29 September, 2006

Jangan Sepelekan Dosa Kecil


Sudah maklum dikalangan ulama dan kaum muslimin bahwa dosa itu terbagi menjadi dua macam; kabair (dosa-dosa besar) dan shaghair (dosa-dosa kecil). Walau demikian ada juga sebagian ulama yang tidak melihat adanya pembagian seperti ini, namun menganggap bahwa seluruh kemaksiatan dan penyelewangan dari jalan Alloh ‘Azza wa Jalla adalah dosa besar karena merupakan keberanian dan kelancangan dihadapan Alloh ‘Azza wa Jalla. Orang yang mengatakan demikian karena melihat betapa besarnya hak Alloh atas hamba-hamba-Nya.

Ada diantara ulama yang mengatakan: ”Suatu dosa dianggap kecil hanya lantaran jika dibandingkan dengan dosa lain yang lebih besar, jika tidak tentulah semua dosa itu besar adanya. ”Namun pendapat ini lemah sebab Alloh ‘Azza wa Jalla sendiri telah membagi dosa dalam dua bagian yaitu fawahisy/ kabair dan al lamam/shaghair sebagaimana firmanNya, yang berarti: "(Yaitu) orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil" (QS: An Najm: 32)

Jadi pendapat yang benar -wallohu a’lam- adalah bahwa dosa itu terbagi menjadi dua; besar dan kecil. Dan kabair tidaklah terbatas dengan suatu bilangan tertentu namun apa saja yang dilarang oleh Alloh ‘Azza wa Jalla dan disertai dengan ancaman Neraka, murka, laknat, adzab atau berhadapan dengan sanksi hadd (hukuman berat yang telah ditentukan jenisnya) di dunia maka itulah kabair, dan yang yang selain demikain maka tergolong shaghair (ithaf as saadah al muttaqin 10/ hal 615-616).

Berubahnya dosa kecil menjadi dosa besar
Imam Ibnul Qayyim pernah berkata: ”Dosa-dosa besar biasanya disertai dengan rasa malu dan takut serta anggapan besar atas dosa tersebut, sedang dosa kecil biasanya tidak demikian. Bahkan yang biasa adalah bahwa dosa kecil sering disertai dengan kurangnya rasa malu, tidak adanya perhatian dan rasa takut, serta anggapan remeh atas dosa yang dilakukan, padahal bisa jadi ini adalah tingkatan dosa yang tinggi (tahdzib madarij as salikin hal 185-186). Dengan demikian maka dosa kecil dapat berubah menjadi besar dengan adanya faktor-faktor yang memperbesarnya, yaitu:

Terus-menerus dalam melakukannya
Hal ini karena pengaruh kerasnya jiwa dan adanya raan (bercak) didalam hati, maka dari sini ada qaul mengatakan: ”Tak ada dosa kecil jika dilakukan terus menerus dan tak ada dosa besar jika diiringi istighfar. ”Ucapan ini dinisbatkan kepada Ibnu Abbas Radhiallaahu 'anhu berdasarkan atsar yang saling menguatkan satu dengan yang lain (ithaf as-sa’adah al-muttaqin 10/687).

Anggapan remeh atas dosa tersebut
Rasululloh Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda, yang artinya: “Berhati-hatilah kalian terhadap dosa kecil, sebab jika ia berkumpul dalam diri seseorang akan dapat membinasakannya.” (HR: Ahmad dan Thabrani dalam Al Awsath). Rijal dalam dua riwayat ini shahih semuanya kecuali Imran bin Dawir Al Qaththan namun dia dapat dipercaya, demikian kata Imam Al Haitsami dalam Majma’ Az Zawaid 10/192.

Ibnu Mas’ud Radhiallaahu 'anhu pernah berkata: ”Seorang mukmin melihat suatu dosa seakan-akan ia duduk dibawah gunung dan takut jikalau gunung itu menimpanya dan orang fajir (pendosa) melihat dosa bagaikan lalat yang lewat didepan hidungnya seraya berkata “begini”, Ibnu Syihab menafsirkan: yakni berisyarat (mengebutkan) tangannya didepan hidung untuk mengusir lalat.

Suatu ketika shahabat Anas Radhiallaahu 'anhu pernah berkata kepada sebagian tabi’in: ”Sesungguhnya kalian semua melakukan suatu perbuatan yang kalian pandang lebih kecil dari pada biji gandum padahal di masa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam kami menganggapnya sebagai sesuatu yang dapat membinasakan. ” (HR: Al Bukhari). Di sini bukan berarti Anas mengatakan bahwa dosa besar dimasa Rasululloh Shallallahu 'alaihi wa sallam dihitung sebagai dosa kecil setelah beliau wafat, namun itu semata-mata karena pengetahuan para shahabat akan keagungan Alloh ‘Azza wa Jalla yang lebih sempurna. Makanya dosa kecil bagi mereka -jika sudah dikaitkan dengan kebesaran Alloh ‘Azza wa Jalla - akan menjadi sangat besar. Dan dengan sebab ini pula maka suatu dosa akan dipandang lebih besar jika dilakukan orang alim dibandingkan jika pelakunya orang jahil, bahkan bagi orang awam boleh jadi suatu dosa dibiarkan begitu saja (dimaklumi) karena ketidaktahuannya yang mana itu tentu tidak berlaku bagi orang alim dan arif. Atau dengan kata lain bahwa besar kecilnya suatu dosa sangat berkaitan erat dengan tingkat pengetahuan dan keilmuan pelakunya (ithaf as-sa’adah al-muttaqin 10/690).

Tapi meski bagaimanapun seseorang seharusnya dituntut untuk menganggap besar suatu dosa, sebab jika tidak demikian maka tidak akan lahir rasa penyesalan. Adapun jika menganggap besar atas suatu dosa maka ketika melakukannya akan disertai dengan rasa sesal. Ibarat orang yang menganggap uang receh tak bernilai, maka ketika kehilangan ia tak akan bersedih dan menyesalinya. Namun ketika yang hilang adalah dinar (koin emas) maka tentu ia akan sangat menyesal dan kehilangannya merupakan masalah yang besar.

Perasaan menganggap besar terhadap dosa muncul karena tiga faktor:

Menganggap besar atas suatu perintah (apapun ia).
Menganggap besar Dzat atau orang yang memerintah.
Keyakinan akan benarnya balasan.
Merasa senang dan bangga dengan dosa
Seperti seorang pelaku dosa berkata: ”Andaikan saja engkau tahu bagaimana aku mempermalukan si fulan, dan bagaimana aku membuka aib dan keburukannya sehingga nampak jelas semua!” Atau misal yang lain: ”Seandainya kamu melihat bagaimana aku memukul dia dan menghinakannya!”

Orang ini sudah begitu lupa dengan kejelekan dosa sehingga malah senang tatkala dapat melampiaskan keinginan-nya yang terlarang. Dan perasaan senang terhadap suatu kemaksiatan menunjukkan adanya keinginan untuk melakukannya, sekaligus menunjukkan ketidaktahuannya dengan Dzat yang ia maksiati, buruknya akibat dan besarnya bahaya kemaksiatan. Rasa senang dengan dosa telah menutupi semua itu, dan senang dengan suatu dosa lebih berbahaya daripada dosa itu sendiri. Sebab. orang yang berbuat suatu dosa namun sebenarnya tidak senang dengan perbuatan itu maka ia akan segera menghentikannya. Sedangkan rasa senang dengan dosa akan menimbulkan keinginan untuk terus melakukannya.

Jika kealpaan dan kelalaian semacam ini telah begitu parah maka akan menyeretnya untuk melakukan dosa tersebut secara terus menerus, merasa tenang dengan perbuatan salah dan bertekad untuk terus melakukannya. Dan ini adalah jenis lain dari dosa yang jauh lebih berbahaya daripada dosa yang ia lakukan sebelumnya.

Meremehkan “tutup dosa” dan kesantunan Alloh ‘Azza wa Jalla
Yaitu ketika pelaku dosa kecil terbuai dengan kemurahan Alloh ‘Azza wa Jalla dalam menutupi dosa. Ia tidak sadar bahwa itu adalah penangguhan dari Alloh ‘Azza wa Jalla untuk-nya. Bahkan ia menyangka bahwa Alloh ‘Azza wa Jalla sangat mengasihinya dan memberi perlakuan lain kepadanya, sebagaimana yang Alloh ‘Azza wa Jalla kabarkan kepada kita tentang para pemuka agama kaum Yahudi yang berkata: “Kami adalah anak-anak Alloh dan kekasihnya.” Juga firman Alloh ‘Azza wa Jalla, yang artinya: “Dan mereka mengatakan pada diri mereka sendiri: “Mengapa Alloh tidak menyiksa kita disebabkan apa yang kita katakan itu” Cukuplah bagi mereka neraka Jahannam yang akan mereka masuki. Dan neraka itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.” (QS: Al-Mujadilah: 8)

Membongkar dan menceritakan dosa yang telah ditutupi oleh Alloh ‘Azza wa Jalla
Seseorang yang melakukan dosa kecil dan telah ditutupi oleh Alloh ‘Azza wa Jalla namun ia sendiri malah kemudian menampakkan dan menceritakannya maka dosa kecil itu justru menjadi berlipat karena telah tergabung beberapa dosa. Ia telah mengundang orang untuk mendengarkan dosa yang ia kerjakan, dan bisa jadi akan memancing orang yang mendengar untuk ikut melakukannya. Maka dosa yang tadinya kecil dengan sebab ini bisa berubah menjadi lebih besar.

Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam telah bersabda, yang artinya: “Seluruh umatku akan dimaafkan kecuali orang yang terang-terangan dalam dosa (al mujahirun), termasuk terang-terangan dalam dosa ialah seorang hamba yang melakukan dosa dimalam hari lalu Alloh menutupinya ketika pagi, namun ia berkata: ”Wahai fulan aku tadi malam telah melakukan perbuatan begini dan begini!” (HR: Muslim, kitabuz zuhd)

Jika pelakunya adalah orang alim yang jadi panutan atau dikenal keshalihannya
Yang demikian apabila ia melakukan dosa itu dengan sengaja, disertai kesombongan atau dengan mempertentangkan antara nash yang satu dengan yang lain maka dosa kecilnya bisa berubah menjadi besar. Tetapi lain halnya jika melakukannya karena kesalahan dalam ijtihad, marah atau yang semisalnya maka tentunya itu dimaafkan.

(Sumber Rujukan: Al-’Ibadat Al-Qalbiyah, Dr. Muhammad bin Hasan bin Uqail Musa Asy-Syarif)

_____________
mdiamuslim.tk

27 September, 2006

Peka Jiwa dengan Menangis

Penulis : Naufan Dzaky


Manusia jika telah diliputi nafsu, maka penglihatan, pendengaran, akal, dan hatinya tidak lagi berfungsi. Karena ia menjadi pengikut syahwat yang banyak melakukan dosa. Jalan pertama syahwat dari mata yang sulit ditundukkan. "Kehidupan dunia dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir, dan mereka memandang hina orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa itu lebih mulia daripada mereka di hari kiamat. Dan Allah memberi rezeki kepada orang-orang yang dikehendakiNya tanpa batas." (QS. Al-Baqarah : 212).

Syahwat ini tidak hanya kecenderungan hati pada lawan jenis, tapi juga pada yang dipunyai orang lain. Mengenai hal ini, Umar RA berkata, "Janganlah kamu berlebihan dalam makan dan minum (kekenyangan), karena yang demikian itu dapat merusak badan, menimbulkan penyakit, dan menjadikan kamu malas melaksanakan shalat. Makan dan minumlah secukupnya karena yang demikian itu dapat memperbaiki tubuh dan menjauhkan diri dari perbuatan israf. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang pandai yang terlalu gemuk. Seseorang itu tidak akan binasa kecuali apabila syahwatnya telah mengalahkan agamanya." (Riwayat Alaudin dalam kitab Kanzul Ummat).

Suatu hal yang harus menjadi perhatian kita, bahwa sebagian kaum muslimin meremehkan dosa. Sehingga tidak segan melakukan kemaksiatan dengan segala jenis dosa, baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan. Az-Zahid, Bilal bin Sa'ad RA berkata, "Janganlah kamu melihat kepada kecilnya kesalahan, tetapi lihatlah kepada Mahabesarnya yang kamu tentang."

Meremehkan dosa menjadikan hati menjadi kotor dan keras sehingga menutupi hidayah dan petunjuk Allah. Sebagaimana Abu Hurairah RA meriwayatkan dari Rasulullah SAW yang bersabda, "Sesungguhnya orang mukmin apabila berbuat dosa, terdapat noda hitam di hatinya. Bila ia bertaubat, meninggalkannya dan istighfar, maka hatinya menjadi cemerlang kembali. Tetapi bila ia menambah dosanya, maka bertambah pula noda hitam tersebut. Itulah "kotoran" yang disebutkan Allah SWT dalam kitabNya, Sesekali tidak! Sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka."

Dikarenakan hatinya "ditutup", maka ia tidak lagi peka terhadap keimanan. Seperti halnya menangis. Kita mendapati para sahabat bisa menangis dalam setiap shalatnya. "Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu." (QS. Al-Israa : 109).

Inilah yang menjadikan bukti adanya kenikmatan jika menangis dalam shalat fardhu atau shalat sunnat. Biasanya kita hanya bisa menangis jika ditimpa musibah atau ketika diliputi kebingungan seperti memutuskan sekolah, kerja, dan memilih siapa calon pasangan hidup kita. Sebuah kepekaan hati yang berbentuk tangisan ketika shalat bisa menjadi ukuran sehat tidaknya keimanan seseorang. Tidak hanya dalam shalat tapi juga ketika mendengar atau membaca Al-Qur'an.

