23 March, 2008

Hati Mulia

Isteri Umar bin Abdul Aziz, Fatimah binti Abdul Malik, sangat terkejut menyaksikan perubahan suaminya yang serta-merta. Sebelum menjadi Khalifah, beliau hidup biasa saja dengan jabatan-jabatan penting yang disandangnya. Setelah menjadi Khalifah, bukan saja tidak mau tinggal di istana kerajaan, bahkan beliau tidak mengambil gaji dari jabatannya itu. Beliau menyambung hidup hanya dari hasil sepetak tanah yang dibelinya dengan uang sendiri.

Sebagai anak bekas kepala Negara, Fatimah banyak mempunyai barang-barang emas dan perhiasan yang mahal-mahal. Oleh Umar, semua barang-barang itu disuruhnya agar dikembalikan ke Baitul Mal.

"Engkaukan tahu, wahai Fatimah," kata Umar, "Emas permata yang engkau miliki ini diambil oleh bapakmu dari harta kaum muslimin dan diberikannya kepada engkau. Aku tidak suka permata-permata itu berada di rumahku, bersamaku. Maka engkau boleh memilih, apakah engkau akan mengembalikannya ke Baitul Mal atau izinkan aku menceraikan engkau."

"Demi Allah, aku memilih engkau daripada barang-barang ini walaupun harganya berganda-ganda, " jawab Fatimah. Lalu dikembalikannya semua barang-barang emas dan perhiasannya ke Baitul Mal dengan tenang.

"Apakah yang menyebabkan engkau berbuat seperti ini?" tanya Fatimah suatu hari.

"Aku mempunyai nafsu yang senantiasa ingin kelebihan. Sebelum aku menjadi gubernur, aku ingin menjadi gubernur, lalu tercapai. Setelah menjadi gubernur, aku diangkat menjadi wazir. Setelah menjadi wazir, aku diangkat menjadi Khalifah. Setelah diangkat menjadi khalifah, aku ingin yang lebih tinggi lagi," kata Umar bin Abdul Aziz.

"Apalagi yang engkau inginkan?" tanya Fatimah keheranan, karena tidak ada jabatan yang lebih tinggi lagi selain menjadi pemimpin Negara.

"Aku ingin syurga," jawab Umar. Fatimah menangis tatkala mendengar cita-cita suaminya yang mulia itu.

Ketika Umar bin Abdul Aziz wafat, saudara lelaki Fatimah, Yazid, diangkat menjadi Khalifah. Lalu Yazid ingin memulangkan barang emas Fatimah yang diserahkan ke Baitul Mal dulu. Akan tetapi dengan tegas Fatimah berkata, "Tidak, demi Allah, selama ini aku selalu mentaatinya ketika beliau masih hidup dan tidak akan mendurhakainya setelah beliau wafat. Aku tidak memerlukan perhiasan itu."

Sungguh mulia sikap Fatimah dan suaminya itu. Tapi di negeri kita, saat ini, adakah para pejabat dan keluarganya yang memiliki sikap seperti Umar bin Abdul Aziz dan Fatimah binti Abdul Malik? Wallahu a'lam

penulis :R. Khathir

20 March, 2008

Dakwah Via SMS Gratis

Untuk 6000 Pengguna HP (Handphone)
Diantara sarana Dakwah yang strategis, praktis dan efisien sejalan
dengan perkembangan iptek dan sarana informasi adalah program Layanan SMS
(Short Message Service).

Untuk itu, kami insya Allah berniat meluncurkan program Dakwah Via SMS
Gratis, yang berisi pesan-pesan dakwah, taushiyah dan mutiara hikmah
dan akan kami kirimkan secara periodik kepada 6000 pengguna HP
(Handphone).



Bagi Saudara/Saudari yang mempunyai rekanan, saudara, colega dan kawan
yang memehuhi kriteria di bawah, mohon kiranya agar berkenan
mengirimkan no hp dan nama mereka kepada kami ke email : dakwah@alsofwah.or.id
atau info@alsofwah.or.id



Ketentuan peserta :

Program ini terbuka untuk kaum Muslimin dengan kriteria :

1.. Memiliki semangat untuk memahami ilmu Syar'i.
2.. Mempunyai kepedulian dan perhatian pada perkembangan dan kemajuan
dakwah.
3.. Belum mengetahui www.alsofwah.or.id (diutamakan).
Semoga program ini berjalan sesuai dengan rencana dan bermanfaat bagi
kaum muslimin.


