22 June, 2007

MENGHINA DAN MELECEHKAN ULAMA

Di antara gejala yang sangat berbahaya dan serius sekali yang merebak
di tengah sebagian masyarakat Muslim dan hal ini memiliki dampak negatif
yang amat fatal bahkan dapat menghancurkan sendi-sendi masyarakat
Muslim tersebut adalah tindakan memfitnah dan mencemarkan nama baik ulama
serta menuduh mereka dengan tuduhan-tuduhan keji dan dusta. Ini adalah
masalah serius dan penting untuk dibahas.

Haram Mencemarkan Nama Baik Para Ulama

Mencemarkan nama baik ulama, menuduh, memfitnah dan menyebarkan aib
mereka merupakan perbuatan yang tidak diperbolehkan bahkan sangat
diharamkan.! Seorang Mukmin tidak boleh 'memakan daging' saudaranya sendiri
apalagi daging para ulama, tentu sangat diharamkan.! Imam Ibn 'Asakir
rahimahullah berkata, "Ketahuilah wahai saudaraku -semoga Allah subhanahu
wata'ala merahmatimu dan kita semua- bahwa daging para ulama itu
beracun. Kita sudah mengetahui betapa Sunnatullah dalam membuka aib orang-
orang yang melecehkan mereka.! Siapa saja yang melepaskan lisannya dengan
berbagai cacian dan makian terhadap para ulama, maka sebelum mati,
Allah subhanahu wata'ala akan menimpa kan cobaan baginya berupa hati yang
mati. Oleh karena itu, sama sekali tidak boleh mencemarkan nama baik
para ulama dan memfitnah mereka, selama-lamanya.!"

Klasifikasi Para Pencemar Nama Baik Ulama dan Tujuan Mereka

Orang-orang yang suka mencemarkan nama baik para ulama dan memfitnah
mereka ada beberapa klasifikasi, di antara nya:

1). Mereka yang sudah menghalalkan larangan agama dan para pengikut
mereka.

Mereka sudah terbiasa mencemarkan nama baik dan memfitnah para ulama
dengan tujuan merendahkan martabat dan melemah kan citra mereka di hati
manusia, menghina mereka untuk mengurangi kepercayaan manusia terhadap
mereka. Untuk selanjutnya menjadi jalan bagi mereka untuk mencemar kan
syariat dan melecehkan kedudukan agama di hati manusia. Jalan itu berupa
tindakan mencemarkan nama baik para pengemban syariat yang tidak lain
adalah para ulama dan da'i. Inilah golongan paling busuk dan keji karena
tujuan mereka demikian jahat dan niat mereka begitu kotor.!

2). Sebagian orang yang menisbatkan diri kepada Dakwah Islam.

Mereka adalah oknum-oknum yang aktif di berbagai kelompok. Sebagian
mereka bisa jadi melakukan hal itu karena kejahilan, mengikuti hawa nafsu
dan alasan semisalnya. Mereka menuduh para ulama dengan berbagai
tuduhan seperti ulama yang jahil, sembrono, pengecut, ulama pemerintah, ulama
haidh dan nifas, ulama yang tidak mengerti realitas, ulama agen, dan
tuduhan-tuduhan lainnya.!?

3). Sebagian ulama.

Ini merupakan hal yang amat disayang kan, namun realitasnya demikian.
Sebagian ulama, bila hidup dalam satu periode, apalagi spesialisasi
mereka sama, maka sifat iri hati sering merasuki hati mereka. Dari situlah,
terjadi pencemaran nama baik dan pelecehan yang dilakukan sebagian
mereka terhadap sebagian yang lain. Ulama yang ini mengatakan begini
terhadap ulama yang itu dan sebaliknya padahal tindakan ini tidak dibolehkan
dan tidak pantas.! Sama sekali tidak selayaknya sikap seperti ini
timbul dari orang-orang yang menisbatkan diri sebagai penuntut ilmu.!?

Beberapa Contoh Bentuk Pencemaran Nama Baik

Di antara gambaran dan bentuk pencemaran nama baik terhadap para ulama
adalah:

a). Menuduh Ulama Berilmu Dangkal dan Tidak Mengerti Realitas.