Salah satu cara untuk menyentuh kembali keimanan kita yaitu dengan taubat. Karena taubat yang sebenar-benarnya akan melunturkan karat dosa. Ad-Darimi dari Umran bin Husain meriwayatkan kisah seorang wanita bernama Juhainah yang mendatangi Rasulullah SAW dalam keadaan hamil akibat berzina. "Wahai Rasulullah, aku telah melakukan kesalahan, maka jatuhkan hukuman kepadaku." Rasulullah SAW kemudian memanggil wali wanita itu dan berpesan, "Temuilah dia dan perlakukanlah dengan baik. Jika ia telah melahirkan anaknya, bawalah ia ke sini." Kemudian wanita itu menjalankan perintah Rasulullah SAW sampai tibanya hukuman rajam. Usai dirajam Rasulullah SAW menshalatkannya. Namun tindakan itu diprotes oleh Umar RA, "Ya Rasulullah, mengapa engkau melakukan shalat atas wanita itu, padahal ia telah melakukan zina?" Rasulullah SAW menjawab, "Wanita itu telah bertobat dengan sempurna, jika ia dibagi-bagikan pahala taubatnya kepada seluruh rakyat Madinah, maka akan mencukupinya; maka apakah engkau menemukan tindakan yang lebih baik daripada tindakan menyerahkan diri kepada Allah SWT?"

Selain dengan bertaubat, kita pun harus mempelajari Islam berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Karena memang dengan pengajaran dari kedua sumber tersebut hati menjadi peka terhadap ukhrawi dan membimbing kepada jalan yang benar. "Dia lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayatNya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan al-kitab dan al-hikmah. Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata." (QS. Al-Jumuah : 2).

Memang ada kalanya kita menjadi lalai kembali setelah menyatakan taubat. Karenanya kita perlu merancang dan melaksanakan agenda harian seperti shalat berjama'ah dan tepat waktu. Membiasakan berinfaq, baik dalam keadaan lapang maupun sempit. Berusaha menghidupkan malam dengan shalat tahajud, shaum, berdo'a, dan berdzikir serta melakukan ibadah-ibadah lainnya.

Ada satu do'a pendek yang bisa kita hafalkan dalam Al-Quran surat Ali-Imran ayat 16, "Rabbana innana amanna faghfirlana dzunubana waqina 'adza bannar — Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah kami dari siksa neraka." Dan mudah-mudahan apa yang kita usahakan dapat meraih kembali keimanan dan kepekaan jiwa. "Maka hendaklah mereka tertawa sedikit dan menangis banyak, sebagai pembalaasan dari apa yang mereka kerjakan." (QS. At-Thaubah : 82).

Wallahu a'lam.
sumber :
kotasantri.com

25 September, 2006

13 WASIAT RABBANI (Pesan Moral Untuk Perbaikan Ummat)

Pendahuluan

Al-Qur'an diturunkan oleh Allah subhanahu wata'ala dengan memuat
berbagai manfaat dan fungsi yang sangat besar bagi manusia. Di antaranya
adalah sebagai syifa' (obat) baik untuk penyakit badan maupun penyakit
hati, ia juga merupa-kan Nur (cahaya) yang menerangi langkah hidup manusia.
Al-Qur'an merupakan Hudan dan Furqan (petunjuk dan pembeda) yang
menunjukkan ke jalan yang lurus serta membedakan antara yang hak dan yang
batil dan masih banyak lagi nama-nama lain dari Al-Qur'an yang
masing-masing menunjukkan fungsinya.

Sebagai umat Islam, kita selayak-nya dapat mengambil dan memetik
manfaat yang melimpah ruah ini, yaitu dengan cara mempelajarinya,
merenungkan, dan memikirkan kandungan-nya, serta mengamalkan apa yang menjadi
tuntutannya. Karena dengan itu kita akan mendapatkan kehidupan yang baik di
dunia sebagaimana dijanjikan Allah subhanahu wata'ala dan di akhirat
kelak kita termasuk orang-orang yang beruntung.

Salah satu pengajaran tertinggi dari Al-Qur'an adalah seperti termuat
di dalam surat Al-Israa' dari ayat 23 hingga 39. Andaikan orang mau
mengamalkan apa yang terdapat di dalamnya, tentu sudah cukup untuk menata
setiap pribadi dan masyarakat, apalagi dengan mengamalkan ayat-ayat yang
lainnya. Inilah di antara sebab yang mendorong kami untuk menyajikan
tema ini.


Di dalam surat Al-Isra' ayat 23-39 ini terdapat pesan atau wasiat Allah
subhanahu wata'ala kepada umat manusia yang mencakup aspek pribadi dan
sosial kemasyarakatan. Kalau kita mau mencermati dan memikirkan isi
ayat-ayat tersebut, maka sungguh akan kita dapati sebuah pengajaran yang
tidak tertandingi sehingga tak ada alasan bagi manusia manapun untuk
berpaling dan lari dari Al-Qur'an lalu mencari sumber pengajaran lain
apalagi yang tidak sejalan dengan Al-Qur'an.

Kita telah sering mendengar ungkapan bahwa yang paling tahu tentang
keadaan suatu benda atau barang adalah pembuatnya. Sehingga jika ada
kerusakan atau untuk mengetahui bagaimana cara merawatnya maka harus
mengikuti petunjuk pabrik atau perusahaan pembuatnya. Demikian pula manusia
adalah ciptaan Allah subhanahu wata'ala, maka yang paling tahu tentang
manusia adalah penciptanya yaitu Allah subhanahu wata'ala. Dia lebih
mengetahui mana yang baik dan buruk untuk manusia, mana yang berbahaya dan
berguna, mana yang merusak dan membangun dan demikian seterusnya.

Maka kinilah saatnya setiap kita untuk kembali kepada Allah subhanahu
wata'ala, kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah. Kita gali kandungan dan
isinya, kita hayati dan fikirkan, lalu kita amalkan dalam kehidupan kita
sehari-hari. Berbagai tatanan hidup yang diletakkan di atas selain tatanan
Islam terbukti telah gagal mengantarkan manusia sebagai umat terbaik,
sedangkan Al-Qur'an telah terbukti menjadikan umat yang mau berpegang
dengannya menjadi manusia-manusia beradab dan bermartabat.

Semoga risalah ini memberikan manfaat bagi penyusun khususnya, para
generasi muda, remaja dan masyarakat muslim pada umumnya.

Wasiat Pertama; Menyembah (Beribadah) Hanya Kepada Allah subhanahu
wata'ala

Firman Allah subhanahu wata'ala, artinya,
"Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain
Dia." (QS. Al-Israa': 23). Ayat ini sekaligus merupakan larangan keras
menyekutukan Allah subhanahu wata'ala dengan sesuatu apa pun, karena
syirik (menyekutukan Allah) merupakan dosa yang tidak diampuni sebelum
pelakunya bertaubat.

Wasiat ke Dua; Berbakti Kepada Dua Orang Tua

Firman Allah subhanahu wata'ala, artinya,
"Dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan
sebaik-baiknya." (QS. Al-Israa': 23)

Di antara bentuk-bentuk berbuat baik (birrul walidain) kepada orang
tua, sebagaimana dalam kelanjutan ayat adalah:

1. Tidak berkata "ah" atau membentak mereka. Allah subhanahu wata'ala
berfirman artinya,
"Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur
lanjut dalam pemeliharaan-mu, maka sekali-kali janganlah kamu
mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka."
(QS. Al-Israa': 23)

2. Berkata yang Baik. Allah subhanahu wata'ala berfirman artinya, "Dan
ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia." (QS. Al-Israa': 23)

3. Merendah terhadap Mereka. Allah subhanahu wata'ala berfirman
artinya, "Dan rendah-kanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh
kesayangan." (QS. Al-Israa': 24)

4. Mendo'akan mereka. Allah subhanahu wata'ala berfirman artinya,
"Dan ucapkanlah,"Wahai Rabbku, kasihilah mereka keduanya, sebagai-mana
mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil". Rabbmu lebih mengetahui
apa yang ada dalam hatimu; jika kamu orang-orang yang baik, maka
sesungguhnya Dia Maha Pengampun bagi orang-orang yang bertaubat." (QS.
Al-Israa': 24-25)

Wasiat ke Tiga; Memberikan Hak Keluarga, Orang Miskin, dan Ibnu Sabil

Allah subhanahu wata'ala berfirman artinya,
"Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada
orang miskin dan orang yang dalam perjalanan." (QS. Al-Israa': 26)

Wasiat ke Empat; Tidak Menghamburkan Harta

Allah subhanahu wata'ala berfirman artinya,
"Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.
Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan
itu adalah sangat ingkar kepada Rabbnya." Dan jika kamu berpaling dari
mereka untuk memperoleh rahmat dari Rabbmu yang kamu harapkan, maka
katakanlah kepada mereka ucapan yang pantas." (QS. Al-Israa': 26-28)

Wasiat ke Lima; Jangan Pelit dan Jangan Boros

Allah subhanahu wata'ala berfirman artinya,
"Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan
janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan
menyesal. Sesungguhnya Rabbmu melapangkan rizki kepada siapa yang Dia
kehendaki dan menyempitkannya; sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha
melihat akan hamba-hambanya." (QS. Al-Israa': 29-30). Maksud menjadikan
tangan terbe-lenggu pada leher adalah kikir atau pelit, sedangkan
terlalu mengulur-kannya adalah boros.

Wasiat ke Enam; Tidak Membunuh Anak

Allah subhanahu wata'ala berfirman artinya,
"Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan.
Kamilah yang akan memberi rizki kepada mereka dan juga kepadamu.
Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar." (QS. Al-Israa': 31)

Wasiat ke Tujuh; Jangan Mendekati Zina

Allah subhanahu wata'ala berfirman, artinya,
"Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk." (QS. Al-Israa': 32)

Wasiat ke Delapan; Tidak Membunuh Jiwa yang Diharamkan

Allah subhanahu wata'ala berfirman artinya,
"Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuh-nya),
melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barangsiapa dibunuh
secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli
warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam
membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan". (QS.
Al-Israa': 33)

Wasiat ke Sembilan; Tidak Memakan Harta Anak Yatim

Allah subhanahu wata'ala berfirman artinya,
"Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara
yang lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa." (QS. Al-Israa': 34)

Wasiat ke Sepuluh; Memenuhi Janji

Allah subhanahu wata'ala berfirman artinya,
"Dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta
pertanggungan jawabnya." (QS. Al-Israa': 34)

Wasiat ke Sebelas; Memenuhi Takaran dan Timbangan

Allah subhanahu wata'ala berfirman artinya,
"Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan
neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya." (QS. Al-Israa': 35)

Wasiat ke Dua Belas; Tidak Mengikuti Apa yang Tidak Diketahui

Allah subhanahu wata'ala berfirman artinya,
"Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya. sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya
itu akan diminta pertanggunganjawabnya." (QS. Al-Israa': 36)

Wasiat ke Tiga Belas; Tidak Sombong

Allah subhanahu wata'ala berfirman artinya,
"Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena
sesung-guhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali
kamu tidak akan sampai setinggi gunung. Semua itu kejahatannya amat
dibenci di sisi Rabbmu." (QS. Al-Israa': 37-38)

Seluruh wasiat yang tersebut di atas merupakan hikmah yang sangat
agung, maka siapa saja yang mengam-bilnya berarti telah mengambil bagian
yang sangat besar. Allah subhanahu wata'ala berfirman artinya, "Itulah
sebagian hikmah yang diwahyukan Rabb kepadamu. Dan janganlah kamu
mengadakan ilah yang lain di samping Allah, yang menyebab-kan kamu dilemparkan
ke dalam neraka dalam keadaan tercela lagi dijauhkan (dari rahmat
Allah)." (QS. Al-Israa': 39) (Kholif Abu Ahmad)

Netter Al-Sofwa yang dimuliakan Allah Ta'ala, Menyampaikan Kebenaran
adalah kewajiban setiap Muslim. Kesempatan kita saat ini untuk berdakwah
adalah dengan menyampaikan Artikel ini kepada saudara-saudara kita yang
belum mengetahuinya.
Semoga Allah Ta'ala Membalas 'Amal Ibadah Kita. Aamiin

sumber :
website: www.alsofwah.or.id

23 September, 2006

Selamat menjalankan ibadah puasa

untuk jadwal imsyakiyah ramadhan Rizal ada ketemu situs :
http://www.pkpu.or.id/imsyak/
Disitus ini ada jadwal dari berbagai kota.....bisa dipilih..

moga manfaat...
_______________________________________________________________________

Marhaban ya Ramadhon

Tiada kata seindah Dzikir, tiada hari semulia Ramadhon, mungkin lisan yang tak terjaga, janji yang terabaikan, perbuatan yang menyinggung perasaan, izinkanlah aku merapatkan jari tanganku
mengaturkan maaf atas segala kata dan perbuatan yang khilaf.



Marhaban ya ramadhan
Aamin ya robbal alamin

Dari : Syahrizal Pulungan
Kisaran kab.Asahan Propinsi Sumatera Utara


22 September, 2006

Tiga Ibadah Penting Dalam Bulan Ramadhan

Alhamdulillah, kita bersyukur kepada Allah subhanahu wa ta'ala yang
senantiasa memberikan banyak kenikmatan, sehingga tidak terhitung nilai
dan jumlahnya. Nikmat tersebut dicurahkan siang dan malam kepada kita.
Semoga Allah subhanahu wa ta'ala menjadikan kita termasuk
hamba-hambaNya
yang senang bersyukur kepadaNya. Yaitu dengan meningkatkan taqwa dan
taqarrub kepadaNya.

Dengan dekatnya bulan Ramadhan, kami ingin mengingatkan diri kami
sendiri, dan juga kepada kaum Muslimin, bahwa pada bulan yang penuh
barakah ini mengandung tiga jenis ibadah yang agung, yaitu zakat, puasa
dan tarawih.

Alhamdulillah, kita bersyukur kepada Allah subhanahu wa ta'ala yang
senantiasa memberikan banyak kenikmatan, sehingga tidak terhitung nilai
dan jumlahnya. Nikmat tersebut dicurahkan siang dan malam kepada kita.
Semoga Allah subhanahu wa ta'ala menjadikan kita termasuk
hamba-hambaNya
yang senang bersyukur kepadaNya. Yaitu dengan meningkatkan taqwa dan
taqarrub kepadaNya.

Dengan dekatnya bulan Ramadhan, kami ingin mengingatkan diri kami
sendiri, dan juga kepada kaum Muslimin, bahwa pada bulan yang penuh
barakah ini mengandung tiga jenis ibadah yang agung, yaitu zakat, puasa
dan tarawih.

