalangan awam dan orang-orang bodoh untuk melecehkan dan
menghinakannya. Ini merupakan hal yang amat berbahaya sebab dapat
menjerumuskan mereka kepada pelecehan dan pencemaran terhadap syariat secara
keseluruhan setelah itu.

e). Berpalingnya Manusia dari Agama.

Hal ini terjadi karena bila kalangan awam dan orang-orang bodoh
kehilangan kepercayaan kepada para ulama, maka terkadang mereka berpaling dari
syariat secara total dan meremehkannya. Hal ini menjadi sebab mereka
menghalalkan ajaran syariat secara keseluruhan. Ini tentunya kerusakan
yang hanya Allah subhanahu wata'ala Yang Maha Mengetahuinya.!

Solusi

Di antara kewajiban kita adalah komitmen untuk mengatasi gejala
berbahaya ini dan mengakhirinya. Di antara solusi atas gejala buruk ini
adalah:

1). Mengenal kedudukan para ulama bahwa mereka adalah pioner-pioner
umat ini dan lentera-lentera petunjuk. Menyadari bahwa keshalihan umat ini
tergantung kepada keshalihan mereka. Demikian pula sebaliknya dan bahwa
mereka adalah orang yang paling berhak untuk dihargai, dihormati dan
dimuliakan.!

2). Mengetahui betapa besar dosa dan keharaman mencemarkan nama baik
para ulama dan melecehkan mereka. Karena membicarakan, merendahkan dan
meleceh kan mereka sangat diharamkan.

3). Mensosialisasikan rasa penghormatan dan penghargaan terhadap para
ulama di tengah anggota masyarakat, mempublikasi kan keutamaan mereka
dan mengingatkan manusia akan wajibnya menghormati dan mengetahui hak
mereka.

4). Merahasiakan aib para ulama dan tidak menyebarluaskannya di tengah
manusia, sebab menutup aib seorang Muslim adalah wajib. Sedangkan para
ulama adalah orang yang paling berhak untuk itu.

5). Mengetahui dampak-dampak berbahaya dan serius dari tindakan
mencemarkan nama baik ulama.

6). Mendo'akan para ulama agar mereka diberi taufik oleh Allah
subhanahu wata'ala dalam berbicara dan beramal, menghindarkan mereka dari
kesalahan dan kekeliruan serta menutup aib mereka sebab do'a merupakan salah
satu sebab terbesar dari diraihnya taufik Allah subhanahu wata'ala.

7). Memberikan nasehat kepada para ulama sebab agama adalah nasehat
sebagaimana dalam hadits yang shahih.

8). Menolerir alasan-alasan mereka bila keliru dalam suatu perkara
sebab mereka adalah manusia biasa dan tidak ma'shum. Setiap manusia pasti
berbuat salah, andaikata kita menolerir alasan-alasan mereka tersebut,
tentu tidak akan ada yang mencemarkan dan melecehkan mereka.!

9). Berprasangka baik terhadap mereka sebab mereka adalah orang-orang
yang pa ling mengerti mengenai masalah syariat, Kitabullah dan sunnah
Nabi-Nya. Karena itu, wajib berprasangka baik terhadap mereka, berikut
perkataan serta perbuatan yang bersumber dari mereka. [Hafied M Chofie]

Sumber: ath-Tha'nu Fi al-'Ulama' Wa Tanaqqushuhum, Syaikh Muhammad
Abdurrahman al-Khumais

sumber :
http://www.alsofwah.or.id/?pilih=lihatannur&id=432

11 June, 2007

BERHADAPAN DENGAN WAHYU WASPADAILAH AKAL

Akal merupakan makhluk ciptaan Allah subhanahu wata'ala sedangkan wahyu adalah Kalam Rabb semesta alam, yang tidak dapat tersentuh oleh tangan batil, baik dari depan mau pun dari belakang.

Di antara kebenaran yang sudah diterima apa adanya (aksiomatik) dan tidak diperdebatkan lagi di kalangan ulama as-Salaf ash-Shalih adalah selarasnya antara akal dan naql (nash). Pertentangan antara akal dan nash hanya terjadi dan dibuat oleh orang-orang yang memiliki akal yang sakit, yang dilanda oleh hawa nafsu dan dipermain kan oleh berbagai bid'ah.!

Sebagian orang ada yang menghina kan akal lantaran dia memang tidak berakal. Akal adalah tempat bergantungnya taklif (pembebanan syari'at). Akal adalah permata berharga yang dengannya Allah subhanahu wata'alaÆ’nmembedakan manusia dengan seluruh makhluk lainnya. Beberapa ayat dalam Kitabullah mengarahkan perhatian para hamba agar memberdayakan akal dalam hal yang memang menjadi tabiat asalnya. Allah subhanahu wata'ala berfirman, artinya, "Tidakkah kamu berfikir." (QS.al-Baqarah:44). Kalimat seperti ini disinggung dalam al-Qur'an sebanyak 13 kali, seperti firman-Nya, artinya, "Apakah kamu tidak memperhatikan" (QS.al-Qashash:72), "Maka apakah mereka tidak memperhatikan al-Qur'an,"(QS.an-Nisa':82) dan seterusnya.
Sikap Berlebihan Terhadap Akal

Akan tetapi ada segolongan orang yang berlebihan dalam memperlakukan akal dengan menyanjungnya hingga sampai ke tingkatan yang lebih tinggi dari syari'at. Golongan seperti ini telah membenturkan wahyu Allah subhanahu wata'ala yang suci dengan akal yang serba terbatas, yang selalu digerogoti oleh hawa nafsu, ilusi, kegilaan, penyakit, kedunguan dan lainnya.

Di samping itu, kondisi terbaik akal adalah manakala ia dapat memberikan putusan melalui indera dan semisalnya. Sedangkan wahyu, merupakan sumber yang ma'shum, tidak tersentuh oleh tangan batil, baik dari depan mau pun dari belakang.

Contoh Keterbatasan Akal

Untuk mengetahui betapa akal manusia memiliki keterbatasan sekali pun pemiliknya adalah orang-orang pilihan sehingga kita yakin bahwa misi akal adalah tunduk dan patuh terhadap syari'at, bukan menentang dan menolaknya, berikut sebuah contoh: seperti terdapat dalam kitab ash-Shahih berkenaan dengan Ghazwah Hudaibiyyah, disebutkan bahwa Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ،anhu pernah mendebat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkenaan dengan perjanjian Hudaibiyyah. Ketika itu, ia berkata, "Wahai Rasulullah, bukankah kita berada di atas kebenaran sementara mereka berada di atas kebatilan.? Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab, "Benar." Lalu Umar melanjutkan, "Bukankah korban terbunuh di pihak kita akan masuk surga sedangkan korban mereka masuk neraka.?" Beliau menjawab, "Benar." Ia berkata lagi, "Kalau begitu, untuk apa kita memberikan kehinaan bagi agama kita?! Apakah kita harus pulang dengan tanpa mendapatkan putusan dari Allah subhanahu wata'ala antara kita dan mereka.?" Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab, "Wahai Ibn al-Khaththab! Sesungguhnya aku adalah Rasulullah. Allah sama sekali tidak akan pernah menyia-nyiakanku." Setelah itu, pergilah Umar radhiyallahu 'anhu menemui Abu Bakar radhiyallahu ،anhu seraya mengatakan kepadanya seperti apa yang dikatakannya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam Maka Abu Bakar radhiyallahu 'anhu menjawab, "Sesungguhnya beliau adalah Rasulullah. Allah subhanahu wata'ala sama sekali tidak akan pernah menyia-nyiakannya.!" Maka turunlah surat al-Fath, lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam membacakannya ke hadapan Umar hingga akhir surat. Lantas berkatalah Umar, "Wahai Rasulullah, Apakah itu artinya Fath (Penaklukan).?" Beliau menjawab, "Ya." (HR.al-Bukhari)