Contact Person:

Husnul Yaqin Arba'in

E-mail: dakwah@alsofwah.or.id

Telp. (021)78836327 Hp. 085218964670/ 08886167615

07 March, 2008

BERSEGERA DALAM BERAMAL

Segala puji bagi Allah subhanahu wata'ala yang kepunyaan-Nya apa-apa
yang ada di langit dan di bumi dan bagi-Nya segala puji di Akhirat. Dia
Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.

Sesungguhnya manusia diciptakan untuk beramal, kemudian ia akan
dibangkitkan pada hari Kiamat nanti untuk mendapatkan balasan atas amal-nya
itu. Ia tidak diciptakan untuk bermain-main lantas ditinggalkan begitu
saja tanpa ada pertanggungjawaban. Orang bahagia ialah orang yang bisa
memberikan simpanan kebaikan untuk pribadinya yang didapat di sisi Allah
subhanahu wata'ala. Dan orang celaka adalah orang yang memberikan
kejelekan untuk pribadinya, akibatnya adalah kerugian dan kesengsaran.

Perhatikanlah amal perbuatan kalian dan beritrospeksilah pada diri
kalian sebelum datangnya ajal. Sesungguhnya ajal adalah ujung dari amal
kalian dan merupakan awal pembalasan atas amal-amal kalian. Maut itu
sangat dekat dan kalian tidak mengetahui kapan ia datang. Uban merupakan
salah satu tanda yang mengingatkan kematian, maka bersiap-siaplah
untuknya. Dan kematian teman dan rekan merupakan tanda akan dekatnya kematian
seseorang.

Oleh karena itu berusahalah untuk mengingat kematian dan beramallah
untuk kehidupan sesudah kematian, yakni kehidupan yang akan kalian datangi
dan akan kalian tempati, Janganlah kalian menyibukkan diri dan lupa
darinya dengan melakukan hal-hal yang bisa menjadikan kalian pergi
meninggalkannya. Jangan sampai anda tertipu dengan banyaknya angan-angan,
akhirnya kalian lupa akan datangnya kematian. Berapa banyak orang
berangan-angan kemudian tidak kesampaian. Berapa banyak orang yang mendapati
waktu pagi, lantas ia tidak mendapati tenggelamnya matahari di sore
harinya. Dan berapa banyak orang yang memasuki waktu malam, namun ia tidak
mendapati pagi harinya. Dan berapa banyak orang yang berharap (ketika
menjelang wafat) agar ditangguhkan sebentar supaya bisa memperbaiki apa
yang telah ia rusak dan ia sia-siakan, maka dikatakanlah padanya,"tidak
bisa", "tidak mungkin", sesungguhnya harapanmu telah hilang, dan
kamipun telah mengingatkanmu sebelum hal ini terjadi, dan kami juga telah
memberitahukan kepadamu bahwa pada sa'at ini tidak ada waktu dan tempat
lagi bagimu untuk kembali". Allahsubhanahu wata'ala berfirman, artinya,
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu
melalaikan kamu dari meng-ingat Allah. Barangsiapa yang berbuat
demikian, maka mereka itulah orang-o-rang yang rugi. Dan belanjakanlah sebagian
dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian
kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata,"Ya Rabbku, mengapa
Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang
menyebabkan aku dapat bersede-kah dan aku termasuk orang-orang yang
shalih". Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang
apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan." (QS. al-Munafiqun: 9-11)


Sesungguhnya amal setiap manusia akan berakhir ketika ajalnya tiba,
akan tetapi di sana ada amalan-amalan yang manfa'at dan pahalanya akan
terus mengalir, meskipun pelakunya telah meninggal dunia, seperti
wakaf-wakaf kebaikan, wakaf pohon-pohonan yang bermanfaat atau yang berbuah,
membangun masjid, madrasah-madrasah, dan anak cucu yang shalih, dan juga
mengajarkan ilmu yang manfa'at dan menulis buku-buku yang berfaidah. Di
dalam hadits shahih dari Abu Hurairah [rodhiyallahu 'anhu] bahwa
Rosululloh subhanahu wata'ala bersabda, "Jika seorang anak adam meninggal,
maka terputuslah amalnya, kecuali tiga perkara, yaitu: Shadaqah jariyah,
Ilmu yang manfa'at, Anak yang shalih, yang berdo'a bagi orang tuanya".
(HR. Muslim).