1.ZAKAT

Tentang zakat, alhmadulillah banyak kaum Muslimin yang melaksanakannya
pada bulan ini. Syari'at zakat merupakan bagian dari ibadah. Juga
merupakan salah satu kewajiban dalam Islam. Dengan menunaikan zakat,
berarti kita telah bertaqarrub, mendekatkan diri kepada Allah, dan
telah
melaksanakan salah satu rukun Islam. Zakat yang dikeluarkan itu,
bukanlah beban yang akan menyebabkan kita miskin, sebagaimana
kekhawatiran yang dibisikkan setan kepada orang yang lemah imannya.
Tetapi, justru membayar zakat akan menambah harta seseorang. Allah
subhanahu wa ta'ala berfirman :

Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan
menyuruh
kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjadikan untukmu ampunan
daripada-Nya dan karunia[170]. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi
Maha Mengatahui.(Q.S. Al Baqarah : 268)

[170]. Balasan yang lebih baik dari apa yang dikerjakan sewaktu di
dunia.

Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan
hartanya di jalan Allah[166] adalah serupa dengan sebutir benih yang
menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah
melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah
Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. .(Q.S. Al Baqarah : 261)

[166]. Pengertian menafkahkan harta di jalan Allah meliputi belanja
untuk kepentingan jihad, pembangunan perguruan, rumah sakit, usaha
penyelidikan ilmiah dan lain-lain.

Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari
keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun
yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka
kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak
menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat
apa yang kamu perbuat. (Q.S. Al Baqarah : 265)


Dalam membayarkan zakat, hendaklah kita tunaikan dengan penuh amanah.
Kita keluarkan zakat dari benda-benda yang wajib dizakati, sedikit atau
banyak. Kita hitung dengan teliti, sehingga barang yang sudah dizakati,
sedikitpun tidak terabaikan. Karena tujuan menunaikan zakat adalah
untuk
membebaskan diri dari tanggungan kewajiban, dan menyelamatkan diri dari
ancaman yang amat dahsyat. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:

Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah
berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu
baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka.
Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di
hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di
langit
dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S. Alli
Imran : 180)

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar dari
orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan
harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia)
dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan
tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada
mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, pada hari
dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya
dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada
mereka:
"Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka
rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu." (Q.S. Ali
Imran : 34-35)

Tentang ayat yang pertama, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wassalam
bersabda: "Orang yang dianugerahi harta oleh Allah subhanahu wa ta'ala,
kemudian dia tidak menunaikan zakatnya, maka pada hari Kiamat harta itu
dijelmakan ke wujud seekor ular yang sangat berbisa, memiliki dua
taring
lalu dia menerkam dengan dua rahangnya seraya berkata: 'Aku adalah
hartamu, aku adalah simpananmu' ".

Sedangkan tentang ayat yang kedua, telah dijelaskan oleh Rasulullah
shallallaahu 'alaihi wassalam: "Tidak ada seorangpun pemilik emas dan
perak yang tidak menunaikan zakatnya, kecuali nanti pada hari kiamat
dia
akan dibuatkan lempengan-lempengan dari api, kemudian dipanaskan di
atas
api. Lempengan itu digunakan untuk menyeterika bagian samping tubuh,
kening dan punggungnya. Tatkala lempengan itu mulai mendingin, akan
dikembalikan (untuk dipanaskan lagi). (Kejadian ini) berlangsung selama
lima puluh ribu tahun, sampai semua hamba selesai diadili. Lalu dia
akan
melihat jalan, mungkin surga atau mungkin neraka"

Setelah menyimak nash-nash di atas, semestinya kita takut dengan
ancaman-ancaman tersebut. Tunaikanlah zakat dengan penuh amanah, dan
berikanlah kepada yang berhak menerimanya, tidak asal mengerjakan.
Harta
zakat jangan digunakan untuk kepentingan yang lalin. Kita berharap,
semoga zakat yang kita bayarkan diterima Allah subhanahu wa ta'ala.

2.PUASA

Adapun jenis ibadah kedua yang ada pada bulan ini, yaitu puasa
Ramadhan. Ibadah ini juga merupakan salah satu rukun Islam. Manfaat puasa telah
dijelaskan oleh Allah subhanahu wa ta'ala dalam Al Qur'an surat Al
Baqarah:183, yaitu agar ktia menjadi orang yang bertaqwa.

Itulah hakikah tujuan puasa, yaitu agar kita menjadi orang yang
bertaqwa lepada Allah subhanahu wata'la. Yakni dengan menjalankan
perintah-perintahNya dan menjauhi laranganNya. Maka seorang muslim semestinya
melaksanakan yang telah menjadi kewajibannya. Dalam menjalankan puasa,
seorang muslim juga dituntut untuk menjauhi hal-hal yang diharamkan, seperti
berkata dusta, ghibah(menggunjing) dan lanilla. Rasulullah shallallaahu
'alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa yang tidak meninggalkan
percatan dan perbuatan dusta, maka Allah tidak butuh pada puasanya" (HR
Bukhari - Muslim)

Hadits ini menunjukkan, orang yang berpuasa, sangat ditekankan untuk
meninggalkan perbuatan-perbuatan yang diharamkan ini. Mengana? Karena
sangat berpengaruh terhadap puasa yang sedang dijalankan.

Namun amat disesalkan, banyak kaum Muslimin ketika menjalankan ibadah
puasa pada bulan ini, keadaannya tidak berbeda antara saat berpuasa dan
tidak puasa. Ada di antaranya yang tetap saja menganggap remeh
kewajiban-kewajiban, atau tetap saja melakukan perbuatan-perbuatan yang
diharamkan. Sungguh sangat disesalkan. Seorang mukmin yang berakal, ia tidak
akan menjadikan hari-hari puasanya sama dengan hari-hari yang lain. Pada
saat berpuasa, ia akan lebih bertaqwa kepada Allah, dan lebih
bersemangat menjalankan perintahNya.

Semoga Allah subhanahu wa ta'ala menjadikan kita termasuk orang-orang
yang menjalankan ibadah puasa dengan benar, dan semoga puasa yang kita
lakukan diterima Allah subhanahu wa ta'ala.

3.SHALAT TARAWIH

Jenis ibadah yang ketiga dalam bulan Ramadhan, yaitu ibadah shalat
tarawih. Rasulullah shallallaahu 'alaihi wassalam sangat menganjurkan
ibadah ini. Beliau shallallaahu 'alaihi wassalam menyampaikan dalam
sabdanya: " Orang yang melaksanakan qiyam ramadhan (shalat tarawih) karena iman
dan ingin mendapatkan balasan, maka dia akan diampuni dari dosanya "
(HR Bukhari - Muslim)

Qiyam Ramadhan ini juga mencakup shalat-shalat sunat pada malam-malam
Ramadhan dan shalat tarawih. Oleh karena itu, seharusnya kita
memperhatikan dan senantiasa menjaganya. Kita laksanakan dengan penuh antusias
bersama imam (masjid), dan tidak meninggalkan imam. Demikian ini karena
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasslam telah bersabda:

" Barangsiapa shalat bersama imam sampai imam itu selesai, maka
dituliskan baginya shalat satu malam "

Adapun kepada para imam yang menjadi imam dalam shalat tarawih,
hendaknya bertakwa kepada Allah subhanahu wa ta'ala dalam menjalankannya.
Seorang imam hendaklah tetap menjaga thuma'ninah dan dengan tenang,
sehingga para makmum memiliki kesempatan untuk menjalankan hal-hal yang
diwajibkan atau disunnahkan, sesuai dengan kemampuannya.

Sungguh pada masa sekarang ini, kita melihat fenomena yang amat
menyedihkan. Ada di antara para imam yang melaksanakan shalat tarawih secara
cepat, sehingga meninggalkan thuma'ninah. Padahal thuma'ninah merupakan
salah satu rukun shalat. Pelaksanaan ibadah shalat yang tidak
memperhatikan thuma'ninah adalah haram. Hal ini disebabkan: Pertama, karena ia
meninggalkan thuma'ninah. Kedua, meskipun tidak sampai meninggalkan
thuma'ninah, akan tetapi perbuatan imam tersebut telah menyebabkan
orang-orang yang makmum kepadanya merasa kelelahan, dan tidak bisa melaksanakan
yang seharusnya mereka lakukan. Dan perlu diketahui,orang yang menjadi
imam dalam shalat, tidaklah sama dengan shalat sendirian. Seorang imam
wajib memperhatikan para makmumnya, menunaikan amanah yang ada di
pundaknya, serta melaksanakan shalat sebagaimana mestinya.

Para ulama menyebutkan, seorang imam dimakruhkan untuk mempercepat
shalat, sehingga menyebabkan makmum tidak bisa melaksanakan hal-hal yang
disunatkan. Lalu bagaimana kalau sang imam mempercepat shalatnya,
sehingga para makmum tidak bisa melaksanakan hal-hal yang diwajibkan?

Terakhir, kami nasehatkan kepada diri kami sendiri, juga kepada kaum
muslimin, hendaklah kita bertaubat dan kembali ke jalan Allah subhanahu
wa ta'ala, melaksanakan ketaatan-ketaatan kepada Allah subhanahu wa
ta'ala sesuai dengan kemampuan, baik pada bulan Ramadhan maupun di luar
Ramadhan.



Dikutip dari Majalah As-Sunnah Edisi 06/TahunX/1427H/2006M

21 September, 2006

Ramadhan, Tamu Agung Yang Dinanti

"Memang, kewajiban shaum ini terdapat beberapa kelonggaran untuk tidak menunaikannya bagi orang-orang tertentu dan menggantinya dengan qadha dan fidyah. Terdapat tiga kelompok yang diberi keringanan untuk berbuka atau tidak melaksanakan shaum Ramadhan ini. "

Tak terasa, tinggal beberapa saat lagi kita berjumpa kembali dengan Bulan Ramadhan. Sungguh berbahagia tiada terkira tentunya bagi kita yang masih diberi kesempatan umur, kesehatan dan kemampuan taat untuk menunaikan ibadah shaum Ramadhan tahun ini.

Bagaimana tidak bahagia, keutamaan shaum Ramadhan memang sudah seharusnya memicu kaum muslimin untuk melaksanakannya dengan seoptimal mungkin. Beberapa hadits Nabi saw mengungkap keutamaan salah satu syariat tertua ini : “Barang siapa shaum Ramadhan dengan dasar iman dan mengharap ridho Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR Bukhari).


“Dan yang jiwanya di dalam kekuasaannya, bau mulut yang sedang shaum itu lebih wangi di sisi Allah SWT dibanding kesturi, ia meninggalkan makan, minum serta syahwatnya karena Aku, maka shaum adalah untuk-Ku.” (HR Bukhari).


Selain itu, siapa yang tidak tergiur dengan tawaran surga dari Allah bagi para ahli shaum. Dalam sebuah haditsnya, Nabi saw menyatakan : Sesungguhnya di surga itu ada sebuah pintu yang dinamai Royyan, ahli shaum akan memasukinya melalui pintu itu pada hari kiamat, tidak seorang pun selain mereka memasuki melalui pintu itu. “ (HR Bukhari).


Kendati demikian kenyataannya masih banyak orang yang mengaku Islam namun masih belum tertarik dengan berbagai keutamaan shaum Ramadhan ini. Padahal bila ditelisik lebih jauh betapa besar dosanya bagi kaum muslimin yang enggan menunaikan shaum tanpa alasan yang disyariatkan.

Memang, kewajiban shaum ini terdapat beberapa kelonggaran untuk tidak menunaikannya bagi orang-orang tertentu dan menggantinya dengan qadha dan fidyah. Terdapat tiga kelompok yang diberi keringanan untuk berbuka atau tidak melaksanakan shaum Ramadhan ini.


Pertama, boleh berbuka dan Wajib Qadha bagi orang-orang yang sedang dalam perjalanan (safar) dan orang sakit yang ada harapan untuk sembuh. Hal ini seperti terungkap dalam Firman Allah SWT dalam surat Al Baqarah ayat 185). “Barangsiapa diantaramu sakit atau bepergian (lalu meninggalkan shaumnya, maka wajib shaum) sebanyak hari itu pada hari-hari yang lain.”


Kedua, boleh berbuka dan wajib fidyah. Hal ini berlaku bagi laki-laki atau wanita lanjut usia, wanita hamil, dan yang sedang menyusui. Sebagai pengganti, mereka diwajibkan untuk memberikan fidyah kepada fakir miskin. “Rukhsah bagi laki-laki maupun wanita yang lanjut usia – walaupun mereka sanggup shaum – untuk berbuka dan memberi makan untuk setiap harinya seorang yang miskin. Demikian pula yang hamil dan yang menyusui jika mereka khawatir terhadap anaknya, boleh berbuka dan memberi makan.” (HR Abu Daud).


Ketiga, Wajib berbuka dan Wajib Qadha. Rukhsah ini berlaku bagi wanita yang sedang haidh atau nifas. Bagi mereka haram melaksanakan shaum namun wajib menggantinya dengan qadha. “Kami mendapat haid pada zaman Rasulullah saw. Kemudian setelah bersih, maka beliau menyuruh kami mengqadha shaum dan tidak menyuruh kami mengqadha shalat.” (HR An-Nasai).


Melihat penjelasan di atas, tentu semakin jelas bahwa tidak ada alasan bagi selain ketiga kelompok tadi untuk meninggalkan shaum Ramadhan. Bahkan kendati hanya tidak shaum sehari, namun bila tidak ada alasan yang sesuai syar'i maka dia tidak bisa menggantinya, walaupun dengan shaum setahun penuh. Nabi Muhammad saw pernah mengingatkan hal ini dalam sebuah haditsnya : “Barang siapa yang batal satu hari dari Ramadhan tanpa rukhsah (kelonggaran) dan tidak sakit, maka tidak bisa diganti oleh shaum (meski) setahun penuh, walaupun ia melakukannya.” (HR Abu Daud dan An-Nasai).