Ghazwah (peperangan) ini merupa kan pelajaran berharga bagi para shahabat, sekaligus mengingatkan mereka dan generasi setelah mereka kelak agar tidak berpegang kepada pendapat yang bersumber dari akal semata. Oleh karena itu, Umar radhiyallahu 'anhu pernah berkata, "Wahai manusia! Waspadailah pendapat kamu atas agama ini. Sungguh aku telah melihat diriku menolak perintah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dengan pendapatku dalam rangka berijtihad. Demi Allah, aku tidak pernah mendapatkan kebenaran. Ketika itu adalah hari di mana terjadi perang Abu Jandal." (al-Mu'jam al-Kabir, I:26)

Kerusakan Alam Akibat Mendahulukan Akal Atas Wahyu

Al-'Allamah, Ibn al-Qayyim rahimahullah berkata, "Setiap orang yang memiliki sedikit lentera pada akalnya pastilah mengetahui bahwa kerusakan dan kehancuran yang terjadi di alam ini semata bersumber dari sikap mendahu lukan pendapat atas wahyu dan hawa nafsu atas akal. Bilamana kedua akar perusak ini menguasai hati, maka ia akan memastikan kebinasaan nya. Bila berjangkit pada umat, maka pasti urusan mereka akan rusak sejadi-jadinya; betapa sering kalimat La Ilaha Illallah dinafikan kebenarannya karena pendapat-pendapat ini, betapa sering pula dengannya ditetapkan kebatilan, petunjuk dimatikan, kesesatan dihidupkan! Betapa sering pula, karenanya benteng iman dirobohkan, agama syaithan disemarakkan.! Kebanyakan para penghuni neraka Jahim adalah para pemilik pendapat-pendapat ini, yang tidak memiliki pendengaran atau pun akal. Bahkan mereka lebih buruk dari keledai. Mereka itulah yang kelak di hari Kiamat berkata, sebagaimana firman Allah subhanahu wata'ala, artinya, ،Dan mereka berkata, ،Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala.' (QS. al-Mulk:10)" (I'lam al-Muwaqqi'in, I:68)

Bila ingin mengetahui seberapa besar ukuran akal, mari renungkan kejadian dan kisah dalam surat al-Kahf. Di sana, kita dapati bahwa penilaian akal murni terhadap tindakan al-Khidhir 'alaihissalam melubangi kapal adalah buruk semata, membunuh bocah yang bermain bersama teman-teman seusianya adalah buruk semata, membangun tembok untuk orang-orang yang mencelanya sejadi-jadinya adalah buruk semata. Inilah putusan akal manusia. Maka tatkala, datang berita dari wahyu, keburukan yang menurut praduga itu ternyata berbalik menjadi kebaikan dan kelaikan.

Ibn Abi Hatim mengeluarkan dari jalur Muhammad bin Ka'b al-Qurazhi, ia berkata, "Umar bin al-Khaththab radhiyallahu 'anhu berkata, -Sementara Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menceritakan kepada mereka kisah ini hingga selesai- "Semoga Allah merahmati Musa. Kami ingin andaikata ia (Musa) mau bersabar hingga dapat menyelesaikan kisah mereka berdua kepada kita." (Ad-Durr al-Mantsur, V: 428). Ibn Abi Syaibah, Abu Daud, at-Tirmdizi, an-Nasa'i dan al-Hakim (beliau menshahihkannya), serta Ibn Mardawaih mengeluarkan, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah bersabda, "Semoga rahmat Allah dilimpahkan kepada kita dan Musa 'alaihissalam -beliau memulai dengan dirinya-. Andaikata ia mau bersabar, pastilah telah menceritakan kepada kita mengenai kabarnya itu akan tetapi ia malah mengatakan (sebagaimana firman Allah subhanahu wata'ala melalui lisan Musa 'alaihissalam), artinya, ،(Musa berkata), 'Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, maka janganlah kamu memperboleh kan aku menyertai mu.،¨ (QS. al-Kahfi: 76).

Mengenai kisah ini, Ibn al-Atsir rahimahullah menghimpun sejumlah riwayat dari para ulama mengenai kisah al-Khidhir 'alaihissalam bersama Musa 'alaihissalam. (Jami' al-Ushul, II: 220-230)

Benar, akal amatlah terbatas akan tetapi bila ia ditugaskan kepada bidang yang sesuai dengan kemampuan (tugas) dan tujuan ia diciptakan, maka pastilah ia menjadi sesuatu yang paling berharga yang dimiliki manusia. Dan bila ia melampaui batasan-batasan yang telah digariskan oleh Allah subhanahu wata'ala, maka ia bisa menjadi azab bagi pemiliknya dan bencana yang dapat menyeret kepada keburukan dan malapetaka. Orang yang bahagia adalah orang yang tunduk kepada wahyu Rabbnya dan tidak bersikap terhadap Penciptanya dengan sikap orang yang mencari kesalahan atau ingin menghukumi. Sebab itu adalah ciri orang-orang kafir dan para pembangkang, Na'udzu billahi min dzalik. [Abu Hafshoh]

SUMBER: Masa'il Hammah Fi Tauhid al-'Ibadah karya Muhammad bin Sa'id bin Salim al-Qahthani)
http://www.alsofwah.or.id/?pilih=lihatannur&id=430

05 June, 2007

SEBAB SEBAB KEHANCURAN UMAT

Pembaca yang budiman! Lembaran kita kali ini akan membicarakan tentang
sebab sebab mengapa Allah subhanahu wata'ala menghancurkan penduduk
sebuah negeri dan bahkan sebuah umat. Mengapa mereka dihancurkan? Apakah
Allah subhanahu wata'ala berbuat zhalim kepada mereka? Tidak sama
sekali, bahkan itulah balasan kezhaliman yang mereka lakukan. Allah subhanahu
wata'ala befirman, artinya,
"Dan kami tidaklah menganiaya mereka, tetapi merekalah yang menganiaya
diri mereka sendiri." (QS. Huud:101)
Berikut ini di antara sebab-sebab mengapa sebuah negeri atau umat di
hancurkan. Jika di suatu tempat telah tampak sebab-sebab ini maka artinya
mereka sedang menunggu kebinasaan dan kehancuran dari Allah subhanahu
wata'ala

1. Kezhaliman

Kezhaliman merupakan sebab paling dominan mengapa Allah subhanahu
wata'ala menghancurkan sebuah negeri. Allah subhanahu wata'ala berfirman,
artinya,
"Dan begitulah azab Rabbmu, apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri
yang berbuat zalim. Sesungguhnya azab-Nya itu adalah sangat pedih lagi
keras." (QS Huud:102)

Amat banyak kezhaliman yang terjadi di suatu negeri atau kampung,
kezhaliman kepada Allah subhanahu wata'ala, kezhaliman terhadap sesama
manusia antara satu dengan yang lainnya. Berapa banyak kezhaliman yang
terjadi di suatu negara, baik terhadap orang-orang kecil, para pegawai,
buruh dan warga negara yang mereka semua tidak mampu untuk mendapatkan
sebagian hak-haknya, apa lagi keseluruhan haknya. Dan di antara kezaliman
yang sangat besar adalah kezhaliman terhadap orang-orang mukmin,
muwahidin, kepada para da'i yang menyeru ke jalan Allah, kepada para wali
Allah. Allah subhanahu wata'ala berfirman, artinya,
"Dan (penduduk) negeri itu telah Kami binasakan ketika mereka berbuat
zalim, dan telah Kami tetapkan waktu tertentu bagi kebinasaan mereka."
(QS. al-Kahfi: 59)

2. Kemegahan Hidup Dan Nikmat Yang Melimpah

Di masa ini kita melihat banyak orang berpakaian mewah, tinggal di
istana-istana dan gedung megah, naik kendaraan mewah, dengan perabotan
rumah yang serba lux yang hampir-hampir tidak bisa dinalar. Padahal berapa
banyak kemewahan yang menyeret manusia ke dalam dosa, maksiat dan
kefasikan. Sampai-sampai orang menjadi lupa kepada agama Allah subhanahu
wata'ala dan perintah-Nya, hanya lantaran tinggal di rumah mewah, naik
kendaraan mewah. Tidak senang dan tidak mau menerima nasihat jika ada
orang lain yang beramar ma'ruf nahi munkar.