Terkadang mereka sering dijuluki sebagai ulama 'haidh dan nifas' saja.
Ulama yang tidak paham realitas dan bahaya yang mengancam, dan
sebagainya. Ini tuduhan yang sering dilontarkan kebanyakan orang; sebagian
mereka melontarkannya karena niat semula yang buruk, sebagian lagi karena
niat baik tetapi sangat jahil. Tuduhan semacam ini tidak benar, sebab
kadang dalam memberi kan suatu fatwa, para ulama memiliki sudut pandang
dan pertimbangan tertentu yang bisa jadi tidak dapat dicerna oleh
orang-orang selain mereka yang bukan ulama. Atau ada pertimbangan Mashlahat
dan Mafsadah (keburukan) sesuai dengan tuntutan kaidah-kaidah syariat.
Sisi-sisi seperti inilah yang sering menjadi sasaran tuduhan sebagian
orang jahil.

b). Menuduh Sebagian Ulama Bermuka Dua dan Munafik.

Terutama bila mereka ada hubungan dengan lembaga resmi atau pemerintah.
Karena hubungan inilah mereka sering dituduh bermuka dua, mendukung
kekuasaan, munafik, menjual agama dengan dunia, ambisius terhadap jabatan
dan uang, dan berbagai tuduhan keji lainnya.

c). Menuduh Sebagian Ulama Hanya Tahu Kulit Luar Saja.

Yakni mengatakan bahwa mereka tidak memiliki ilmu hakikat dan batin.
Mereka hanya ulama zhahir, yang hanya mengerti nash-nash yang zhahir
saja. Tuduhan seperti ini sering dilontarkan oleh kalangan Sufi, Ahli
kebatinan dan semisal mereka.

Dampak Negatif Gejala Pencemaran Nama Baik Para Ulama.

Seperti yang telah kita singgung di atas, mencemarkan nama baik para
ulama merupakan perkara yang diharamkan dan gejala yang buruk sekali. Di
samping itu, juga memiliki dampak-dampak negatif, di antaranya:

a). Hilangnya Kepercayaan terhadap Para Ulama.

Ini merupakan akibat yang buruk dan jenjang awal dari jenjang-jenjang
kesesatan, sebab bila man
usia kehilangan kepercayaan kepada para ulama yang tidak lain adalah
para pewaris kenabian dan pengemban syariat, maka pasti mereka tidak akan
pernah menerima ucapan atau fatwa mereka lagi. Bahkan bisa berkembang
dengan mengambil fatwa dari tokoh-tokoh jahil tanpa ilmu atau
masing-masing mengklaim diri independen dan berpaling dari para ulama. Ini
merupakan faktor paling penting terjadinya kesesatan dan penyimpangan.! Hal
ini juga dapat berkembang kepada hilangnya kesempatan para ulama untuk
menjadi pioner di tengah umat.!

b). Menebarkan Permusuhan dan Kebencian di Tengah Masyarakat.

Siapa saja yang membicarakan salah seorang ulama dan mencemarkan nama
baiknya, maka berarti ia telah menuai permusuhan dari ulama tersebut dan
para pengikutnya. Hal ini selanjutnya tentu akan membelah masyarakat
Muslim menjadi beberapa kelompok, sekte dan golongan yang saling
berseteru, yang diliputi rasa permusuhan dan kebencian serta saling melecehkan.
Ini semua otomatis akan melemahkan tatanan masyarakat Muslim.!

c). Memporak-porandakan Kerja Keras Para Ulama.

Hal ini terkadang mendorong salah seorang dari mereka untuk menyanggah
orang yang mencemarkan nama baiknya melalui buku atau semisalnya.
Dengan demikian, menjadi terbuang dan sia-sialah waktunya. Padahal
seharusnya adalah lebih berguna bila seorang ulama memanfaatkan waktunya untuk
belajar, mengajar dan memberikan hal yang bermanfaat bagi umat.

d). Keberanian Orang-Orang Bodoh dan Berjiwa Kerdil terhadap Para
Ulama.

Bila di tengah masyarakat marak tindakan mencemarkan nama baik salah
seorang ulama, baik yang dipelopori ulama lainnya atau penuntut ilmu
(pemula), kaum islamis bahkan kalangan sekuler, maka hal itu menjadi sebab
keberanian kalangan awam dan orang-orang bodoh untuk melecehkan dan
menghinakannya. Ini merupakan hal yang amat berbahaya sebab dapat
menjerumuskan mereka kepada pelecehan dan pencemaran terhadap syariat secara
keseluruhan setelah itu.

e). Berpalingnya Manusia dari Agama.

Hal ini terjadi karena bila kalangan awam dan orang-orang bodoh
kehilangan kepercayaan kepada para ulama, maka terkadang mereka berpaling dari
syariat secara total dan meremehkannya. Hal ini menjadi sebab mereka
menghalalkan ajaran syariat secara keseluruhan. Ini tentunya kerusakan
yang hanya Allah subhanahu wata'ala Yang Maha Mengetahuinya.!