Beribadah shaum juga tidak cukup hanya dengan menahan diri dari makan dan minum serta berhubungan suami istri di siang hari, namun juga dituntut untuk menjaga lisan dari perkataan kotor dan berbuat dosa . Hal itu agar ibadah yang kita lakukan terhindar dari kesia-siaan, karena Nabi saw pernah bersabda : “Barang siapa yang tidak meninggalkan omongan kotor atau perbuatan dosa, maka tidak ada gunanya di (hadapan) Allah ia meninggalkan lapar dan dahaganya. “ (HR Bukhari).


Oleh karena itu tentunya alangkah baiknya jika kita bersegera untuk mempersiapkan shaum Ramadhan ini dengan seoptimal mungkin, dengan didasari tekad yang kuat, diiringi ilmu yang sesuai dengan Al Quran dan sunnah Nabi saw untuk beramal dan beribadah, serta target yang jelas Ramadhan tahun ini. Hal itu agar kita tidak termasuk kaum yang melaksanakan shaum namun tidak mendapatkan apa-apa selain haus dan lapar. “Betapa banyak orang yang shaum, ia tidak mendapatkan apa-apa dari shaumnya itu selain haus dan lapar dan betapa banyak orang yang shalat (tarawih) tidak mendapatkan apa-apa dari shalatnya itu kecuali kantuk.” (HR Ad Darimi dan Ibnu Majah). Wallahu'alam bissawab. (Indra KH)***

sumber :cybermq.com

19 September, 2006

Iri Dan Dengki....., Kenali Kemudian Jauhi !!!



Sebagian manusia tidak mampu mengelakkan dirinya dari sifat iri dan dengki. Dengki kepada rekan yang baru naik jabatan, dengki kepada tetangga yang punya mobil mewah, dengki kepada saudara yang anaknya sarjana dan dengki kepada seorang ustadz yang memiliki murid yang pintar dan lain sebagainya.

Dan sungguh tidak bisa dibayangkan, ketika abad globalisasi dan keterbukaan yang telah mulai membuka pintunya akan semakin memberikan peluang untuk membuka 'kran hati' untuk saling mendengki. Karena ukuran globalisasi identik dengan materi. Orang pun semakin tak bisa mengendalikan hati.

Rasa dengki dan iri baru tumbuh manakala orang lain menerima nikmat. Biasanya jika seseorang mendapatkan nikmat, maka akan ada dua sikap pada manusia. Pertama, ia benci terhadap nikmat yang diterima kawannya dan senang bila nikmat itu hilang daripadanya. Sikap inilah yang disebut hasud, dengki dan iri hati. Kedua, ia tidak menginginkan nikmat itu hilang dari kawannya, tapi ia berusaha keras bagaimana mendapatkan nikmat semacam itu. Sikap kedua ini dinamakan ghibthah (keinginan). Yang pertama itulah yang dilarang sedang yang kedua diperbolehkan.


Beberapa Kisah Al Qur'an tentang Orang-orang yang Dengki

Dalam bahasa sarkasme, orang pendengki adalah orang yang senang melihat orang lain dilanda bencana, dan itu disebut syamatah. Syamatah dengan hasad selalu berkait dan berkelindan. Dari sini kita tahu, betapa jahat seorang pendengki, ia tidak rela melihat orang lain bahagia, sebaliknya ia bersuka cita melihat orang lain bergelimang lara. Allah Ta'ala menggambarkan sikap dengki ini dalam firmanNya, yang artinya: "Bila kamu memperoleh kebaikan, maka hal itu menyedihkan mereka, dan kalau kamu ditimpa kesusahan maka mereka girang karenanya." (QS. Ali Imran: 120)

Dengki juga merupakan sikap orang-orang ahli Kitab. Allah Ta'ala berfirman, yang artinya: "Kebanyakan orang-orang ahli Kitab menginginkan supaya mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, disebabkan karena kedengkian (hasad) yang ada dalam jiwa mereka." (QS. Al Baqarah: 109)

Kedengkian saudara-saudara Yusuf kepada dirinya mengakibatkan sebagian dari mereka ingin menghabisi nyawa saudaranya sendiri, Yusuf 'Alaihis Salam. Allah Ta'ala mengisahkan dalam firmanNya, yang artinya: "(Yaitu) ketika mereka berkata: Sesungguhnya Yusuf dan saudara kandungnya (Bunyamin) lebih dicintai ayah kita daripada kita sendiri, padahal kita (ini) adalah satu golongan (yang kuat). Sesungguhnya ayah kita adalah dalam kekeliruan yang nyata. Bunuhlah Yusuf atau buanglah ia ke suatu daerah (yang tak dikenal) supaya perhatian ayahmu tertumpah kepadamu saja dan sesudah itu hendaklah kamu menjadi orang-orang yang baik." (QS. Yusuf: 8 - 9)

Terhadap orang-orang pendengki tersebut Allah Ta'ala dengan keras mencela: "Apakah mereka dengki kepada manusia lantaran karunia yang Allah berikan kepadanya?" (QS. An Nisaa': 54)

Sebab-sebab Dengki

Rasa dengki pada dasarnya tidak timbul kecuali karena kecintaan kepada dunia. Dan dengki biasanya banyak terjadi di antara orang-orang terdekat; antar keluarga, antarteman sejawat, antar tetangga dan orang-orang yang berde-katan lainnya. Sebab rasa dengki itu timbul karena saling berebut pada satu tujuan. Dan itu tak akan terjadi pada orang-orang yang saling berjauhan, karena pada keduanya tidak ada ikatan sama sekali.

Adapun orang yang mencintai akhirat, yang mencintai untuk mengetahui Allah, malaikat-malaikat, nabi-nabi dan kerajaanNya di langit maupun di bumi maka mereka tidak akan dengki kepada orang yang mengetahui hal yang sama. Bahkan sebaliknya, mereka malah mencintai bahkan bergembira terhadap orang-orang yang mengetahuiNya. Karena maksud mereka adalah mengetahui Allah dan mendapatkan kedudukan yang tinggi di sisiNya. Dan karena itu, tidak ada kedengkian di antara mereka.

Kecintaan kepada dunia yang mengakibatkan dengki antarsesama disebabkan oleh banyak hal. Di antaranya karena permusuhan. Ini adalah penyebab kedengkian yang paling parah. Ia tidak suka orang lain menerima nikmat, karena dia adalah musuhnya. Diusahakanlah agar jangan ada kebajikan pada orang tersebut. Bila musuhnya itu mendapat nikmat, hatinya menjadi sakit karena bertentangan dengan tujuannya. Permusuhan itu tidak saja terjadi antara orang yang sama kedudukannya, tetapi juga bisa terjadi antara atasan dan bawahannya. Sehingga sang bawahan misalnya, selalu berusaha menggoyang kekuasaan atasannya.

Sebab kedua adalah ta'azzuz (merasa paling mulia). Ia keberatan bila ada orang lain melebihi dirinya. Ia takut apabila koleganya mendapatkan kekuasaan, pengetahuan atau harta yang bisa mengungguli dirinya.

Sebab ketiga, takabbur atau sombong. Ia memandang remeh orang lain dan karena itu ia ingin agar dipatuhi dan diikuti perintahnya. Ia takut apabila orang lain memperoleh nikmat, berbalik dan tidak mau tunduk kepadanya. Termasuk dalam sebab ini adalah kedengkian orang-orang kafir Quraisy kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang seorang anak yatim tapi kemudian dipilih Allah untuk menerima wahyuNya. Kedengkian mereka itu dilukiskan Allah Ta'ala dalam firmanNya, yang artinya: "Dan mereka berkata: Mengapa Al Qur'an ini tidak diturunkan kepada seorang besar dari salah satu dua negeri (Makkah dan Thaif) ini?" (QS. Az Zukhruf: 31) Maksudnya, orang-orang kafir Quraisy itu tidak keberatan mengikuti Muhammad, andai saja beliau itu keturunan orang besar, tidak dari anak yatim atau orang biasa.

Sebab keempat, merasa ta'ajub dan heran terhadap kehebatan dirinya. Hal ini sebagaimana yang biasa terjadi pada umat-umat terdahulu saat menerima dakwah dari rasul Allah. Mereka heran manusia yang sama dengan dirinya, bahkan yang lebih rendah kedudukan sosialnya, lalu menyandang pangkat kerasulan, karena itu mereka mendengki-nya dan berusaha menghilangkan pangkat kenabian tersebut sehingga mereka berkata: "Adakah Allah mengutus manusia sebagai rasul?" (QS. Al-Mu'minun: 34). Allah Ta'ala menjawab keheranan mereka dengan firmanNya, yang artinya: "Dan apakah kamu (tidak percaya) dan heran bahwa datang kepada kamu peringatan dari Tuhanmu dengan perantaraan seorang laki-laki dari golonganmu agar dia memberi peringatan kepadamu ?" (QS. Al A'raaf: 63)

Sebab kelima, takut mendapat saingan. Bila seseorang menginginkan atau mencintai sesuatu maka ia khawatir kalau mendapat saingan dari orang lain, sehingga tidak terkabullah apa yang ia inginkan. Karena itu setiap kelebihan yang ada pada orang lain selalu ia tutup-tutupi. Bila tidak, dan persaingan terjadi secara sportif, ia takut kalau dirinya tersaingi dan kalah. Dalam hal ini bisa kita misalkan dengan apa yang terjadi antardua wanita yang memperebutkan seorang calon suami, atau sebaliknya. Atau sesama murid di hadapan gurunya, seorang alim dengan alim lainnya untuk mendapatkan pengikut yang lebih banyak dari lainnya, dan sebagainya.

Sebab keenam, ambisi memimpin (hubbur riyasah). Hubbur riyasah dengan hubbul jah (senang pangkat/kedudukan) adalah saling berkaitan. Ia tidak menoleh kepada kelemahan dirinya, seakan-akan dirinya tak ada tolok bandingnya. Jika ada orang di pojok dunia ingin menandingi-nya, tentu itu menyakitkan hatinya, ia akan mendengkinya dan menginginkan lebih baik orang itu mati saja, atau paling tidak hilang pengaruhnya.

Sebab ketujuh, kikir dalam hal kebaikan terhadap sesama hamba Allah. Ia gembira jika disampaikan khabar pada-nya bahwa si fulan tidak berhasil dalam usahanya. Sebaliknya ia merasa sedih jika diberitakan, si fulan berhasil mencapai kesuksesan yang dicarinya. Orang sema-cam ini senang bila orang lain terbelakang dari dirinya, seakan-akan orang lain itu mengambil dari milik dan simpanannya. Ia ingin meskipun nikmat itu tidak jatuh padanya, agar ia tidak jatuh pada orang lain. Ia tidak saja kikir dengan hartanya sendiri, tetapi kikir dengan harta orang lain. Ia tidak rela Allah memberi nikmat kepada orang lain. Dan inilah sebab kedengkian yang banyak terjadi.

Terapi Mengobati Dengki

Hasad atau dengki adalah penyakit hati yang paling berbahaya. Dan hati tidak bisa diobati kecuali dengan ilmu dan amal. Ilmu tentang dengki yaitu hendaknya kita ketahui bahwa hasad itu sangat membahayakan kita, baik dalam hal agama maupun dunia. Dan bahwa kedengkian itu setitikpun tidak membahayakan orang yang didengki, baik dalam hal agama atau dunia, bahkan ia malah memetik manfaat darinya. Dan nikmat itu tidak akan hilang dari orang yang kita dengki hanya karena kedengkian kita. Bahkan seandainya ada orang yang tidak beriman kepada hari Kebangkitan, tentu lebih baik baginya meninggalkan sifat dengki daripada harus menanggung sakit hati yang berkepan-jangan dengan tiada manfaat sama sekali, apatah lagi jika kemudian siksa akhirat yang sangat pedih menanti?

Bahkan kemenangan itu ada pada orang yang didengki, baik untuk agama maupun dunia. Dalam hal agama, orang itu teraniaya oleh Anda, apalagi jika kedengkian itu tercermin dalam kata-kata, umpatan, penyebaran rahasia, kejelekan dan lain sebagainya. Dan balasan itu akan dijumpai di akhirat. Adapun kemenang-annya di dunia adalah musuhmu bergembira karena kesedihan dan kedengkianmu itu.

Adapun amal yang bermanfaat yaitu hendaknya kita melakukan apa yang merupakan lawan dari kedengkian. Misalnya, jika dalam jiwa kita ada iri hati kepada seseorang, hendaknya kita berusaha untuk memuji perbuatan baiknya, jika jiwa ingin sombong, hendaknya kita melawannya dengan rendah hati, jika dalam hati kita terbetik keinginan menahan nikmat pada orang lain maka hendaknya kita berdo'a agar nikmat itu ditambahkan. Dan hendaknya kita teladani perilaku orang-orang salaf yang bila mendengar ada orang iri padanya, maka mereka segera memberi hadiah kepada orang tersebut. Dan sebagai penutup tulisan ini, ada baiknya kita renungkan kata-kata Ibnu Sirin: "Saya tidak pernah mendengki kepada seorangpun dalam urusan dunia, sebab jika dia penduduk Surga, maka bagaimana aku menghasudnya dalam urusan dunia sedangkan dia berjalan menuju Surga. Dan jika dia penduduk Neraka, bagaimana aku menghasud dalam urusan dunianya sementara dia sedang berjalan menuju ke Neraka."

sumber : media Islam tk

16 September, 2006

KEHIDUPAN SEHARI-HARI YANG ISLAMI


Oleh Syaikh Abdullah bin Jaarullah bin Ibrahim Al-Jaarullah

Saudaraku....
Dengan penuh pengharapan bahwa kebahagian dunia dan akhirat yang akan kita dapatkan, maka kami sampaikan risalah yang berisikan pertanyaan-pertanyaan ini kehadapan anda untuk direnungkan dan di jawab dengan perbuatan.

Pertanyaan-pertanyaan ini sengaja kami angkat kehadapan anda dengan harapan yang tulus dan cinta karena Allah Subhanahu wa Ta'ala, supaya kita bisa mengambil mannfaat dan faedah yang banyak darinya, disamping itu sebagai bahan kajian untuk melihat diri kita, sudah sejauh mana dan ada dimana posisinya selama ini.