Allah subhanahu wata'ala berfirman, artinya,
"Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan
kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (untuk mentaati
Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah
sepantasnya berlaku terhadap nya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami
hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya." (QS. Al Israa': 17)

3. Kufur Nikmat

Sebagian orang ada yang jika diberikan nikmat oleh Allah subhanahu
wata'ala maka dia tidak mau bersyukur, Allah subhanahu wata'ala memberi
nikmat namun dia melupakan hak-hak Allah subhanahu wata'ala yang ada dalam
nikmat tersebut. Allah subhanahu wata'ala berfirman, artinya, "Dan
Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya
aman lagi tenteram, rezkinya datang kepadanya melimpah ruah dari
segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena
itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan,
disebabkan apa yang selalu mereka perbuat." (QS. An-Nahl:112)

Kelaparan dan ketakutan adalah dua hal yang selalu berdampingan,
manusia jika kufur nikmat lalu Allah subhanahu wata'ala menimpakan kepada
mereka kelaparan dan mereka tidak mau kembali kepada Allah subhanahu
wata'ala maka Dia akan menimpakan ketakutan. Demikian juga jika mereka sudah
ditimpa ketakutan, hilangnya rasa aman dan ketenangan namun tetap tidak
mau kembali kepada Allah subhanahu wata'ala maka Dia timpakan kepada
mereka kelaparan.

4. Banyak Orang Munafik

Salah satu sebab hancurnya umat adalah karena banyaknya orang munafik
yang memegang urusan kaum muslimin. Orang munafik adalah orang yang
menampak kan Islam namun memendam kekufuran, memerangi wali-wali Allah,
para da'i di jalan Allah, para ulama dan orang-orang yang istiqamah
menjalankan agama. Allah subhanahu wata'ala berfirman, artinya,
"Dan bila dikatakan kepada mereka, "Janganlah kamu membuat kerusakan di
muka bumi". Mereka menjawab, "Sesungguh nya kami orang-orang yang
mengadakan perbaikan". (QS. Al-Baqarah:11)

Mereka mengaku sedang melakukan perbaikan, sebagian dari mereka berkata
sebagaimana yang dikatakan Fir'aun kepada pengikutnya, dalam firman
Allah, artinya, "Biarkanlah aku membunuh Musa dan hendaklah ia memohon
kepada Rabbnya, karena sesungguhnya aku khawatir ia akan menukar
agama-agamamu atau menimbul kan kerusakan di muka bumi". (QS Ghafir:26)

5. Berwala' (Setia) Kepada Kaum Kufar

Memberikan wala' (loyalitas) kepada orang kafir dan tidak bersikap
setia kepada orang mukmin masih banyak terjadi di masyarakat. Mereka setia
kepada musuh-musuh Allah dan bangga dapat membantu serta menolong
mereka. Allah subhanahu wata'ala berfirman,
Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka pelindung bagi sebagian
yang lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang
telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka
bumi dan kerusakan yang besar." (QS. Al-Anfal: 173)

Maksudnya jika orang mukmin tidak berwala' dengan orang mukmin, tidak
berwala dengan penyeru penyeru kebaikan, tidak berwala' dengan ahli ilmu
dan ahli takwa, maka itu akan menyebabkan fitnah di muka bumi dan
kerusakan yang besar.

6. Meninggalkan Amar Ma'ruf Dan Nahi Munkar

Sesungguhnya di antara sebab hancur nya umat adalah karena meninggalkan
amar ma'ruf nahi munkar. Allah subhanahu wata'ala telah berfirman,
artinya,
"Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa
orang-orang yang zhalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah
amat keras siksaan-Nya." (al-Anfal 25)

Hal ini sebagaimana digambarkan dalam hadits tentang safinah (perahu),
yakni jika ada seseorang yang ingin mengambil air dengan cara melobangi
perahu, lalu penumpang yang lain tidak mencegahnya, maka seluruh
penumpang perahu akan tenggelam semua, bukan hanya orang yang melobangi
perahu. Memang terkadang banyak alasan untuk meninggalkan amar ma'ruf nahi
munkar. Misalnya, "nanti saya tidak punya penghasilan, saya khawatir
keluarga dan rumah, saya malu untuk berbicara, ini urusan ulul amri
(penguasa), ini dan itu."

7. Menyebarnya Riba

Jika riba sudah merajalela di suatu negeri maka ketahuilah -wahai
sekalian hamba Allah- itu hanya tinggal menunggu peperangan dari Allah
subhanahu wata'ala. Adzab dari Allah subhanahu wata'ala mungkin berupa
krisis, kelaparan , hutang, dikuasai musuh, bencana dan lain-lain. Allah
subhanahu wata'ala berfirman, artinya,
"Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan
sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.
Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah
bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangi mu." (QS. al-Baqarah:278-279)

8. Penghacuran Masjid

Di antara sebab hancurnya sebuah negeri adalah jika masjid-masjid
dirobohkan. Merobohkan masjid sebagaimana dikatakan Imam asy-Syaukani ada
dua macam:

1. Takhribul hissi , yakni merobohkan masjid secara fisik.

2. Takhribul ma'nawi, yakni menelantarkan dari tujuan dibangunnya
masjid, tidak ada kajian, ta'lim, muhadharah, digembok setiap saat, orang
dilarang masuk dan lain-lain. Allah subhanahu wata'ala berfirman,
artinya,
"Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalang-halangi
menyebut nama Allah dalam masjid-masjid-Nya, dan berusaha untuk
merobohkannya? Mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (masjid Allah),
kecuali dengan rasa takut (kepada Allah)." (QS. al-Baqarah: 114)

9. Meninggalkan Jihad

Bagaimana tidak, sebab meninggalkan jihad fi sabilillah artinya
membiarkan kerusakan di muka bumi tanpa mau mencegahnya, tidak mau menolong
agama Allah subhanahu wata'ala dan al-Haq. Maka jelas sekali jika tidak
ada jihad, kerusakan dan keburukan akan terus bercokol. Lihatlah
bagaimana akibat meninggalkan jihad, sebagaimana dalam sabda Nabi shallallahu
'alaihi wasallam, "Jika kalian asyik berjual beli dengan 'inah (satu
jenis riba), mengikuti ekor-ekor sapi (bertani dan beternak) lalu
meninggalkan jihad fi sabilillah maka Allah akan menguasakan kepadamu kehinaan
yang tidak akan dicabut sampai kalian kembali kepada agama kalian."
(HR. Abu Dawud)

10. Menyebarnya Kekejian

Bentuk-bentuk perbuatan keji amatlah banyak, di antara yang disebutkan
dalam hadits adalah khabats (perzinaan), dan ini yang sangat
mengkhawatirkan, juga minuman keras, alat-alat musik dan kemungkaran-kemungkaran
lainnya. Dalam sebuah hadits Nabi shallallahu 'alaihi wasallam telah
meyebutkan beberapa kemungkaran beserta akibatnya, di antaranya adalah:

1. Tidaklah tersebar perzianaan kecuali Allah akan menurunkan tha'un
dan penyakit aneh yang tidak pernah ada di masa lalu.