Hadits ini menunjukkan terputusnya amal seseorang karena kematian, dan
kehidupan di dunia ini hanya sementara dan merupakan tempat untuk
beramal.

Maka sebagai orang Islam sudah seharusnya takut, jangan sampai lupa
mati dan menyia-nyiakan waktu. Dan bersegera melakukan ketaatan-ketaatan
sebelum datang kematian, tidak mengakhirkannya sampai waktu yang
terkadang tidak ia dapati. Banyak sekali nash-nash dari ayat atau hadits yang
menganjurkan untuk bersegera dan berlomba-lomba dalam mengerjakan
ketaatan dan kebaikan.

Hadits di atas juga menunjukkan pengecualian tiga perkara yang akan
bermanfaat bagi pemiliknya, meskipun telah meningal dunia, tiga perkara
itu adalah:

- Shadaqah jariyah


Para ulama telah menjelaskan bahwa shadaqah jariyah adalah wakaf
kebaik-an, seperti wakaf tanah, wakaf masjid, madrasah,tempat tinggal, sawah,
mus-haf, buku -buku yang berfaidah dan lain sebagainya. Ini adalah
amalan yang utama yang bisa ia lakukan bagi dirinya untuk kehidupan
akhirat. Dan hal ini bisa dikerjakan oleh orang yang berilmu dan juga orang
awam.

- Ilmu yang bermanfa'at


Hal ini bisa dilakukan oleh orang yang berilmu, yakni dengan
menyampai-kan ilmu-ilmu agama kepada masyara-kat, baik secara lisan maupun
tulisan, seperti menulis buku-buku keagamaan. Orang awam juga bisa ikut
andil, yakni dengan mencetak buku-buku tersebut atau membelinya, kemudian
membagi-nya atau mewakafkannya. Maka di dalam hadits ini terdapat anjuran
yang sangat untuk belajar agama, mengajarkannya, serta menyebarkan
buku-buku agama, sehingga masyakat bisa mengambil manfa'at darinya, baik
ketika ia masih hidup atau sudah wafat.

- Anak yang shalih


Do'a anak atau cucu, baik laki-laki atau perempuan akan bermanfa'at
bagi orang tuanya. Begitu juga shadaqah atau haji yang diniatkan untuk
orang tua mereka. Bahkan do'anya teman baik anak-anak mereka juga akan
bermanfaat bagi orang tua mereka. Tidak jarang seseorang mendo'akan orang
yang telah berbuat baik kepadanya dengan mengatakan, "Semoga Allah
subhanahu wata'ala merahmati orang tua kalian dan mengampuni dosa-dosanya".


Di dalam hadits di atas juga terdapat anjuran untuk menikah agar
mendapatkan anak yang shalih dan juga terdapat larangan untuk membatasi
keturunan. Dalam hadits ini juga terdapat anjuran untuk mendidik anak agar
menjadi anak yang shalih, generasi yang shalih bagi bapaknya, mendoakan
mereka setelah kematian mereka.

Namun sungguh sangat disayangkan banyak sekali masyarakat yang
menye-pelekan masalah pendidikan anak ini. Mereka tidak perduli dengan
pendidikan agama, membiarkan anak-anaknya meninggalkan kewajiban dan melakukan
yang diharamkan agama, seperti meninggalkan shalat, mengumbar aurat,
dan syahwat atau yang lainnya yang menyebabkan rusaknya agama ini. Akan
tetapi jika anaknya merusak sedikit saja dari hartanya, maka dengan
serta merta mereka melakukan tindakan, dan memarahi anaknya.

Bertakwalah kalian wahai para orang tua kepada Allah subhanahu wata'ala
dalam mendidik anak, agar mereka menjadi simpanan berharga bagi
kalian, dan tidak menjadi penyebab kerugian dan penghalang yang bisa
membahayakan kalian. Ketahuilah sesungguhnya mendidik anak agar baik itu tidak
datang begitu saja, kita harus memberikan sebab-sebab dan sarana
pendukungnya dan bersabar, serta mengarahkan pada kebaikan dan menjauhkan
mereka dari kemungkaran.