Saudaraku...
Risalah ini dinukilkan dari buku saku yang sangat bagus dan menawan yaitu Zaad Al-Muslim Al-Yaumi (Bekalan Muslim Sehari-hari) dari hal. 51 - 55, bab Hayatu Yaumi Islami yang diambil dari kitab Al-Wabil Ash-Shoyyib oleh Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah dan diterjemahkan oleh saudara kita Fariq Gasim Anuz semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala membalasnya dengan pahala dan surganya.


Kehidupan Sehari-hari Yang Islami
Apakah anda selalu shalat Fajar berjama'ah di masjid setiap hari .?
Apakah anda selalu menjaga Shalat yang lima waktu di masjid .?
Apakah anda hari ini membaca Al-Qur'an .?
Apakah anda rutin membaca Dzikir setelah selesai melaksanakan Shalat wajib .?
Apakah anda selalu menjaga Shalat sunnah Rawatib sebelum dan sesudah Shalat wajib .?
Apakah anda (hari ini) Khusyu dalam Shalat, menghayati apa yang anda baca .?
Apakah anda (hari ini) mengingat Mati dan Kubur .?
Apakah anda (hari ini) mengingat hari Kiamat, segala peristiwa dan kedahsyatannya .?
Apakah anda telah memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala sebanyak tiga kali, agar memasukkan anda ke dalam Surga .? Maka sesungguhnya barang siapa yang memohon demikian, Surga berkata :"Wahai Allah Subhanahu wa Ta'ala masukkanlah ia ke dalam Surga".
Apakah anda telah meminta perlindungan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala agar diselamatkan dari api neraka sebanyak tiga kali .? Maka sesungguhnya barangsiapa yang berbuat demikian, neraka berkata :"Wahai Allah peliharalah dia dari api neraka". (Berdasarkan hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang artinya :"Barangsiapa yang memohon Surga kepada Allah sebanyak tiga kali, Surga berkata :"Wahai Allah masukkanlah ia ke dalam Surga. Dan barangsiapa yang meminta perlindungan kepada Allah agar diselamatkan dari api neraka sebanyak tiga kali, neraka berkata :"Wahai Allah selamatkanlah ia dari neraka". (Hadits Riwayat Tirmidzi dan di shahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami No. 911. Jilid 6).
Apakah anda (hari ini) membaca hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam .?
Apakah anda pernah berfikir untuk menjauhi teman-teman yang tidak baik .?
Apakah anda telah berusaha untuk menghindari banyak tertawa dan bergurau .?
Apakah anda (hari ini) menangis karena takut kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala .?
Apakah anda selalu membaca Dzikir pagi dan sore hari .?
Apakah anda (hari ini) telah memohon ampunan kepada Allah Subhanahu wa ta'ala atas dosa-dosa (yang engkau perbuat -pen) .?
Apakah anda telah memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan benar untuk mati Syahid .? Karena sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda yang artinya :"Barangsiapa yang memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan benar untuk mati syahid, maka Allah Subhanahu wa Ta'ala akan memberikan kedudukan sebagai syuhada meskipun ia meninggal di atas tempat tidur". (Hadits Riwayat Tirmidzi, Nasa'i, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dalam shahihnya, Al-Hakim dan ia menshahihkannya).
Apakah anda telah berdo'a kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala agar ia menetapkan hati anda atas agama-Nya. ?
Apakah anda telah mengambil kesempatan untuk berdo'a kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala di waktu-waktu yang mustajab .?
Apakah anda telah membeli buku-buku agama Islam untuk memahami agama .? (Tentu dengan memilih buku-buku yang sesuai dengan pemahaman yang dipahami oleh para Shahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, karena banyak juga buku-buku Islam yang tersebar di pasaran justru merusak pemahaman Islam yang benar, pent).
Apakah anda telah memintakan ampunan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk saudara-saudara mukminin dan mukminah .? Karena setiap mendo'akan mereka anda akan mendapat kebajikan pula.
Apakah anda telah memuji Allah Subhanahu wa Ta'ala (dan bersyukur kepada-Nya, pent) atas nikmat Islam .?
Apakah anda telah memuji Allah Subhanahu wa Ta'ala atas nikmat mata, telinga, hati dan segala nikmat lainnya .?
Apakah anda hari-hari ini telah bersedekah kepada fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkannya .?
Apakah anda dapat menahan marah yang disebabkan urusan pribadi, dan berusaha untuk marah karena Allah Subhanahu wa Ta'ala saja .?
Apakah anda telah menjauhi sikap sombong dan membanggakan diri sendiri .?
Apakah anda telah mengunjungi saudara seagama, ikhlas karena Allah Subhanahu wa Ta'ala .?
Apakah anda telah menda'wahi keluarga, saudara-saudara, tetangga, dan siapa saja yang ada hubungannya dengan diri anda .?
Apakah anda termasuk orang yang berbakti kepada orang tua .?
Apakah anda mengucapkan "Innaa Lillahi wa innaa ilaihi raji'uun" jika mendapatkan musibah .?
Apakah anda hari ini mengucapkan do'a ini : " Allahumma inii a'uudubika an usyrika bika wa anaa a'lamu wastagfiruka limaa la'alamu = Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari menyekutukan Engkau sedangkan aku mengetahui, dan aku memohon ampun kepada-Mu terhadap apa-apa yang tidak aku ketahui". Barangsiapa yang mengucapkan yang demikian, Allah Subhanahu wa Ta'ala akan menghilangkan darinya syirik besar dan syirik kecil. (Lihat Shahih Al-Jami' No. 3625).
Apakah anda berbuat baik kepada tetangga .?
Apakah anda telah membersihkan hati dari sombong, riya, hasad, dan dengki .?
Apakah anda telah membersihkan lisan dari dusta, mengumpat, mengadu domba, berdebat kusir dan berbuat serta berkata-kata yang tidak ada manfaatnya .?
Apakah anda takut kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam hal penghasilan, makanan dan minuman, serta pakaian .?
Apakah anda selalu bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan taubat yang sebenar-benarnya di segala waktu atas segala dosa dan kesalahan .?
Saudaraku ..
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di atas dengan perbuatan, agar kita menjadi orang yang beruntung di dunia dan akhirat, inysa Allah.

sumber:yahoo.group assunnah

15 September, 2006

Shadaqah menyembuhkan penyakit

Di antara problematika kehidupan yang banyak dihadapi manusia adalah
ditimpa berbagai macam penyakit, baik jasmani maupun rohani. Dan untuk
mengobati penyakit, beragam ikhtiar dan usaha dilakukan oleh manusia. Ada
di antara manusia yang menyalahi syari'at Islam dalam melakukan
ikhtiar, seperti mendatangi dukun, orang pintar dan paranormal. Namun banyak
juga yang sadar tentang bahaya perdukunan, sehingga mereka pun berusaha
mencari pengobatan dengan cara yang sesuai dengan syari'at Islam,
seperti mendatangi dokter, berbekam, mengonsumsi habbatus sauda' (jinten
hitam) dan madu, atau dengan cara ruqyah syar'iyyah.
Dalam tulisan kali ini akan dibahas tentang salah satu sebab syar'i
untuk memperoleh kesembuhan, simak dan resapilah nasehat Nabi kita
Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, beliau telah bersabda, "Obatilah
orang-orang yang sakit di antara kalian dengan ber-shadaqah." (Hadits ini
dihasankan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Shahih al-Jami')

Cobalah iringi ikhtiar dan usaha yang kita lakukan secara syar'i dalam
mencari kesembuhan dengan bershadaqah dan tanamkanlah niat shadaqah
tersebut di dalam hati kita agar Allah subhanahu wata'ala menyembuhkan
penyakit yang sedang menimpa kita.

Sebab-Sebab Syar'i untuk Memperoleh Kesembuhan

Pertama: Melakukan ikhtiar secara Islami dan jangan melakukan ikhtiar
yang terlarang. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda,
"Sesungguhnya Allah yang menciptakan penyakit dan obatnya, maka
berobatlah kalian tapi jangan berobat dengan cara yang diharamkan" (Hadits ini
dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah)

Kedua: Meyakini dengan sepenuh hati bahwa Allah subhanahu wata'ala
adalah satu-satunya Dzat Yang Maha Menyembuhkan, sedangkan makhluk yang
terlibat proses pengobatan seperti dokter, tabib, obat-obatan dan hal-hal
yang terkait lainnya, itu semua hanyalah sarana menuju kesembuhan, dan
buanglah sejauh mungkin keyakinan-keyakinan dan ungkapan-ungkapan yang
menyimpang dari aqidah tauhid, seperti seseorang mengungkapkan
perkataan setelah memperoleh kesembuhan, "Dokter Fulan memang hebat, obat itu
memang manjur," dan ungkapan-ungkapan keliru lainnya.

Ke tiga: Dekatkan diri dan tingkatkan ketaqwaan kepada Allah subhanahu
wata'ala, serta mohonlah kepada-Nya ampunan atas dosa-dosa yang kita
perbuat, karena salah satu hikmah Allah subhanahu wata'ala menurunkan
penyakit pada diri kita adalah agar kita kembali ke jalan-Nya.

Ke empat: Bertawakkallah kepada-Nya dan berdo'alah selalu kepada Allah
subhanahu wata'ala Dzat Yang Maha Menyembuhkan segala penyakit, agar
penyakit segera diangkat dari diri kita dan janganah bosan untuk berdo'a,
sebab kita tidak tahu kapan Dia menjawab do'a kita. Perhatikan
sebab-sebab terkabulnya do'a serta penuhi syarat-syaratnya.

Ke lima: Bershadaqahlah semampu kita karena Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam menjanjikan kesembuhan melalui shadaqah, dan tepislah
jauh-jauh anggapan bahwa bershadaqah itu mengurangi harta kita, justru
Allah subhanahu wata'ala akan melipatgandakan harta kita. Dan niatkanlah
shadaqah untuk memperoleh kesembuhan dari Allah subhanahu wata'ala.

Ke enam: Yakini dan tanamkan keyakin-an sedalam-dalamnya bahwa Allah
subhanahu wata'ala akan menyembuhkan penyakit kita.

Kisah-Kisah Nyata Orang Sembuh Setelah Bershadaqah

Syaikh Sulaiman Bin Abdul Karim Al-Mufarrij berkata, "Wahai saudaraku
yang sedang sakit, shadaqah yang dimaksudkan dalam hadits ini adalah
shadaqah yang diniatkan untuk memperoleh kesembuhan, boleh jadi anda telah
banyak melakukan shadaqah, tetapi hal itu tidak anda lakukan dengan
niat untuk mendapatkan kesembuhan dari Allah subhanahu wata'ala, oleh
karena itu coba anda lakukan sekarang dan tumbuhkanlah kepercayaan dan
keyakinan bahwa Allah subhanahu wata'ala akan menyembuhkan diri anda.
Isilah perut para fakir miskin hingga kenyang, atau santunilah anak yatim,
atau wakafkanlah harta anda, atau melakukan shadaqah jariah, karena
sesungguhnya shadaqah tersebut dapat mengangkat dan menghilangkan berbagai
macam penyakit dan berbagai macam musibah dan cobaan, dan hal seperti
itu sudah banyak dialami oleh orang-orang yang diberi taufiq dan hidayah
oleh Allah subhanahu wata'ala, sehingga mereka memperoleh obat penawar
yang bersifat rohani (termotivasi oleh keimanan, ketaatan dan keyakinan
pada Allah subhanahu wata'ala) dan itu lebih bermanfaat daripada
sekedar obat-obat biasa. Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, juga
telah melakukan pengobatan dengan metode pengobatan ruhaniyah ilahiyyah
(yaitu pengobatan yang menitikberatkan pada aspek keimanan, ketaatan dan
keyakinan pada Allah subhanahu wata'ala). Demikian juga dengan para
generasi salafus shaleh, mereka juga selalu bershadaqah sesuai kadar sakit
dan derita yang menimpa mereka, dan shadaqah yang mereka keluarkan
adalah harta mereka yang sangat berkualitas. Wahai saudaraku yang sedang
sakit janganlah anda bakhil terhadap diri anda sendiri, sekaranglah
waktunya untuk shadaqah." (Shifatun 'Ilaajiyyah Tuzilu Al-Amraadh bi
Al-Kulliyyah)

Kisah Pertama: Ada seseorang bertanya kepada Abdullah Bin Mubarak
rahimahullah, tentang penyakit di lututnya yang telah diderita semenjak
tujuh tahun. Dia telah melakukan bermacam usaha untuk mengobatinya dan
telah bertanya kepada para dokter, tetapi belum merasakan hasil manfaatnya.
Maka Abdullah Bin Mubarak rahimahullah, berkata kepadanya, "Pergilah
anda mencari sumber air dan galilah sumur di situ karena orang-orang
membutuh-kan air! Aku berharap ada air yang memancar di situ, maka orang
itu pun melakukan apa yang disarankan oleh beliau, lalu dia pun sembuh."
(Kisah ini dikutip dari Shahih At-Targhib)

Kisah Ke dua: Ada seseorang yang diserang penyakit kanker. Dia sudah
keliling dunia untuk mengobati penya-kitnya, tetapi belum memperoleh
kesembuhan. Akhirnya dia pun bershadaqah kepada seorang ibu yang memelihara
anak yatim, maka melalui hal itu Allah subhanahu wata'ala menyembuhkan
dia.