2. Tidaklah manusia mengurangi timbangan dan takaran (termasuk riba,
menipu dalam jual beli dll) kecuali Allah akan menimpakan paceklik
(kelaparan) kekurangan makanan pokok dan penguasa yang buruk (zhalim).

3. Tidaklan manusia menahan zakatnya kecuali Allah akan menahan
turunnya air hujan dari langit, kalau bukan karena binatang ternak maka Allah
tidak akan menurunkannya.

4. Tidaklah mereka merusak janji dengan Allah dan Rasul kecuali Allah
akan menguasakan mereka kepada musuh. (Kholif Abu Ahmad)

Sumber: Naskah Khutbah Jum'at "Asbab Hilak al-Umam", Syaikh Nabil
al-'Awadh

sumber :
http://www.alsofwah.or.id/index.php?pilih=lihatannur&id=431

30 May, 2007

Pola Konsumsi Menurut Islam

BERBEDA dengan teori ekonomi kapitalis dan sosialis yang relatif tidak melibatkan nilai-nilai keagamaan, sedangkan ekonomi Islam sarat dengan nilai-nilai akidah keagamaan di samping aspek-aspek lainnya.


Di antara persoalan penting dalam kajian ekonomi Islam, adalah masalah konsumsi di samping produksi dan distribusi. Konsumsi umum diformulasikan dengan pemakaian barang-barang hasil industri (bahan pakaian, makanan, dan sebagainya), atau barang-barang yang langsung memenuhi keperluan kita.

Berangkat dari pengertian ini, maka dapat dipahami bahwa konsumsi sebenarnya tidak identik dengan makan dan minum dalam istilah teknis sehari-hari. Akan tetapi, meliputi pemanfaatan atau pendayagunaan segala sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan kita. Namun, yang paling penting dan umum dikenal masyarakat luas tentang aktivitas ekonomi itu pada akhirnya adalah makan dan minum, maka tidaklah mengherankan jika konsumsi sering diidentikkan dengan makan dan minum.

Sejauhmana konsep Islam tetang pola konsumsi, dapat ditelusuri dari sumber utama Islam itu sendiri yakni Alquran dan hadis.

Dalam Alquran dan hadis, kosa kata yang erat kaitannya dengan konsumsi adalah al-ukul yang berarti makan. Al-ukul adalah sesuatu yang dimakan, juga diartikan dengan buah-buahan. Kecuali itu kata al-ukul juga digunakan untuk pengertian bagian dari dunia (Al-Hazhzh min al-dunya) serta akal pikiran (al-qluwa al-rayu).

Makna etimologis dari al-ukul ini mengisyaratkan bahwa persoalan konsumsi, khususnya makan, tidak hanya menelan sesuap nasi atau memasukkan ke dalam tenggorokan dan perut. Tetapi, harus memerhatikan faktor lain yang sesuai dengan akal sehat.

Kata lain yang erat berkaitan dengan konsumsi adalah al-syarab yang berarti minum. Adapun kata lain yang terkait erat dengan konsumsi misalnya kiswah (pakaian) dan maskan (tempat). Beberapa kata tadi, yakni al-ukul, al-syarab, kiswah, dan maskan merupakan empat komponen penting yang tergolong ke dalam komsumsi.

Begitu penting empat komponen ini, sehingga ditemui di berbagai buku hadis dan fiqih yang membahas secara spesifik tentang konsumsi, khususnya bab ath'imah (kitab tentang makanan), kitab bab asyarobuh (kitab tentang minuman), dan kitab tentang pakaian. Dalam hal ini, makanan ada juga bab khusus tentang sembelihan dalam kitab al-dzakat al-dzaba'ih.

Ada beberapa ketentuan umum yang harus dipedomani dan diindahkan oleh para konsumen tentang nilai-nilai konsumsi dalam Islam.

1. benda-benda yang dikonsumsi harus halal dan baik. Sebaliknya Allah SWT mengharamkan setiap barang yang keji dan buruk. Hal itu tercantum dalam surat Al-Baqarah (2) ayat 168 dan 173, surat Al-Maidah (5) ayat 1, 4, 5, 87, dan 88, surat Al-A'raf (7) 157, surat An-Nahl (16) ayat 14 dan 115, surat Thaha (20) ayat 81, dan surat Al-Hajj (220 ayat 30. Dari deretan ayat-ayat di atas dapat dipahami bahwa Allah SWT pada dasarnya hanya membolehkan mengonsumsi barang yang halal dan baik seperti buah-buahan, binatang ternak, dan lain-lain.

Alquran maupun hadis tidak merinci secara detail tentang kriteria dan kehalalan dan kebaikan makanan dan minuman itu sendiri. Manusia diserahkan untuk mengadakan penilaian lebih jauh tentang kriteria baikya itu sendiri dengan pendekatan ilmu pengetahuan.

2. Dalam mengonsumsi barang, harus sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, dan tidak pelit. Berbarengan dengan itu Allah SWT mengharamkan sifat boros (tabdzir), memaksakan diri dan bersikap pelit. Lihat surat An-Nisa (4) ayat 6, Surat Al-An'am (6) ayat 141, Surat Al-A'raf (7) ayat 26 dan 31, Surat Yunus (10) ayat 83, Surat Al-Isra (17) ayat 26 dan 27, Surat Al-Furqan (25) ayat 67, dan surat Al-Dukhaan (44) ayat 31. Ayat-ayat di atas secara umum mengomunikasikan kepada kita agar dalam mengonsumsi barang-barang makanan dan minuman termasuk pakaian, tempat tinggal, kendaraan, dan lain-lain sekadar memenuhi kebutuhan yang pantas, tidak berlebih-lebihan atau boros, serta menyia-nyiakan sesuatu.

Misalnya, dalam berpakaian Rasulullah saw. menganjurkan untuk mengenakan pakaian yang bagus/baru. Tetapi, jika tidak mampu, maka cukup dengan mengenakan pakaian yang ada. Tetapi sebaliknya, mengenakan pakaian yang serba berlebihan tidak dibenarkan oleh Islam. Pengharaman pemakaian emas oleh laki-laki, paling tidak menurut kebanyakan ulama, mengisyaratkan perihal larangan berlaku boros dalam mengonsumsi. Wallahua'lam.***

Penulis, dosen dan pengurus Masjid Nurul Iman Taman Cipadung Indah Bandung.

sumber :
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2007/052007/04/99jumat.htm

25 May, 2007

Membuka Hati UntukNya

Semua manusia pasti ingin bahagia, tenang, dan damai dalam hidup sehari-hari, sehingga banyak sekali usaha yang dilakukan oleh manusia untuk mencapainya. Tapi tak sedikit pula manusia yang sulit mencapainya. Barangkali mereka lupa, bahwa kebahagiaan, ketenangan, dan kedamaian yang sesungguhnya hanyalah ada di tangan Sang Pencipta.
Sadarkah kita bahwa sang Pencipta adalah Tuhan Yang Maha Pengasih (ar-Rahman) yang selalu mengasihi semua mahluk tanpa pilih kasih, tanpa kenal pamrih? Dari sinilah harus kita sadari bahwa Allah selalu memberikan yang terbaik dan selalu menerangi semua mahluk dengan cahaya kasihNya yang Mahaindah. Karena itulah setiap mahluk mempunyai kesempatan yang sama untuk dapat hidup bahagia. Tidak cukupkah cahaya Ilahi untuk membuat kita bahagia? Apa yang bisa melebihi kebahagiaan sejati dari cahaya Ilahi? Mengapa kita sendiri masih belum bahagia padahal Allah selalu mengasihi kita, menerangi hati kita dengan cahaya kasihNya? Yang menjadi masalah adalah hati kita sendiri. Kita sendirilah yang menutup hati.