Hadits ini juga menunjukkan atas disyari'atkannya seorang anak berdo'a
untuk orang tuanya, di samping do'a pribadi mereka, baik di dalam
shalat atau di luar shalat. Dan ini termasuk perbuatan baik kepada orang tua
yang akan tetap berlaku, meskipun orang tua mereka telah wafat. Semua
yang disebutkan ini merupakan kandungan dari ayat al-Qur'an, artinya,
"Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa
yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan".
(QS. Yasin :12)


Karena sesuatu yang mereka kerjakan itu artinya perbuatan yang mereka
lakukan langsung ketika mereka hidup di dunia, amal baik atau amal
buruk. Sedangkan bekas-bekas yang mereka tinggalkan artinya sesuatu yang
timbul sesudah kematian mereka akibat amal perbuatan mereka semasa hidup,
yang baik atau yang buruk. Ada tiga perkara (amalan) yang bekasnya akan
sampai kepada pelakunya, meskipun ia telah meningal dunia, yaitu:


1. Hal-hal yang dilakukan orang lain disebabkan ajakan dia atau arahan
dia sebelum kematiannya.
2. Hal-hal yang memberi manfa'at bagi orang lain, yang ia lakukan
sebelum kematiannya, seperti wakaf bangunan atau tanah.
3. Hal-hal yang dikerjakan oleh orang yang masih hidup dan dihadiahkan
kepada mayit, seperti do'a, shadaqah atau amal baik yang lainnya.


Ibnu Majah telah meriwayatkan sebuah hadits, yang artinya, "Orang
mu'min akan menemukan balasan beberapa amal baiknya setelah kema-tiannya, di
antaranya: Ilmu yang ia sebarkan, Anak shalih yang ia tinggal-kan,
Mushaf yang ia wariskan, masjid yang ia bangun, rumah yang ia bangun untuk
ibnu sabiil, Saluran irigasi yang ia buat, Shadaqah yang ia keluarkan
semasa hidupnya".


Bersungguh-sungguhlah kalian -semoga Allah subhanahu wata'alamerahmati
kalian - untuk melakukan sebab-sebab yang bermanfa'at, dan mendahulukan
amal-an-amalan yang bermanfa'at, yang pahalanya tetap mengalir setelah
kalian wafat. Allahsubhanahu wata'ala berfirman, artinya, "Harta dan
anak-anak adalah perhiasaan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang
kekal lagi shalih adalah lebih baik pahalanya di sisi Rabbmu serta lebih
baik untuk menjadi harapan". (QS. 18:46)

(Oleh : Ibnu Thayyib Maksudi)
Sumber: Dialihbahasakan dari buletin berbahasa arab, Dr. Solih bin
Fauzan al-Fauzan, Riyadh, Saudi Arabia).

sumber :http://www.alsofwah.or.id/?pilih=lihatannur&id=470


03 March, 2008

Etika Pergaulan Menurut Islam

"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (QS. Al-Hujurat [49] : 13).

Pergaulan adalah salah satu cara seseorang untuk bersosialisasi dengan lingkungannya. Bergaul dengan orang lain menjadi satu kebutuhan yang sangat mendasar, bahkan bisa dikatakan wajib bagi setiap manusia yang 'masih hidup' di dunia ini. Sungguh menjadi sesuatu yang aneh atau bahkan sangat langka, jika ada orang yang mampu hidup sendiri. Karena memang begitulah fitrah manusia. Manusia membutuhkan kehadiran orang lain dalam kehidupannnya.

Tidak ada makhluk yang sama seratus persen di dunia ini. Semuanya diciptakan Allah berbeda-beda. Meski, ada persamaan, tapi tetap semuanya berbeda. Begitu pula halnya dengan manusia. Lima milyar lebih manusia di dunia ini memiliki ciri, sifat, karakter, dan bentuk khas. Karena perbedaan itulah, maka sangat wajar ketika nantinya dalam bergaul sesama manusia akan terjadi banyak perbedaan sifat, karakter, maupun tingkah laku. Allah menciptakan kita dengan segala perbedaannya sebagai wujud keagungan dan kekuasaanNya.

Maka dari itu, janganlah perbedaan menjadi penghalang kita untuk bergaul atau bersosialisasi dengan lingkungan sekitar kita. Anggaplah itu merupakan hal yang wajar, sehingga kita dapat menyikapi perbedaan tersebut dengan sikap yang wajar dan adil. Karena bisa jadi, sesuatu yang tadinya kecil, tetapi karena salah menyikapi, akan menjadi hal yang besar. Itulah perbedaan. Tak ada yang dapat membedakan kita dengan orang lain, kecuali karena ketakwaannya kepada Allah SWT (QS. Al-Hujurat [49] : 13).