Kisah Ke tiga: Kisah ini langsung diceritakan oleh orang yang
menga-laminya kepada Syaikh Sulaiman Bin Abdul Karim Al-Mufarrij, Dia berkata
kepada beliau, "Saya mem-punyai seorang putri balita yang menderita suatu
penyakit di sekitar tenggorokannya. Saya telah keluar masuk ke beberapa
rumah sakit dan sudah konsultasi dengan banyak dokter, namun tidak ada
hasil apa pun yang dirasakan. Sedangkan penyakit putriku tersebut
semakin memburuk, bahkan untuk menghadapi penyakitnya tersebut,
hampir-hampir saya ini yang jatuh sakit dan perhatian seluruh anggota keluarga
tersita untuk mengurusinya. Dan yang bisa kami lakukan hanya memberikan
obat untuk mengurangi rasa sakitnya saja. Kalaulah bukan karena rahmat
Allah subhanahu wata'ala rasa-rasanya kami sudah putus asa olehnya. Namun
apa yang di angan-angankan itu pun datang dan terkuaklah pintu
kesulitan yang kami alami selama ini. Suatu hari ada seorang yang shalih
menghubungiku lewat telephon lalu menyampaikan hadits Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam, "Obatilah orang-orang yang sakit di antara kalian
dengan bershadaqah." Saya katakan kepada orang shalih tersebut, sungguh
saya sudah banyak bershodaqoh! Lalu kata beliau kepadaku, "Bershadaqahlah
kali ini dengan niat agar Allah subhanahu wata'ala menyembuhkan
putrimu. Mendengar hal itu saya langsung mengeluarkan shadaqah yang sangat
sederhana kepada seseorang yang fakir, namun belum ada perobahan pada
putriku. Lalu hal itu saya sampaikan kepada orang shalih tersebut. Dia pun
mengatakan kepada saya, "Anda adalah orang yang banyak dapat nikmat dan
punya banyak harta. Cobalah engkau bershadaqah dalam jumlah yang lebih
banyak." Setelah mendengar itu, maka saya pun mengisi mobil saya
sepenuh-penuhnya dengan beras, lauk pauk, dan bahan makanan lainnya, lalu
saya bagi-bagikan langsung kepada orang-orang yang membutuh-kannya,
sehingga mereka sangat senang menerimanya. Dan demi Allah (saya bersumpah)
saya tidak akan lupa selama-lamanya, ketika shadaqah tersebut selesai
saya bagi-bagikan, Alhamdulillah putriku yang sedang sakit tersebut sembuh
dengan sempurna. Maka saat itu saya pun menyakini bahwa di antara
sebab-sebab syar'i yang paling utama untuk meraih kesembuhan adalah
shadaqah. Dan sekarang atas berkat karunia dari Allah subhanahu wata'ala
putriku tersebut telah tiga tahun tidak mengalami sakit apa pun, Dan mulai
saat itulah saya banyak-banyak mengeluarkan shodaqoh terutama mewakafkan
harta saya pada hal-hal yang baik, dan (Alhamdulillah) setiap hari saya
merasakan nikmat dan kesehatan pada diri saya sendiri maupun pada
keluarga saya serta saya juga merasakan keberkahan pada harta saya. (Isnen
Azhar)


Netter Al-Sofwa yang dimuliakan Allah Ta'ala, Menyampaikan Kebenaran
adalah kewajiban setiap Muslim. Kesempatan kita saat ini untuk berdakwah
adalah dengan menyampaikan Artikel ini kepada saudara-saudara kita yang
belum mengetahuinya.
Semoga Allah Ta'ala Membalas 'Amal Ibadah Kita. Aamiin

sumber: Alsofwah.or.id

13 September, 2006

Menjemput Ramadhan yang Dirindu

RAMADHAN
Dia menyimpan pesan dan kesan yang begitu agung di dalam hati dan kehidupan kita. Taruhlah dia adalah ibu kita yang selama ini mengurus, membesarkan, mendidik, merawat, sampai membiayai kehidupan kita. Tentu sikap arif yang akan keluar dari kita ialah setidaknya membalas dan memberikan apresiasi setinggi-tingginya atas semua jasa dan pengorbanan yang telah dia berikan.

Rasa cemas, gundah, dan rindu bercampur menjadi satu ketika suatu hari kita merindukan kehadirannya di sisi kita dan membelaikan kecintaannya kepada kita dengan sepenuh hati. Terpukul rasanya hati ini ketika suatu hari kita jauh darinya dan mendapatkan kabar bahwa dia yang selama ini kita cintai dan selama ini mencintai kita meninggal selama-lamanya dan tidak akan kembali lagi.
Mungkin itulah analogi sederhana yang ingin saya katakan menyoal peran dan kedudukan ramadhan bagi kehidupan seorang muslim. Tidak berlebihan bila kita mengatakan bahwa ramadhan adalah ibu kita yang selama ini menyimpan kesan dan peran begitu besar bagi kehidupan kita, terutama bagi kehidupan ruhiyyah seorang muslim. Perannya sebagai salah satu sumber pahala tidak diragukan lagi. Banyak sekali lipatan-lipatan pahala yang akan kita dapatkan darinya dan bukan hanya lipatan saja, kita pun akan mendapatkan gumpalan pahala yang begitu besar, yaitu lailatul qadar.

Tidak salah jika kemudian dengan status dan perannya yang begitu agung, kita merasakan ada sebuah kerinduan yang mendalam untuk bisa berjumpa kembali dengannya, bisa kembali bergaul dengan sentuhan-sentuhan nilai keagungan dan nilai tarbiyahnya, mampu menyerap pesan-pesan yang ia sampaikan lewat shaum, shalat Tarawih, tilawah Al-Qur'an, infak, dan lain-lain.

Ketika dia akan datang bertamu ke rumah kita, tentunya kita pun senang tiada taranya dan akan menyiapkan segala sesuatu, sehingga dia merasa nyaman dan senang dengan keberadaannya di rumah kita, dia merasakan bahwa memang benar kita mencintai dan merindukan kehadirannya di sisi kita, serta dia pun akan senantiasa tersenyum dan riang gembira dengan segala pelayanan yang kita berikan kepadanya.

Terakhir, berat dan sulit dalam hati kita untuk menerimanya ketika dia akan berpisah dengan kita dalam jangka waktu yang lama dan tidak ada jaminan bahwa dia akan bertamu kembali ke rumah kita serta kita pun akan menjamunya dengan sepenuh hati. Dengan ada perasaan seperti ini kita pasti tidak akan menyia-nyiakan keberadaannya di rumah kita dan seoptimal mungkin kita ingin menjadikan dia senang dan betah dengan kunjungannya itu.

Ramadhan, bulan yang agung dan mulia itu sebentar lagi akan hadir menerangi langit kehidupan kita. Benderang cahayanya nampak begitu kemilau dan cerah, tidak ada awan mendung sedikit pun. Mereka yang selama ini diguyur dengan hujan kesusahan, buminya basah dengan maksiat dosa dan sekali-kali ada juga "petir" cobaan dan ujian yang terkadang membuat dia down terjatuh ke dalam jurang pesimis menatap hidup yang sebentar ini, merindukan hadirnya kembali fajar cahaya itu untuk kemudian mampu mengeringkan bumi yang selama ini basah dan memperbaiki atap-atap rumah yang nampak akan roboh karena tiap hari disirami hujan lebat terus.

Ramadhan adalah bulan yang Allah SWT berikan keistimewaan-keistimewaan di dalamnya. Menyimpan mutiara-mutiara indah nan kemilau yang tidak sembarangan orang mampu mendapatkannya. Allah SWT yang Mahamulia menjadikan bulan ini sebagai tempat menabung pahala, mendulang kecintaan dan rahmatNya, bulan cross check-nya kepekaan sosial kita dan tempat mendidik jiwa agar senantiasa sesuai dengan fitrahnya dan sesuai dengan apa yang Allah inginkan.

Mengerahkan segala kemampuan dan menciptakan lingkungan yang kondusif dalam rangka menyambut bulan suci ramadhan, hendaknya segera kita tindak lanjuti karena kita ingin ramadhan kali ini menjadi pijakan utama dalam merubah orientasi hidup serta kondisi akhlak kita selama ini. Beberapa persiapan yang bisa kita coba lakukan dalam menjemput "si tamu agung" itu diantaranya :

1. Persiapan Mental
Segala amal yang kita lakukan bergantung kepada niat, bahkan dalam beberapa amal shalih, niat itu merupakan syarat atau rukun dari amal yang akan dilaksanakan. Secara psikologis, niat atau motivasi sangat membantu amal yang akan dilakukan dan memberikan dampak yang sangat positif. Niat akan memunculkan semangat dan ketahanan seorang muslim dalam mengerjakan ibadah. Oleh karena itulah niat menjadi pilar utama dalam beribadah.
Ramadhan adalah bulan penuh ibadah yang akan dilakukan orang-orang beriman selama sebulan. Oleh karenanya diperlukan kesiapan mental dalam menyongsong berbagai macam bentuk ibadah tersebut, khususnya puasa, bangun malam, Tarawih dan lain-lain. Tanpa persiapan mental yang prima, maka orang-orang beriman akan cepat loyo dalam beribadah atau bahkan meninggalkan sebagian ibadah sama sekali.
Kesiapan mental sangat dibutuhkan pada saat menjelang hari-hari terakhir, karena tarikan keluarga yang ingin belanja mempersiapkan hari raya, pulang kampung, dan sebagainya sangat mempengaruhi umat Islam dalam menunaikan kekhusyuan ibadah Ramadhan. Padahal, kesuksesan ibadah Ramadhan seorang muslim dilihat dari akhirnya. Jika akhir ramadhan diisi dengan i'tikaf dan taqarrub serta ibadah lainnya, maka insya Allah, dia termasuk yang sukses dalam melaksanakan ibadah Ramadhan.
Persiapan mental nantinya akan berimplikasi langsung kepada laju semangat kita di dalam menjalankan ibadah shaum di bulan ramadhan. Mungkin kita pernah merasakan bagaimana semangatnya kita menjalani shalat Tarawih di awal-awal ramadhan, akan tetapi semangat itu sedikit demi sedikit memudar dan itu kita rasakan sendiri. Oleh karena itu mental kita untuk menjalani ibadah-ibadah di bulan ramadhan perlu kita latih sejak dini.

2. Persiapan Ruhiyyah
Menu ibadah yang tersedia di bulan ramadhan sangat banyak dan bervariatif di mulai dari ibadah yang bersifat mahdhah sampai ibadah yang ghairu mahdhah dan ibadah-ibadah yang lainnya. Yang menjadi motivasi utama kita untuk memperbanyak amal ibadah di bulan ramadhan ini ialah karena lipatan pahala yang Allah sediakan di bulan ini berbeda dengan amalan yang biasa kita lakukan di luar bulan ramadhan.
Ia memiliki daya gumpal yang tinggi dan besar, oleh karena itu sayang sekali apabila kita yang selama ini masih lalai dalam menjalankan amalan-amalan yaumiyyah baik itu shalat wajib atau yang sunnat, shaum sunnat, berinfak, membantu orang lain dalam kesusahan dan sebagainya tidak mampu meraup untung yang besar padahal kita dihadapkan dengan kondisi pasar yang sangat strategis dan menguntungkan.
Betapa benar apa yang disabdakan baginda Rasulullah di dalam sebuah haditsnya : "Alangkah miskin dan ruginya mereka yang berjumpa dengan ramadhan tapi tidak mendapatkan ampunan dari Allah SWT." Peringatan baginda Rasul ini tentu harus menjadi cambuk bagi kita agar jauh-jauh hari kita wanti-wanti dan segera menyusun strategi serta langkah konkrit dalam menjalani Ramadhan yang hanya satu bulan itu.
Bentuk konkrit yang harus kita lakukan dalam rangka Persiapan ruhiyah ini ialah memperbanyak kuantitas ibadah kita, seperti memperbanyak membaca Al-Qur'an, shaum sunnah, dzikir, do'a dan lain-lain. Dalam hal mempersiapkan ruhiyah, Rasulullah SAW mencontohkan kepada umatnya dengan memperbanyak puasa di bulan Sya'ban, sebagaimana yang diriwayatkan Aisyah RA berkata : "Saya tidak melihat Rasulullah SAW menyempurnakan puasanya, kecuali di bulan ramadhan. Dan saya tidak melihat dalam satu bulan yang lebih banyak puasanya kecuali pada bulan sya'ban." (HR. Muslim).
Bulan sya'ban adalah bulan di mana amal shalih diangkat ke langit. Dari Usamah bin Zaid berkata, saya bertanya : "Wahai Rasulullah, saya tidak melihat engkau puasa di suatu bulan lebih banyak melebihi bulan sya'ban." Rasulullah SAW bersabda : "Bulan tersebut banyak dilalaikan manusia, antara rajab dan ramadhan, yaitu bulan diangkat amal-amal kepada Rabb alam semesta, maka saya suka amal saya diangkat sedang saya dalam kondisi puasa." (HR. Ahmad, Abu Dawud, An-Nasa'i, dan Ibnu Huzaimah).
Dengan kerendahan hati dan demi mampu melakukan ibadah di bulan ramadhan dengan optimal maka mari kita mulai membiasakan kembali amalan-amalan yang dianjurkan di atas tadi sehingga piala ramadhan dapat kita raih bersama.

3. Persiapan Ilmu yang Cukup
Persiapan wawasan dan membangun opini yang utuh tentang ramadhan dalam benak kita merupakan sebuah kemestian yang tidak menerima daya tawar lagi. Hal ini tiada lain dalam rangka menjadikan semua amalan kita selalu bersumber pada ilmunya dan tidak asal-asalan beramal karena kita sudah faham betul bahwa amal tanpa ilmu hanyalah sia-sia belaka, begitu pula ilmu tanpa amal. Banyak orang yang berpuasa tidak menghasilkan apa-apa, kecuali lapar dan dahaga. Hal ini dikarenakan puasanya tidak dilandasi dengan ilmu yang cukup.
Seorang yang beramal tanpa ilmu, maka tidak menghasilkan apa-apa kecuali kesia-siaan belaka. Dua orang yang mengamalkan ibadah yang sama tidak otomatis mendapatkan hasil yang sama. Rasulullah SAW menginformasikan ada dua kelompok orang yang sama-sama melakukan ibadah puasa, sedangkan hasilnya yang pertama mendapatkan ampunan atas dosa-dosa yang telah dilakukannya, sementara yang lain cuma mendapatkan lapar dan dahaga.
Rasulullah SAW bersabda : "Barangsiapa berpuasa Ramadhan dengan sepenuh iman dan kesungguhan, maka akan diampunkanlah dosa-dosa yang pernah dilakukan." (HR. Bukhari dan Muslim). Dalam hadits lain Rasulullah bersabda : "Betapa banyak orang yang berpuasa tidak mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan dahaga." (HR. An-Nasa'i dan Ibnu Majah).
Buku-buku Fiqhussiyam (yang berhubungan dengan shaum) hendaknya mulai dikaji kembali untuk mematangkan pengetahuan yang selama ini kita ketahui dan menggali informasi tentang hukum-hukum yang berhubungan dengan shaum dan sebagainya. Hemat saya, kurang pas apabila kita mengkaji fiqhussiyam di bulan ramadhan karena bulan ini adalah bulannya praktek bukan bulan teori, maka apa salahnya dan cocok sekali apabila kita melakukan pengkajian buku tersebut jauh-jauh hari sebelum ramadhan tiba.