Sadarkah kita bahwa setiap kita melakukan emosi negatif ataupun perbuatan jelek lainnya, maka noda hitam akan timbul di hati? Kalau kita tidak mau peduli, semakin lama hati kita akan semakin tertutupi oleh noda hitam yang kita perbuat sendiri, sehingga seterang dan seindah apapun cahaya Ilahi yang dilimpahkan oleh Allah ke dalam hati, tak akan pernah kita sadari. Seperti orang yang sedang menutupkan kelopak matanya, tak akan pernah menyadari indahnya alam semesta. Tinggal buka mata, nikmati indahnya alam semesta. Tinggal buka hati, nikmati keindahan, kebahagiaan, dan kedamaian dari cahaya Ilahi. Bagaimana kita mau membuka hati? Tinggal buka tutupnya. Apa yang menutupi? Emosi negatif kita sendirilah yang menutupi, semisal marah, iri/dengki, sombong, sakit hati, dendam, benci, ingin dipuji, keserakahan, dan masih banyak lagi yang lain-lainnya.

Bagaimana caranya untuk mulai mengurangi semua emosi negatif tersebut? Kita harus punya keinginan kuat untuk sadar, berusaha sebaik mungkin, dan yang terpenting adalah rajin berdo'a untuk memohon agar emosi negatif tersebut dibersihkan, dikeluarkan, dan digantikan dengan cahaya Ilahi. Ingatlah bahwa dalam berdo'a, hati kitalah yang terpenting. Janganlah terburu-buru dalam berdo'a. Biarkan do'a kita tidak hanya keluar dari lisan, tapi muncul dari dalam hati kita dengan sepenuh perasaan.

sumber :
http://kotasantri. com/beranda. php?aksi= Detail&sid=691

18 May, 2007

Makna Tawakal

"Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. Dan kamu melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah. Maka bertasbihlah dengan memuji nama tuhanmu dan mohon ampunlah kepadaNya. Sesungguhnya Dia Maha Penerima Taubat." (QS. An-Nashr [110] : 1-3).

Firman Allah di atas berkaitan dengan adanya peristiwa futuh (penaklukan) Mekah, dimana pada saat itu kaum Muslimin yang dipimpin langsung oleh Rasulullah SAW, menyerbu kota Mekah untuk dijadikan kota yang bersih dari berhala. Dengan membawa ratusan ribu kaum muslimin, akhirnya Rasulullah dapat dengan mudah menaklukan kota Mekah.

Rasulullah SAW memerintahkan kepada penduduk Mekah agar mereka berlindung di dalam Ka'bah dan di rumah Abu Sufyan. Meski Abu Sufyan belum memeluk Islam, namun Rasulullah tetap menghormatinya. Abu Sufyan adalah salah satu pembesar yang dihormati kota Mekah kala itu.

Allah SWT memerintahkan kepada kita agar kita senantiasa mengingat Allah dikala kita memperoleh kemenangan sehingga kita tidak terlena dan melupakan Allah. Dalam ayat terakhir Allah SWT memerintahkan agar kita senantiasa bertasbih yaitu mensucikan namaNya dengan memuji namaNya dan memohon ampun (beristighfar) . Di dalam ayat itu terkandung makna agar kita selalu menyerahkan segala urusan (bertawakal ) sepenuhnya kepada Allah setelah kita berusaha dengan sekuat tenaga. Tetapi makna tawakal itu jangan sampai disalahartikan, karena banyak sekali umat Islam salah dalam mengartikan kata tawakal.

Seperti kita ketahui bahwa umat Islam terdiri dari berpuluh-puluh kelompok aliran, salah satunya adalah golongan Jabariyah. Mereka mengartikan kata tawakal menurut logika mereka, sehingga golongan ini lebih banyak berdiam diri dalam mencari rezeki Allah. Menurut mereka, rezeki itu sudah diatur oleh Allah dan tidak akan berkurang.

Manurut Aam Amirudin, Lc. dalam bukunya Tafsir Kontemporer, beliau memaparkan makna tawakal sebagai berikut. Pertama, kita dianjurkan untuk bermujahadah atau bersungguh-sungguh dalam mencari rezeki atau dalam hal apapun sehingga kita mempunyai nilai lebih di hadapan Allah SWT. Pernah ada seorang sahabat yang berkata kepada Rasulullah bahwa ia akan membiarkan untanya dilepas, lalu ia akan bertawakal kepada Allah SWT. Rasulullah melarang perbuatan dan sikap sahabat tersebut. Beliau menyuruh sahabatnya itu agar mengikat untanya, lalu bertawakal kepada Allah.

Kedua, selaku muslim kita pun dianjurkan untuk bedo'a kepada Allah, karena dengan berdo'a kita bisa mengetahui siapa diri kita, siapa pencipta kita, sehingga menimbulkan rasa rendah diri di hadapan Allah. Do'a merupakan senjata yang paling ampuh bagi kaum Muslimin. Nabi Ibrahim AS pernah berdo'a agar tempat yang ditempati oleh Siti Hajar dan Isma'il dijadikan sebagai tempat yang subur. Do'a Nabi Ibrahim AS dikabulkan oleh Allah SWT. Nabi Ibrahim juga berdo'a kepada Allah SWT agar anak beserta keturunannya dijadikan hamba-hamba yang senantiasa melaksanakan shalat. Allah mengabulkan do'anya, terbukti dengan banyaknya keturunan dari Nabi Ibrahim yang menjadi Nabi dan Rasul, salah satunya Nabi Muhammad SAW. Begitu dahsyatnya do'a yang kita panjatkan kepada Alah SWT sehingga tidak ada seorang pun yang dapat menghalanginya.

Firman Allah dalam Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 152, "Ingatlah kalian kepadaKu, maka Aku akan selalu ingat kepadamu. Bersyukurlah kepadaKu dan janganlah kalian mengingkarinya. " Ayat ini mengandung makna bahwa setiap insan khususnya umat Islam dianjurkan untuk selalu ingat kepada Allah dan niscaya Dia pun akan selalu mengingat hambaNya yang senantiasa berdzikir kepadaNya.

Ketiga, bersyukur. Setiap manusia telah ditetapkan rezekinya semenjak di dalam kandungan ibunya, sehingga apa yang kita peroleh pada saat ini sudah merupakan ketetapan Allah SWT. Walaupun begitu, kita dianjurkan untuk berusaha dengan sekuat tenaga di dalam menjemput rezeki. Dalam menjemput atau berusaha untuk memperoleh rezeki, KH. Abdullah Gymnastiar memberikan rumus tiga As, yaitu bekerja keras, bekerja cerdas, dan bekerja ikhlas.

Rasulullah bersabda, "Inginkah kalian kutunjukkan siapa manusia ajaib itu?" Para Sahabat menjawab, "Benar, kami ingin mengetahuinya. " Rasulullah menuturkan bahwa manusia ajaib itu adalah apabila dia diberi rezeki dia bersyukur dan apabila dia tertimpa musibah dia bersabar.

Keempat, sabar dalam melaksanakan segala aktivitas. Allah SWT berfirman, "Wahai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu beruntung." (QS. Ali Imran [3] : 200).

Di dalam ayat ini Allah SWT memerintahkan kita semua agar senantiasa bersabar terhadap segala yang telah ditetapkanNya. Jika kita bersabar saat ditimpa musibah, maka kita termasuk orang-orang yang bertawakal kepadaNya. Wallahu a'lam bish shawab. [DPU]
penulis : Abu Rifa
sumber : http://kotasantri. com/mimbar. php?aksi= Detail&sid=405

13 May, 2007

BALASAN SESUAI DENGAN PERBUATAN

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Sesungguh nya Allah
menyayangi hamba-hamba-Nya yang penyayang". (HR. al-Bukhari). Tidak ada
balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula), barangsiapa menyayangi
makhluq Allah maka Allah akan menyayanginya. Sebagai mana yang disabdakan
oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, "Orang-orang yang penyayang,
maka Allah akan menyayangi mereka. Sayangilah penduduk bumi maka
penduduk langit akan menyayangi kalian". (HR. At-Tirmidzi).