Perbedaan bangsa, suku, bahasa, adat, dan kebiasaan menjadi satu paket ketika Allah menciptakan manusia, sehingga manusia dapat saling mengenal satu sama lainnya. Sekali lagi, tak ada yang dapat membedakan kecuali ketakwaannya.

Untuk itu, ada beberapa hal yang perlu kita tumbuhkembangkan agar pergaulan kita dengan sesama muslim menjadi sesuatu yang indah sehingga mewujudkan ukhuwah Islamiyah. Tiga kunci untuk mewujudkannya yaitu ta'aruf, tafahum, dan ta'awun. Inilah tiga kunci utama yang harus kita lakukan dalam pergaulan.



***


Ta'aruf

Apa jadinya ketika seseorang tidak mengenal orang lain? Mungkinkah mereka akan saling menyapa? Mungkinkah mereka akan saling menolong, membantu, atau memperhatikan? Atau, mungkinkah ukhuwah Islamiyah akan dapat terwujud?

Begitulah, ternyata ta'aruf atau saling mengenal menjadi sesuatu yang wajib ketika kita akan melangkah keluar untuk bersosialisasi dengan orang lain. Denga ta'aruf, kita dapat membedakan sifat, kesukuan, agama, kegemaran, karakter, dan semua ciri khas pada diri seseorang.

Tak berlebihan, jika kemudian ada yang mengatakan, "Tak kenal maka tak sayang." Bagaimana kita akan menyayangi orang lain, jika kita tidak mengetahui orang itu. Oleh Karena itu, jika tak kenal maka ta'aruf. Jika kita belum mengenal, maka berkenalanlah.


***


Tafahum

Memahami, merupakan langkah kedua yang harus kita lakukan ketika kita bergaul dengan orang lingkungan. Setelah kita mengenal seseorang, pastikan kita tahu juga semua yang ia sukai dan yang ia benci. Inilah bagian terpenting dalam pergaulan. Dengan memahami, kita dapat memilah dan memilih siapa yang yang harus menjadi teman bergaul kita dan siapa yang harus kita jauhi, karena mungkin sifatnya yang jahat. Sebab, agama kita akan sangat ditentukan oleh agama teman dekat kita. Masih ingat, "Bergaul dengan orang shalih itu ibarat bergaul dengan penjual minyak wangi, yang selalu memberi aroma yang harum setiap kita bersama dengannya. Sedangkan bergaul dengan yang jahat ibarat bergaul dengan tukang pandai besi yang akan memberikan bau asap besi ketika kita bersamanya."

Tak dapat dipungkiri, ketika kita bergaul bersama dengan orang-orang shalih, akan banyak sedikit membawa kita menuju kepada keshalihan. Dan begitu juga sebaliknya, ketika kita bergaul dengan orang yang akhlaknya buruk, pasti akan membawa kepada keburukan perilaku (akhlakul majmumah).


***


Ta'awun

Setelah mengenal dan memahami, rasanya ada yang kurang jika belum tumbuh sikap ta'awun (saling menolong). Karena inilah sesungguhnya yang akan menumbuhkan rasa cinta pada diri seseorang kepada kita. Bahkan Islam sangat menganjurkan kepada umatnya untuk saling menolong dalam kebaikan dan takwa. Rasulullah SAW telah mengatakan bahwa bukan termasuk umatnya orang yang tidak peduli dengan urusan umat Islam yang lain.


***


Ta'aruf, tafahum, dan ta'awun telah menjadi bagian penting yang harus kita lakukan. Tapi, semua itu tidak akan ada artinya jika dasarnya bukan ikhlas karena Allah. Ikhlas harus menjadi sesuatu yang utama, termasuk ketika kita mengenal, memahami, dan saling menolong. Selain itu, tumbuhkan rasa cinta dan benci karena Allah. Karena cinta dan benci karena Allah akan mendatangkan keridhaan Allah dan seluruh makhlukNya. Wallahu a'lam bishshawab. [Swadaya-022008]

penulis : Taufik Ismail, Lc.

sumber : http://kotasantri. com/mimbar. php?aksi= Detail&sid=498