4. Persiapan Fisik dan Materi
Fisik dan materi sangat menopang lancarnya ibadah di bulan ramadhan. Seorang muslim tidak akan mampu berbuat maksimal dalam berpuasa jika fisiknya sakit. Begitu juga ia tidak mampu berinfak jika ia tidak memiliki uang. Oleh karena itu, mereka dituntut untuk menjaga kesehatan fisik, kebersihan rumah, masjid, dan lingkungan. Rasulullah justru mencontohkan kepada umat agar selama berpuasa tetap memperhatikan kesehatan. Hal ini terlihat dari beberapa peristiwa di bawah ini :
# Menyikat gigi dengan siwak (HR. Bukhari dan Abu Daud).
# Berobat dengan berbekam (Al-Hijamah) seperti yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim.
# Memperhatikan penampilan, seperti pernah diwasiatkan Rasulullah SAW kepada sahabat Abdullah ibnu Mas'ud RA, agar memulai puasa dengan penampilan baik dan tidak dengan wajah yang cemberut (HR. Al-Haitsami).
Sarana penunjang lain yang harus disiapkan adalah materi yang halal, untuk bekal ibadah Ramadhan. Idealnya seorang muslim telah menabung selama 11 bulan sebagai bekal ibadah Ramadhan. Sehingga ketika datang Ramadhan, dia dapat beribadah secara khusyu', dan tidak berlebihan atau ngotot dalam mencari harta atau kegiatan lain yang mengganggu kekhusyuan ibadah Ramadhan.
Para pedagang dan pebisnis yang ingin mendapatkan untung besar tentu memerlukan modal yang besar pula. Seorang atlet lari seratus kilometer yang berambisi ingin menjadi juara pasti akan melakukan latihan yang ekstra dan mengkonsumsi makanan yang bergizi biar badannya kuat. Begitu juga sebuah tim sepakbola yang bersaing memperebutkan peringkat pertama akan mati-matian berjuang memasukan bola ke gawang lawan dan menyusun strategi yang jitu supaya mudah mendapatkan gol.

Lembaran teori ini hampa adanya dan tidak akan memberikan daya bias yang kuat apabila kita hanya membacanya sekilas saja tanpa langsung berusaha ditransformasikan ke dalam gerak amaliah kita. Mengapa kita masih ragu untuk menjabarkan hal-hal tersebut padahal protipe muslim sejati itu di antaranya selalu mampu menyelaraskan ranah teori dan praktek.

Dengan suka cita mari kita jemput Ramadhan yang dirindu itu dengan segera beberesih (membersihkan diri) dan mulai menyingsingkan lengan baju melakukan persiapan-persiapan yang telah dianjurkan oleh Islam dalam menyambut bulan ramadhan, kemudian dalam waktu yang sama mengatur stamina waktu dan tenaga supaya ketika menjalani shaum Ramadhan kita dalam keadaan fit.

Sebuah kerugian besar apabila ramadhan yang hanya setahun sekali itu kita sikapi dengan biasa-biasa saja tanpa mampu menyerap nilai-nilai tarbawiyah yang ada di dalamnya untuk kemudian kita jadikan sebagai bekal dan amunisi dalam menjalani aktifitas sebelas bulan ke depan sebelum kita masuk lagi ke ramadhan tahun berikutnya.

"Ya Allah... Berkahilah kami di bulan rajab dan sya'ban, dan sampaikanlah kami pada bulan ramadhan. Aamiin..."

Penulis : Deni Malik

* Mahasiswa Fakultas Hadits tingkat empat, Univeritas Al-Azhar Zagazig - Mesir.

SUMBER.kotasantri.com

11 September, 2006

GERAKAN SHOLAT DAN KESEHATAN DIDALAMNYA

Memang, segala macam perintah Tuhan itu ternyata kembali untuk kebaikan kita juga baik sewaktu di dunia maupun di akhirat nanti ...saya jadi teringat tahun 93-an dulu pernah ada seminar internasional tentang 'The Miracles of Qur'an' di IPTN Bandung. Berbagai makalah ilmiah yang berhubungan dengan keajaiban Al-Qur'an dari berbagai sudut pandang disiplin ilmu
dipresentasikan...dari mulai pandangan seorang biologist, archeologist, geologist, neurologist, ahli bahasa dan lain
sebagainya...subhanallaah...wahai Tuhanku sesungguhnya Engkau tidak menciptakan semua ini dengan sia-sia...

Dibawah ini ada artikel menarik tentang keutamaan sujud (gerakan dalam sholat) dengan kesehatan, kecantikan, kebugaran, dll....selamat menikmati...

Sujud Bikin Cerdas

Salat adalah amalan ibadah yang paling proporsional bagi anatomi tubuh manusia. Gerakan-gerakannya sudah sangat melekat dengan gestur (gerakan khas tubuh) seorang muslim. Namun, pernahkah terpikirkan manfaat masing-masing gerakan? Sudut pandang ilmiah menjadikan salat gudang obat bagi berbagai
jenis penyakit!
Saat seorang hamba telah cukup syarat untuk mendirikan salat, sejak itulah ia mulai menelisik makna dan manfaatnya. Sebab salat diturunkan untuk menyempurnakan fasilitasNya bagi kehidupan manusia. Setelah sekian tahun menjalankan salat, sampai di mana pemahaman kita mengenainya?

TAKBIRATUL IHRAM

Postur: berdiri tegak, mengangkat kedua tangan sejajar telinga, lalu melipatnya di depan perut atau dada bagian bawah.
Manfaat: Gerakan ini melancarkan aliran darah, getah bening (limfe) dan kekuatan otot lengan. Posisi jantung di bawah otak memungkinkan darah mengalir lancar ke seluruh tubuh. Saat mengangkat kedua tangan, otot bahu meregang sehingga aliran darah kaya oksigen menjadi lancar. Kemudian kedua tangan didekapkan di depan perut atau dada bagian bawah. Sikap ini
menghindarkan dari berbagai gangguan persendian, khususnya pada tubuh bagian atas.

RUKUK

Postur: Rukuk yang sempurna ditandai tulang belakang yang lurus sehingga bila diletakkan segelas air di atas punggung tersebut tak akan tumpah.
Posisi kepala lurus dengan tulang belakang.
Manfaat: Postur ini menjaga kesempurnaan posisi dan fungsi tulang belakang (corpus vertebrae) sebagai penyangga tubuh dan pusat sy saraf. Posisi jantung sejajar dengan otak, maka aliran darah maksimal pada tubuh bagian tengah.
tangan yang bertumpu di lutut berfungsi relaksasi bagi otot-otot bahu hingga ke bawah. Selain itu, rukuk adalah latihan kemih untuk mencegah gangguan prostat.

I'TIDAL

Postur: Bangun dari rukuk, tubuh kembali tegak setelah, mengangkat kedua tangan setinggi telinga.
Manfaat: i'tidal adalah variasi postur setelah rukuk dan sebelum sujud. Gerak berdiri bungkuk berdiri sujud merupakan latihan pencernaan yang baik. Organ organ pencernaan di dalam perut mengalami pemijatan dan pelonggaran secara bergantian. Efeknya, pencernaan menjadi lebih lancar.

SUJUD

Postur: Menungging dengan meletakkan kedua tangan, lutut, ujung kaki, dan dahi pada lantai.
Manfaat: Aliran getah bening dipompa ke bagian leher dan ketiak. Posisi jantung di atas otak menyebabkan darah kaya oksigen bisa mengalir maksimal ke otak. Aliran ini berpengaruh pada daya pikir seseorang. Karena itu, lakukan sujud dengan tuma'ninah, jangan tergesa gesa agar darah mencukupi kapasitasnya di otak. Postur ini juga menghindarkan gangguan wasir. Khusus bagi wanita, baik rukuk maupun sujud memiliki manfaat luar biasa bagi kesuburan dan kesehatan organ kewanitaan.

DUDUK

Postur: Duduk ada dua macam, yaitu iftirosy (tahiyyat awal) dan tawarruk (tahiyyat akhir). Perbedaan terletak pada posisi telapak kaki.
Manfaat: Saat iftirosy, kita bertumpu pada pangkal paha yang terhubung dengan syaraf nervus Ischiadius. Posisi ini menghindarkan nyeri pada pangkal paha yang sering menyebabkan penderitanya tak mampu berjalan. Duduk tawarruk
sangat baik bagi pria sebab tumit menekan aliran kandung kemih (urethra), kelenjar kelamin pria (prostata) dan saluran vas deferens.
Jika dilakukan dengan benar, postur ini mencegah impotensi. Variasi posisi telapak kaki pada iftirosy dan tawarruk menyebabkan seluruh otot tungkai turut meregang dan kemudian relaks kembali. Gerak dan tekanan harmonis inilah yang menjaga.
kelenturan dan kekuatan organ-organ gerak kita.

SALAM

Gerakan: Memutar kepala ke kanan dan ke kiri secara maksimal.
Manfaat: Relaksasi otot sekitar leher dan kepala menyempurnakan aliran darah di kepala. Gerakan ini mencegah sakit kepala dan menjaga kekencangan kulit wajah.

BERIBADAH secara, kontinyu bukan saja menyuburkan iman, tetapi mempercantik diri wanita luar dalam.

PACU KECERDASAN

Gerakan sujud dalam salat tergolong unik. Falsafahnya adalah manusia menundukkan diri serendah-rendahnya, bahkan lebih rendah dari pantatnya sendiri. Dari sudut pandang ilmu psikoneuroimunologi (ilmu mengenai kekebalan tubuh dari sudut pandang psikologis) yang didalami Prof Sholeh, gerakan ini mengantar manusia pada derajat setinggi-tingginya. Mengapa?

Dengan melakukan gerakan sujud secara rutin, pembuluh darah di otak terlatih untuk menerima banyak pasokan darah. Pada saat sujud, posisi jantung berada di atas kepala yamg memungkinkan darah mengalir maksimal ke otak. Itu artinya, otak mendapatkan pasokan darah kaya oksigen yang memacu kerja sel-selnya. Dengan kata lain, sujud yang tumakninah dan kontinyu dapat
memacu kecerdasan.

Risetnya telah mendapat pengakuan dari Harvard Universitry, AS. Bahkan seorang dokter berkebangsaan Amerika yang tak dikenalnya menyatakan masuk Islam setelah diam-diam melakukan riset pengembangan khusus mengenai gerakan sujud.

PERINDAH POSTUR

Gerakan-gerakan dalam salat mirip yoga atau peregangan (stretching). Intinya untuk melenturkan tubuh dan melancarkan peredaran darah. Keunggulan shalat dibandingkan gerakan lainnya adalah salat menggerakan anggota tubuh lebih banyak, termasuk jari kaki dan tangan.

Sujud adalah latihan kekuatan untuk otot tertentu, termasuk otot dada. Saat sujud, beban tubuh bagian atas ditumpukan pada lengan hingga telapak tangan.
Saat inilah kontraksi terjadi pada otot dada, bagian tubuh yang menjadi kebanggaan wanita. Payudara tak hanya menjadi lebih indah bentuknya tetapi juga memperbaiki fungsi kelenjar air susu di dalamnya.

MUDAHKAN PERSALINAN

Masih dalam pose sujud, manfaat lain bisa dinikmati kaum hawa. Saat pinggul dan pinggang terangkat melampaui kepala dan dada, otot-otot perut (rectus abdominis dan obliquus abdominis externuus) berkontraksi penuh. Kondisi ini melatih organ di sekitar perut untuk mengejan lebih dalam dan lama. Ini
menguntungkan wanita karena dalam persalinan dibutuhkan pernapasan yang baik dan kemampuan mengejan yang mencukupi. Bila, otot perut telah berkembang menjadi lebih besar dan kuat, maka secara alami ia justru lebih elastis.
Kebiasaan sujud menyebabkan tubuh dapat mengembalikan serta mempertahankan organ-organ perut pada tempatnya kembali (fiksasi).

PERBAIKI KESUBURAN

Setelah sujud adalah gerakan duduk. Dalam salat ada dua macam sikap duduk, yaitu duduk iftirosy (tahiyyat awal) dan duduk tawarruk (tahiyyat akhir).
Yang terpenting adalah turut berkontraksinya otot-otot daerah perineum. Bagi wanita, inilah daerah paling terlindung karena terdapat tiga lubang, yaitu liang persenggamaan, dubur untuk melepas kotoran, dan saluran kemih.

Saat duduk tawarruk, tumit kaki kiri harus menekan daerah perineum. Punggung kaki harus diletakkan di atas telapak kaki kiri dan tumit kaki kanan harus menekan pangkal paha kanan. Pada posisi ini tumit kaki kiri akan memijit dan menekan daerah perineum. Tekanan lembut inilah yang memperbaiki organ reproduksi di daerah perineum.

AWET MUDA

Pada dasarnya, seluruh gerakan salat bertujuan meremajakan tubuh. Jika tubuh lentur, kerusakan sel dan kulit sedikit terjadi. Apalagi jika dilakukan secara rutin, maka sel-sel yang rusak dapat segera tergantikan. Regenerasi pun berlangsung lancar. Alhasil, tubuh senantiasa bugar.

Gerakan terakhir, yaitu salam dan menengok ke kiri dan kanan punya pengaruh besar pada kekencangan. kulit wajah. Gerakan ini tak ubahnya relaksasi wajah dan leher. Yang tak kalah pentingnya, gerakan ini menghindarkan wanita dari serangan migrain dan sakit kepala lainnya...
sumber : dudung.net

06 September, 2006

HIKMAH SUJUD


Artikel singkat ini di dapat dari myquran.org...emang sih dah lama..kalau dipublis ulang kembali insya Allah menambah kekuatan semangat kita untuk beramal....
Hikmah sujud antara lain ialah: ......................................................
1- Melegakan sistem pernafasan (rilieved congestion for breathing).
2- Mengembalikan kedudukan organ ke tempat asalnya.