Balasan itu sesuai dengan jenis amal perbuatan yang dilakukan. Allah
subhanahu wata'ala akan memperlakukan hamba-Nya sebagaimana perlakuan
hamba tersebut terhadap hamba-hamba Allah. Allah subhanahu wata'ala
berfirman yang artinya, "Jikalau kalian memaafkan dan tidak memarahi serta
mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang". (QS. At-Taghabun:14). Dan juga firman Allah subhanahu wata'ala
dalam surat An-Nur ayat 22 yang artinya, "Dan hendaklah mereka
memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah
mengampunimu?".

Bersegeralah untuk meringankan kesulitan-kesulitan orang lain agar
Allah meringankan kesulitan dari dirimu. Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda, "Barangsiapa menghilangkan satu kesulitan dari seorang
muslim maka Allah akan membalasnya dengan menghilangkan satu kesulitan
dari kesulitan-keslitan yang ada pada hari Kiamat". (HR. al-Bukhari).

Bantulah manusia memenuhi kebutuhan hidupnya, maka dengan cara itu
engkau akan mendapatkan pertolongan dari Allah. Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda, "Allah selalu menolong hamba-Nya selama hamba
itu menolong saudaranya". Juga sabda beliau, "Barangsiapa berada di dalam
kebutuhan saudaranya maka Allah berada di dalam kebutuhannya". (HR.
Imam Muslim).

Jadilah engkau seorang hamba Allah yang menghilangkan kesukaran
orang-orang yang tertimpa kesulitan niscaya Allah akan memberi kemudahan
kepada kamu. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Barangsiapa
yang memudahkan orang yang kesulitan maka Allah akan memudahkannya di
dunia dan akhirat". (HR. Muslim).

Bersikap lemahlembutlah terhadap hamba-hamba Allah, semoga engkau
termasuk golongan yang tersirat dalam do'a yang dipanjatkan Nabi Muhammad
shallallahu 'alaihi wasallam, "Ya Allah, barangsiapa bersikap lembut
terhadap umatku, maka perlakukanlah ia dengan lembut dan barangsiapa yang
membuat kesukaran kepada mereka maka ciptakanlah kesukaran baginya".
(HR. Ahmad). Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam juga bersabda,
"Sesungguhnya Allah Maha lemah lembut dan mencintai kelembutan. Dia
memberikan pada kelemah lembutan apa yang tidak Dia berikan pada kekerasan".
(HR. Muslim). Dan juga sabda beliau, "Barangsiapa terhalang untuk
mendapat sifat lemah lembut maka ia terhalang dari semua kebaikan". (HR.
Muslim).

Tutupilah aib hamba-hamba Allah, maka Allah subhanahu wata'ala akan
menutupi aibmu. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
"Barangsiapa menutupi aib seorang muslim maka Allah akan menutupi aibnya di
dunia dan akhirat". (HR. Muslim). Dan sabda beliau, "Barangsiapa menutupi
aib seorang muslim maka Allah akan menutupi aibnya pada hari Kiamat".
(HR. Ibnu Majah).

Berilah makan kaum muslimin niscaya Allah subhanahu wata'ala akan
memberi makanan kepadamu. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
"Mukmin manapun yang memberi makan seorang mukmin ketika lapar maka
Allah akan memberikannya makanan dari buah-buahan Surga." (HR. Imam
At-Tirmidzi).

Berilah minum kaum muslimin maka Allah subhanahu wata'ala akan
memberikan minuman kepadamu. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah
besabda, "Mukmin manapun yang memberi minum seorang mukmin yang sedang
kehausan maka Allah akan memberinya minum pada hari Kiamat dari Ar-Rohiq
Al-Makhtum". (HR. At-Tirmidzi)

Berilah kaum muslimin pakaian niscaya Allah akan memberi pakaian
kepadamu. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, "Mukmin mana pun yang
memberi pakaian kepada seseorang yang telanjang maka Allah akan memberinya
pakaian sutra halus berwarna hijau dari Surga". (HR. at-Tirmidzi).

Sebagaimana perlakuanmu terhadap hamba-hamba Allah, maka seperti itu
pula perlakuan Allah terhadapmu. Oleh karena itu, janganlah sekali-kali
engkau menyiksa manusia karena sesungguhnya Allah akan menyiksamu.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Sesungguhnya Allah
menyiksa orang-orang yang menyiksa manusia di dunia". (HR. Imam Muslim).
Allah subhanahu wata'ala juga telah berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat
49 yang artinya, "Dan (ingatlah) ketika Kami selamatkan kamu dari
(Fir'aun) dan pengikut-pengikutnya; mereka menimpakan kepadamu siksaan yang
seberat-beratnya". Dalam ayat lain Allah subhanahu wata'ala berfirman
yang artinya, "Dan pada hari terjadinya kiamat, (dikatakan kepada
malaikat), "Masukkanlah Fir'aun dan kaumnya ke dalam adzab yang sangat keras".
(QS. Al-Mukmin: 46).

Hindarilah dirimu dari mempersulit hamba-hamba Allah karena hal itu
dapat membuatmu tertimpa do'a yang diucapkan Nabi Muhammad shallallahu
'alaihi wasallam, "Ya Allah, barangsiapa yang mengurusi urusan umatku lalu
membuat susah mereka, maka buatlah kesusahan baginya". (HR. Muslim).

Janganlah engkau menyakiti hati kaum muslimin dengan mencari-cari aib
mereka karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda,
"Barangsiapa mencari-cari aib seorang muslim, maka Allah akan
mencari-cari aibnya. Dan barangsiapa yang Allah menelusuri (mencari-cari) aibnya
maka Allah akan membongkarnya meskipun berada di dalam rumahnya". (HR.
At-Tirmidzi).

Janganlah engkau cabut rasa kasih sayangmu kepada manusia karena Nabi
Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda, "Barang siapa yang
tidak menyayangi manusia, maka Allah Azza wa Jalla tidak
menyayanginya". (HR. Muslim).

Ingatlah baik-baik wahai hamba-hamba Allah! Di mana engkau
memperlakukan hamba-hamba Allah dengan sebuah perbuatan, maka engkau akan
mendapatkan balasan yang sesuai dengan apa yang telah engkau kerjakan di sisi
Sang Pencipta. Imam Ibnul Qoyyim berkata, "Sesungguhnya Allah Maha Mulia
dan Ia mencintai kemuliaan dari hamba-Nya. Allah Maha Mengetahui
(berilmu), dan mencintai para ulama. Allah Maha berkuasa, mencintai para
pemberani. Allah Maha Indah, mencintai keindahan. Allah Maha Penyayang,
menyayangi orang-orang yang penyayang. Sesungguhnya Allah menyayangi
hamba-hamba-Nya yang penyayang. Allah Maha Menutupi (aib), mencintai
orang-orang yang menutupi aib hamba-hamba-Nya. Allah Maha Pemaaf, mencintai
hamba-Nya yang senang memberi maaf. Allah Maha Pengampun, mencintai
hamba-Nya yang mengampuni kesalahan orang lain. Allah Maha Lembut, mencintai
kelembutan dari hamba-hamba-Nya dan membenci kekerasan. Allah Maha
Santun, mencintai sopan santun. Allah Maha Baik, mencintai kebaikan dan
pelakunya. Allah Maha Adil, mencintai keadilan. Allah Maha Menerima udzur
(alasan yang dibenarkan), mencintai orang yang menerima udzur
hamba-hamba-Nya.