Bernafas ketika sujud akan :

1- Membetulkan buah pinggang yang terkeluar sedikit dari tempat asalnya.
2- Membetulkan pundi peranakan yang jatuh (prolapsed uterus/fallen band womb)
3- Melegakan sakit hernia.
4- Mengurangkan sakit senggugut ketika haid.
5- Melegakan bahagian paru-paru dari ketegangan ( high parts of the lungs)
6- Mengurangkan kesakitan pada pesakit APPENDIKS @ SPLEEN(limpa)
7- Kedudukkan sujud paling baik untuk berehat dan mengimbang lingkungan bahagian belakang tubuh.
8- Meringankan bahagian PELVIS.
9- Memberi dorongan untuk mudah tidur .
10- Mengerakkan otot bahu, dada, leher, perut, punggung ketika akan sujud dan bangun darinya.
11- Gerakan otot-otot itu menjadikannya (otot) lebih kuat dan elastik, secara otomatik memastikan kelicinan perjalanan darah yang baik
(smooth blood circulation).
12- Bagi wanita, gerakan otot itu menjadikan buah dadanya lebih baik, mudah berfungsi untuk menyusukan bayi dan terhindar dari sakit buah dada.
13- Mengurangkan kegemukkan (obesity).
14- Gerakan bahagian otot memudahkan wanita bersalin, organ peranakan mudah kembali ke tempat asal serta terhindar dari sakit bergelombang perut(convulsions).
15- Otak manusia (organ terpenting) menerima banyak bekalan darah dan oksigen.
16- Mengelakkan pendarahan otak jika kita tiba-tiba menerima pompa darah ke otak secara kuat dan mengejut, terhindarlah penyakit seperti APOPLEXIA RUPTURE OF BLOOD VESSELS DAN ARTE IOSECLEROSIS OF CEREBRUM.
17- Kesan psikologi adalah dengan merasa rendah diri di hadapan Pencipta, sifat sombong, riak, takabur dapat dikikiskan.. insyaAllah..

"Ya Rabb kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan setelah engkau beri petunjuk kepada kami." (Ali Imran : 250)
Jadi Apa yang anda tunggu silakan bersujud dengan Benar dan Khusyu'
semoga bermanfaat


Creative By Ruly Mahmuddin

04 September, 2006

Nasehat Bagi Pemuda Muslim Dan Penuntut Ilmu



Oleh: Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani

Pertama-tama aku menasihatimu dan diriku agar bertakwa kepada Allah Jalla Jalaluhu, kemudian apa saja yang menjadi bagian/cabang dari ketakwaan kepada Allah Tabaarakan wa Ta'ala seperti :

[1] Hendaklah kamu menuntut ilmu semata-mata hanya karena ikhlas kepada Allah Jalla Jalaluhu, dengan tidak menginginkan dibalik itu balasan dan ucapan terima kasih. Tidak pula menginginkan agar menjadi pemimpin di majelis-majelis ilmu. Tujuan menuntut ilmu hanyalah untuk mencapai derajat yang Allah Jalla Jalaluhu telah khususkan bagi para ulama. Dalam firmanNya.

"Artinya : ... Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat ...?" [Al-Mujaadilah : 11]
[2] Menjauhi perkara-perkara yang dapat menggelincirkanmu, yang sebagian "Thalibul Ilmi" (para penuntut ilmu) telah terperosok dan terjatuh padanya.

Diantara perkara-perkara itu :

[a] Mereka amat cepat terkuasai oleh sifat ujub (kagum pada diri sendiri) dan terpedaya, sehingga ingin menaiki kepala mereka sendiri.

[b] Mengeluarkan fatwa untuk dirinya dan untuk orang lain sesuai dengan apa yang tampak menurut pandangannya, tanpa meminta bantuan (dari pendapat-pendapat) para ulama Salaf pendahulu ummat ini, yang telah meninggalkan "harta warisan" berupa ilmu yang menerangi dan menyinari dunia keilmuan Islam. (Dengan warisan) itu jika dijadikan sebagai alat bantu dalam upaya penyelesaian berbagai musibah/bencana yang bertumpuk sepanjang perjalanan zaman. Sebagai mana kita telah ikut menjalani/merasakannya, dimana sepanjang zaman itu dalam kondisi yang sangat gelap gulita.

Meminta bantuan dalam berpendapat dengan berpedoman pada perkataan dan pendapat Salaf, akan sangat membantu kita untuk menghilangkan berbagai kegelapan dan mengembalikan kita kepada sumber Islam yang murni, yaitu al-Qur'an dan as-Sunnah yang shahihah.

Sesuatu yang tidak tertutup bagi kalian bahwasannya aku hidup di suatu zaman yang mana kualami padanya dua perkara yang kontradiksi dan bertolak belakang, yaitu pada zaman dimana kaum muslimin, baik para syaikh maupun para penuntut ilmu, kaum awam ataupun yang memiliki ilmu, hidup dalam jurang taqlid, bukan saja pada madzhab, bahkan lebih dari itu bertaqlid pada nenek moyang mereka.

Sedangkan kami dalam upaya menghentikan sikap tersebut, mengajak manusia kepada al-Qur'an dan as-Sunnah. Demikian juga yang terjadi di berbagai negeri Islam. Ada beberapa orang tertentu yang mengupayakan seperti apa yang kami upayakan, sehingga kamipun hidup bagaikan "Ghuraba" (orang-orang asing) yang telah digambarkan oleh Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam dalam beberapa hadits beliau yang telah dimaklumi, seperti :

"Artinya : Sesungguhnya awal mula Islam itu sebagai suatu yang asing/aneh, dan akan kembali asing sebagaimana permulaannya, maka berbahagialah bagi orang-orang yang asing"

Dalam sebagian riwayat, Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

"Artinya : Mereka (al-Ghurabaa) adalah orang-orang shaleh yang jumlahnya sedikit sekeliling orang banyak, yang mendurhakai mereka lebih banyak dari yang mentaati mereka" [Hadits Riwayat Ahmad]

Dalam riwayat yang lain beliau bersabda :

"Artinya : Mereka orang-orang yang memperbaiki apa yang telah di rusak oleh manusia dari Sunnah-Sunnahku sepeninggalku".

Aku katakan : "Kami telah alami zaman itu, lalu kami mulai membangun sebuah pengaruh yang baik bagi dakwah yang di lakukan oleh mereka para ghuraba, dengan tujuan mengadakan perbaikan ditengah barisan para pemuda mukmin. Sehingga kami jumpai bahwa para pemuda beristiqomah dalam kesungguhan di berbagai negeri muslim, giat dalam berpegang teguh pada al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tatkala mengetahui keshahihannya".

Akan tetapi kegembiraan kami terhadap kebangkitan yang kami rasakan pada tahun-tahun terakhir tidak berlangsung lama. Kita telah dikejutkan dengan terjadinya sikap "berbalik", dan perubahan yang dahsyat pada diri pemuda-pemuda itu, di sebagian negeri[1]. Sikap tersebut, hampir saja memusnahkan pengaruh dan buah yang baik sebagai hasil kebangkitan ini, apa penyebabnya ? Di sinilah letak sebuah pelajaran penting, penyebabnya adalah karena mereka tertimpa oleh perasaan ujub (membanggakan diri) dan terperdaya oleh kejelasan bahwa mereka berada di atas ilmu yang shahih. Perasaan tersebut bukan saja diseputar para pemuda muslim yang terlantar, bahkan terhadap para ulama. Perasaan itu muncul tatkala merasa bahwa mereka memilki keunggulan dengan lahirnya kebangkitan ini, atas para ulama, ahli ilmu dan para syaikh yang bertebaran diberbagai belahan dunia Islam.

Sebagaimana merekapun tidak mensyukuri nikmat Allah Jalla Jalaluhu yang telah memberikan Taufik dan Petunjuk kepada mereka untuk mengenal ilmu yang benar beserta adab-adabnya. Mereka tertipu oleh diri mereka sendiri dan mengira sesungguhnya mereka telah berada pada status kedudukan dan posisi tertentu.

Merekapun mulai mengeluarkan fatwa-fatwa yang tidak matang alias mentah, tidak berdiri diatas sebuah pemahaman yang bersumber dari al-Qur'an dan as-Sunnah. Maka tampaklah fatwa-fatwa itu dari pendapat-pendapat yang tidak matang, lalu mereka mengira bahwasanya itulah ilmu yang terambil dari al-Qur'an dan as-Sunnah, maka mereka pun tersesat dengan pendapat-pendapat itu, dan juga menyesatkan banyak orang.

Suatu hal yang tidak sama bagi kalian, akibat dari itu semuanya muncullah sekelompok orang ("suatu jama'ah") dibeberapa negeri Islam yang secara lantang mengkafirkan setiap jama'ah-jama'ah muslimin dengan filsafat-filsafat yang tidak dapat diungkapkan secara mendalam pada kesempatan yang secepat ini, apalagi tujuan kami pada kesempatan ini hanya untuk menasehati dan mengingatkan para penuntut ilmu dan para du'at (da'i).

Oleh sebab itu saya menasehati saudara-saudara kami ahli sunnah dan ahli hadits yang berada di setiap negeri muslim, agar bersabar dalam menuntut ilmu, hendaklah tidak terperdaya oleh apa yang telah mereka capai berupa ilmu yang dimilikinya. Pada hakekatnya mereka hanyalah mengikuti jalan, dan tidak hanya bersandar pada pemahaman-pemahaman murni mereka atau apa yang mereka sebut dengan "ijtihad mereka".

Saya banyak mendengar pula dari saudara-saudara kami, mereka mengucapkan kalimat itu, dengan sangat mudah dan gampang tanpa memikirkan akibatnya : "Saya berijtihad". Atau "Saya berpendapat begini" atau "Saya tidak berpendapat begitu", dan ketika anda bertanya kepada mereka ; Kamu berijtihad berdasarkan pada apa, sehingga pendapatmu begini dan begitu ? Apakah kamu bersandar pada pemahaman al-Qur'an dan sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam serta ijma' (kesepakatan) para ulama dari kalangan Sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan yang lainnya ? Ataukah pendapatmu ini hanya hawa nafsu dan pemahaman yang pendek dalam menganalisa dan beristidlal (pengambilan dalil)?. Inilah realitanya, berpendapat berdasarkan hawa nafsu, pemahaman yang kerdil dalam menganalisa dan beristidlal. Ini semuanya dalam keyakinanku disebabkan karena perasaan ujub, kagum pada diri sendiri dan terperdaya.

Oleh sebab itu saya jumpai di dunia Islam sebuah fenomena (gejala) yang sangat aneh, tampak pada sebagian karya-karya tulis.

Fenomena tersebut tampak dimana seorang yang tadinya sebagai musuh hadits, menjadi seorang penulis dalam ilmu hadits supaya dikatakan bahwa dia memiliki karya dalam ilmu hadits. Padahal jika anda kembali melihat tulisannya dalam ilmu yang mulia ini, anda akan jumpai sekedar kumpulan nukilan-nukilan dari sini dan dari sana, lalu jadilah sebuah karya tersebut. Nah apakah faktor pendorongnya (dalam melakukan hal ini) wahai anak muda ? Faktor pendorongnya adalah karena ingin tampak dan muncul di permukaan. Maka benarlah orang yang berkata.

"Perasaan cinta/senang untuk tampil akan mematahkan punggung (akan berkaibat buruk)"

Sekali lagi saya menasehati saudara-saudaraku para penuntut ilmu, agar menjauhi segala perangai yang tidak Islami, seperti perasaan terperdaya oleh apa yang telah diberikan kepada mereka berupa ilmu, dan janganlah terkalahkan oleh perasaan ujub terhadap diri sendiri.

Sebagai penutup nasehat ini hendaklah mereka menasehati manusia dengan cara yang terbaik, menghindar dari penggunaan cara-cara kaku dan keras di dalam berdakwah, karena kami berkeyakinan bahwasanya Allah Jalla Jalaluhu ketika berfirman.

"Artinya : Serulah manusia kejalan Rabbmu dengan hikmah dan peringatan yang baik, dan debatlah mereka dengan cara yang terbaik ..." [An-Nahl : 125]

Bahwa sesungguhnya Allah Jalla Jalaluhu tidaklah mengatakannya kecuali dengan kebenaran (al-haq) itu, terasa berat oleh jiwa manusia, oleh sebab itu ia cenderung menyombongkan diri untuk menerimannya, kecuali mereka yang dikehendaki oleh Allah. Maka dari itu, jika di padukan antara beratnya kebenaran pada jiwa manusia plus cara dakwah yang keras lagi kaku, ini berarti menjadikan manusia semakin jauh dari panggilan dakwah, sedangkan kalian telah mengetahui sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Bahwasanya di antara kalian ada orang-orang yang menjauhkan (manusia dari agama) ; beliau mengucapkan tiga kali".

[Nasehat ini dinukil dari kitab "Hayat al-Albani" halaman : 452-455]

[Disalin dari Majalah : as-Salafiyah, edisi ke 5/Th 1420-1421. hal 41-48, dengan judul asli "Hukmu Fiqhil Waqi' wa Ahammiyyatuhu". Ashalah, diterjemahkan oleh Mubarak BM Bamuallim LC dalam Buku "Biografi Syaikh Al- Albani Mujaddid dan Ahli Hadits Abad ini" hal. 127-150 Terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi'i.]

_________
Foote Note.
[1] Penyusun katakan : "Sebagaimana yang terjadi di negeri ini, munculnya beberapa gelintir manusia dengan berpakaian "Salafiyah", memberikan kesan seolah-olah mereka mengajak kepada pemahaman Salaf, namum hakekatnya mereka adalah pengekor hawa nafsu dan perusak dakwah Salafiyah, akibatnya mereka hancur berkeping-keping, dan saling memakan daging temannya sendiri. Wal 'iyadzu billahi, kami mohon perlindungan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dari nasib yang serupa

sumber: http://www.almanhaj.or.id