Allah subhanahu wata'ala akan memberi balasan kepada hamba-Nya sesuai
dengan sifat-sifat ini. Maka barangsiapa memaafkan maka Allah akan
memaafkannya. Barangsiapa siapa yang mengampuni kesalahan manusia maka Allah
akan mengampuninya. Barang siapa bersikap dermawan kepada orang lain
maka Allah subhanahu wata'ala akan bersikap dermawan kepada nya.
Barangsiapa memusuhi hamba-hamba Allah maka Allah akan memusuhinya.

Barangsiapa bersikap lemah lembut kepada hamba-hamba Allah maka Allah
akan bersikap lemah lembut kepadanya. Barangsiapa menyayangi makhluk
Allah maka Allah akan menyayanginya. Barangsiapa berbuat baik kepada
manusia maka Allah akan berbuat baik kepada-Nya. Barangsiapa memberi manfaat
kepada manusia maka Allah akan memberikan manfaat kepadanya.
Barangsiapa menutupi aib saudaranya maka Allah subhanahu wata'ala maka menutupi
kekurangan atau kesalahannya. Barangsiapa berusaha untuk tidak marah
kepada manusia maka Allah tidak akan marah kepadanya.

Barangsiapa mencari-cari aib manusia maka Allah akan menelusuri
aib-aibnya. Barangsiapa membuka kejelekan hamba-hamba Allah maka Allah akan
membuka dan membeberkan kejelekannya. Barangsiapa enggan berbuat baik
kepada manusia maka Allah tidak akan berbuat baik kepadanya. Barangsiapa
membuat sulit seseorang maka Allah akan memberinya kesukaran (masalah).
Barangsiapa berbuat makar, maka Allah akan membalas makar kepadanya.
Barangsiapa menipu Allah maka Allah akan memberikan balasan kepadanya
dengan tipuan pula.

Dan barangsiapa memperlakukan seseorang dengan sebuah sifat maka Allah
akan memperlakukannya dengan sifat itu sendiri di dunia dan akhirat.
Allah akan memperlakukan hamba-Nya sesuai dengan perlakuan hamba terhadap
makhluk-Nya.

Maka tamaklah engkau -semoga Allah memberi taufik kepadamu- untuk
senantiasa memberi manfaat kepada hamba-hamba Allah, untuk merealisasikan
sebuah sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, "Barangsiapa
diantara kalian mampu memberi mafaat terhadap saudaranya maka lakukanlah".
(HR. Muslim). Berbuat baiklah kepada mereka sesungguhnya Allah mencintai
orang-orang yang berbuat kebaikan.

Jadilah engkau seorang yang lembut yang senang memudahkan urusan
mereka. Karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda,
"Neraka itu haram menyentuh setiap orang yang lunak, lembut, mudah (dalam
bermuamalah) dan dekat (dengan manusia)". (HR. Imam Ahmad).

Maafkanlah mereka, janganlah mudah marah, toleransilah terhadap mereka
dan senantiasalah menjadi seorang pengampun. Semoga Allahsubhanahu
wata'ala mengampuni segala dosa dan kesalahanmu. Sesungguhnya Allah tidak
menyia-nyiakan pahala seseorang yang memperbagus amal perbuatannya.
(Zainal Abidin)

Disarikan dari: "Kama Takuunu Li 'Ibadillahi Yakunullahu Lak" karya
Abdul Qayyum As-Suhaibany"

sumber :
http://www.alsofwah.or.id

16 April, 2007

BERHENTILAH WAHAI SAUDARAKU

Saudaraku tercinta! Sesungguhnya alam semesta ini, yang besar maupun
yang kecil, semuanya menghadap kepada Allah subhanahu wata'ala, bertasbih
kepada-Nya, mengagungkan dan bersujud kepada-Nya. Allah subhanahu
wata'ala berfirman yang artinya, "Dan tak ada satu pun melainkan bertasbih
dengan memuji-Nya". (QS. Al-Isra: 44).
Sesungguhnya seluruh makhluk yang Allah ciptakan menundukkan kepalanya,
merendahkan diri kepada-Nya dan mengakui keutamaan-Nya. Akan tetapi,
tinggal di alam semesta ini makhluk kecil yang rendah dan hina.
Diciptakan dari setetes air hina (mani) tiba-tiba saja ia menjadi penentang yang
nyata. Dia berada di suatu lembah dan seluruh alam semesta di lembah
yang lain. Ia meninggalkan ketaatan, tidak mau tunduk dan bertasbih
kepada-Nya, meskipun segala sesuatu yang ada di sekelilingnya tekun
berdzikir dan bertasbih kepada Allah subhanahu wata'ala. Makhluk kecil ini
ialah manusia yang bermaksiat kepada Allah subhanahu wata'ala. Alangkah
dahsyatnya kebatilan ini! Alangkah besarnya kedunguan ini! Dan Alangkah
rendah dan hinanya ketika ia menjadi penyakit di alam yang teratur ini.

Berapa banyak ditawarkan kepada nya pertaubatan namun ia enggan untuk
bertaubat. Berapa kali ditawarkan kepadanya untuk kembali kepada Allah
subhanahu wata'ala, namun dia enggan untuk kembali, malah sebaliknya ia
berlari dari-Nya. Berapa banyak ditawarkan kepadanya perdamaian bersama
kekasihnya namun ia enggan berdamai dan mengangkat kepalanya
menyombongkan diri.

Saudaraku tercinta! Sebelum engkau bermaksiat kepada Allah subhanahu
wata'ala berpikirlah sejenak tentang dunia ini dan kehinaannya.
Berpikirlah tentang penghuni dan pencintanya. Dunia telah menyiksa mereka dengan
siksa yang beraneka ragam. Memberi minum dengan minuman yang paling
pahit. Membuat mereka sedikit tertawa dan banyak berlinang air mata.

Sebelum engkau bermaksiat kepada Allah subhanahu wata'ala bepikirlah
tentang kehidupan akhirat dan kekekalannya. Ia adalah kehidupan yang
sebenarnya. Ia adalah tempat kembali. Ia adalah penghujung perjalanan.

Sebelum engkau bermaksiat kepada Allah subhanahu wata'ala pikirkanlah
sejenak tentang api neraka, bahan bakarnya, gemuruhnya, kedalaman
jurangnya dan kedahsyatan panas apinya. Bayangkanlah betapa pedihnya siksa
yang dirasakan penghuninya. Mereka di dalam air yang sangat panas dalam
keadaan wajah yang tersungkur. Di dalam neraka mereka seperti kayu bakar
yang menyala-nyala.

Sebelum engkau bermaksiat kepada Allah subhanahu wata'ala,wajib bagimu
untuk berpikir tentang surga dan apa yang telah dijanjikan oleh Allah
subhanahu wata'ala kepada orang-orang yang mentaati-Nya. Di dalam surga
terdapat sesuatu yang belum pernah terlihat oleh mata, telinga belum
pernah mendengarnya dan tidak pernah terlintas dalam hati dan benak
manusia, berupa puncak kenikmatan dengan kelezatan yang paling tinggi berupa
berbagai macam makanan, minuman, pakaian, peman dangan, dan
kesenangan-kesenangan yang tidak akan disia-siakan kecuali oleh orang-orang yang
diharamkan untuk memasukinya.

Saudaraku tercinta! Sebelum engkau bermaksiat kepada Allah subhanahu
wata'ala, ingatlah berapa lama engkau akan hidup di dunia ini? Enam puluh
tahun, delapan puluh tahun. Seratus tahun, seribu tahun? Kemudian apa
setelah itu? Kemudian kematian pasti akan datang. Apakah yang akan
engkau tempati? Surga-surga yang penuh dengan kenikmatan ataukah neraka
jahim?

Saudaraku tercinta! Yakinlah dengan keyakinan yang sebenar-benarnya,
bahwasanya Malaikat Maut yang telah mengunjungi orang lain, sesungguhnya
ia sedang menuju ke arahmu. Hanya dalam hitungan tahun, bulan, minggu,
hari, bahkan hitungan menit dan detik ia akan meghampirimu. Lalu engkau
hidup seorang diri di alam kubur. Tiada lagi harta, keluarga dan
sahabat-sahabat tercinta. Camkanlah dan renungkanlan gelapnya kubur dan
kesendirianmu di dalamnya, sempitnya ruangannya, sengatan binatang-bintang
berbisa, ketakutan yang mencekam dan kedahsyatan pukulan Malaikat Adzab.

Saudaraku tercinta! Ingatlah hari Kiamat. Hari di mana kehormatan di
tangan Allah subhanahu wata'ala. Ketika rasa takut mengisi hati. Ketika
engkau berlepas diri dari anakmu, ibumu, ayahmu, istrimu, dan juga
saudaramu. Ingatlah kondisi dan keadaan-keadaan saat itu. Ingatlah hari di
mana neraca diletakkan dan lembaran-lembaran amal manusia beterbangan.
Berapa banyak amal kebaikan di dalam bukumu? Berapa banyak celah-celah
kosong dalam amal-amalmu? Ingatlah tatkala engkau berdiri di hadapan
Al-Malikul Haqqul Mubin Dzat Yang engkau berlari dari-Nya. Dzat Yang
memanggilmu namun engkau berpaling dari-Nya. Engkau berdiri di hadapan-Nya
dan di tanganmu lembaran catatan amal yang tidak meninggalkan yang kecil
dan tidak pula yang besar, melainkan ia mencatat semuanya.

Maka lisan manakah yang engkau gunakan untuk menjawab pertanyaan Allah
subhanahu wata'ala,ketika Ia bertanya kepadamu tentang umurmu, masa
mudamu, perbuatanmu, dan juga hartamu. Maka kaki manakah yang engkau
gunakan untuk berdiri di hadapan Allah subhanahu wata'ala? Dengan mata yang
mana engkau memandang-Nya? Dan dengan lisan manakah engkau menjawab-Nya
ketika Ia berkata kepadamu, "Hamba-Ku, engkau menganggap remeh
pengawasan-Ku padamu, Engkau anggap sebagai orang yang paling hina dari
orang-orang yang memperhatikanmu. Bukankah Aku telah berbuat baik kepadamu?
Bukankah Aku telah memberi nikmat kepadamu? Lalu mengapa engkau
mendurhakai-Ku padahal aku telah memberi nikmat kepadamu."

Saudaraku tercinta! Tidakkah engkau bersabar menjalankan ketaatan
kepada subhanahu wata'ala di hari-hari yang pendek ini? Detik-detik ini
begitu cepat, setelah itu engkau akan meraih kemenangan yang sangat besar
yang engkau akan bersenang-senang di dalam kenikmatan yang abadi.

Saudaraku tercinta! Di sana terdapat segolongan manusia yang
berkeyakinan bahwasanya mereka diciptakan sia-sia belaka dan dibiarkan begitu
saja. Kehidupan mereka hanya diisi dengan senda gurau dan permainan
belaka. Penglihatan mereka tertutup, telinga mereka tuli untuk mendengar
petunjuk, hati mereka terbalik, mata mereka buta dan nurani mereka tak
berfungsi sama sekali. Engkau akan mendapati di majlis-majlis mereka segala
sesuatu kecuali Al-Qur'an dan untaian dzikir kepada Allah subhanahu
wata'ala.

Mereka meninggalkan Allah subhanahu wata'ala, padahal mereka adalah
hamba-hamba-Nya yang berada di hadapan dan genggaman-Nya. Allah subhanahu
wata'ala memanggil mereka namun mereka tidak memenuhi panggilan-Nya,
mereka lebih mendahulukan panggilan syetan, keinginan, dan hawa nafsu
mereka. Luar biasa keadaan mereka! Bagaimana mereka memenuhi ajakan syetan
dan meninggalkan seruan Allah subhanahu wata'ala. Ke manakah perginya
akal mereka?!

Allah subhanahu wata'ala telah berfirman, artinya, "Karena sesungguhnya
bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam
dada." (QS. Al-Hajj:46).

Apa yang dilakukan Allah subhanahu wata'ala terhadap mereka sehingga
mereka mendurhakai dan tidak menaati-Nya?! Bukankah Allah subhanahu
wata'ala telah menciptakan mereka? Bukankah Dia telah memberi rizki kepada
mereka? Bukankah Dia telah mencukupi harta mereka dan menyehatkan tubuh
mereka? Apakah Allah subhanahu wata'ala Yang Maha Lembut dan Maha Mulia
telah menipu mereka?

Apakah mereka tidak takut jikalau kematian mendatangi mereka di saat
sedang bermaksiat kepada Allah subhanahu wata'ala? Sebagaimana
firman-Nya, artinya, "Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak
terduga-duga)? Tiadalah yang merasa aman dari azab Allah kecuali
orang-orang merugi." (QS. Al-A'raf: 99).

Hindarilah dirimu untuk menjadi bagian dari mereka dan jauhkanlah
dirimu dari mereka. Beramallah untuk sesuatu yang karenanya engkau
diciptakan (beribadah kepada Allah subhanahu wata'ala). Sesungguhnya -demi
Allah- engkau diciptakan untuk sebuah masalah yang sangat agung. Allah
subhanahu wata'ala berfirman yang artinya, "Tidaklah Aku (Allah) menciptakan
jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku".
(QS.Adz-Dzariyat:56).

Saudaraku tercinta! Wahai engkau yang sedang bermaksiat kepada Allah!!
Kembalilah kepada Tuhanmu dan takutlah akan api neraka. Sesungguhnya di
hadapanmu terbentang berbagai kesulitan. Sesungguhnya di hadapanmu
terbentang dua pilihan, kehidupan penuh nikmat atau lingkungan hidup penuh
siksa. Sesungguhnya di hadapanmu terhampar kalajengking-kalajengking,
ular-ular dan masalah-masalah sukar dan pelik. Demi Allah yang tidak ada
tuhan yang berhak untuk diibadahi kecuali Dia, tawa tidak dapat memberi
manfaat kepadamu. Nyanyian-nyanyian, film-film, dan perkara-perkara
hina tidak bisa memberi manfaat kepadamu. Aneka surat kabar dan
majalah-majalah tidak bisa memberi manfaat kepadamu. Isteri, anak-anak, teman dan
sahabat tidak dapat memberi manfaaat kepadamu. Harta yang melimpah
tidak bisa memberi manfaat kepadamu. Tidak ada yang bisa memberi manfaat
kepadamu kecuali kebaikan-kebaikan dan amal-amal shalih yang engkau
kerjakan selama hidupmu di dunia.

Saudaraku tercinta! Demi Allah tidaklah aku menulis perkataan ini
melainkan karena kekhawatiranku kepadamu. Aku khawatir wajah putihmu ini
berubah menjadi hitam pada hari Kiamat. Aku khawatir wajah bercahayamu ini
akan berubah menjadi gelap. Aku khawatir tubuh yang sehat ini akan
dilalap oleh api neraka. Maka bersegeralah -semoga Allah subhanahu wata'ala
memberi taufik kepadamu- untuk membebaskan dirimu dari api neraka.
Umumkanlah ia sebagai bentuk taubat yang sebenarnya dari sekarang. Yakinlah
bahwasanya selamanya engkau tidak akan menyesal melakukan itu. Bahkan
sebalikya -dengan izin Allah subhanahu wata'ala- engkau akan merasakan
kebahagiaan. Hindarilah keraguan atau mengakhirkan semua itu.
Sesungguhnya aku -demi Allah- menjadi penasihat bagimu.
(Zainal Abidin)
Disarikan dari, "Akhil Habib Qif", Ibrahim Al-Ghamidy

sumber :

http://www.alsofwah.or.id/?pilih=lihatannur&id=423