Solusi

Di antara kewajiban kita adalah komitmen untuk mengatasi gejala
berbahaya ini dan mengakhirinya. Di antara solusi atas gejala buruk ini
adalah:

1). Mengenal kedudukan para ulama bahwa mereka adalah pioner-pioner
umat ini dan lentera-lentera petunjuk. Menyadari bahwa keshalihan umat ini
tergantung kepada keshalihan mereka. Demikian pula sebaliknya dan bahwa
mereka adalah orang yang paling berhak untuk dihargai, dihormati dan
dimuliakan.!

2). Mengetahui betapa besar dosa dan keharaman mencemarkan nama baik
para ulama dan melecehkan mereka. Karena membicarakan, merendahkan dan
meleceh kan mereka sangat diharamkan.

3). Mensosialisasikan rasa penghormatan dan penghargaan terhadap para
ulama di tengah anggota masyarakat, mempublikasi kan keutamaan mereka
dan mengingatkan manusia akan wajibnya menghormati dan mengetahui hak
mereka.

4). Merahasiakan aib para ulama dan tidak menyebarluaskannya di tengah
manusia, sebab menutup aib seorang Muslim adalah wajib. Sedangkan para
ulama adalah orang yang paling berhak untuk itu.

5). Mengetahui dampak-dampak berbahaya dan serius dari tindakan
mencemarkan nama baik ulama.

6). Mendo'akan para ulama agar mereka diberi taufik oleh Allah
subhanahu wata'ala dalam berbicara dan beramal, menghindarkan mereka dari
kesalahan dan kekeliruan serta menutup aib mereka sebab do'a merupakan salah
satu sebab terbesar dari diraihnya taufik Allah subhanahu wata'ala.

7). Memberikan nasehat kepada para ulama sebab agama adalah nasehat
sebagaimana dalam hadits yang shahih.

8). Menolerir alasan-alasan mereka bila keliru dalam suatu perkara
sebab mereka adalah manusia biasa dan tidak ma'shum. Setiap manusia pasti
berbuat salah, andaikata kita menolerir alasan-alasan mereka tersebut,
tentu tidak akan ada yang mencemarkan dan melecehkan mereka.!

9). Berprasangka baik terhadap mereka sebab mereka adalah orang-orang
yang pa ling mengerti mengenai masalah syariat, Kitabullah dan sunnah
Nabi-Nya. Karena itu, wajib berprasangka baik terhadap mereka, berikut
perkataan serta perbuatan yang bersumber dari mereka. [Hafied M Chofie]

Sumber: ath-Tha'nu Fi al-'Ulama' Wa Tanaqqushuhum, Syaikh Muhammad
Abdurrahman al-Khumais

sumber :
http://www.alsofwah.or.id/?pilih=lihatannur&id=432

11 June, 2007

BERHADAPAN DENGAN WAHYU WASPADAILAH AKAL

Akal merupakan makhluk ciptaan Allah subhanahu wata'ala sedangkan wahyu adalah Kalam Rabb semesta alam, yang tidak dapat tersentuh oleh tangan batil, baik dari depan mau pun dari belakang.

Di antara kebenaran yang sudah diterima apa adanya (aksiomatik) dan tidak diperdebatkan lagi di kalangan ulama as-Salaf ash-Shalih adalah selarasnya antara akal dan naql (nash). Pertentangan antara akal dan nash hanya terjadi dan dibuat oleh orang-orang yang memiliki akal yang sakit, yang dilanda oleh hawa nafsu dan dipermain kan oleh berbagai bid'ah.!

Sebagian orang ada yang menghina kan akal lantaran dia memang tidak berakal. Akal adalah tempat bergantungnya taklif (pembebanan syari'at). Akal adalah permata berharga yang dengannya Allah subhanahu wata'alaƒnmembedakan manusia dengan seluruh makhluk lainnya. Beberapa ayat dalam Kitabullah mengarahkan perhatian para hamba agar memberdayakan akal dalam hal yang memang menjadi tabiat asalnya. Allah subhanahu wata'ala berfirman, artinya, "Tidakkah kamu berfikir." (QS.al-Baqarah:44). Kalimat seperti ini disinggung dalam al-Qur'an sebanyak 13 kali, seperti firman-Nya, artinya, "Apakah kamu tidak memperhatikan" (QS.al-Qashash:72), "Maka apakah mereka tidak memperhatikan al-Qur'an,"(QS.an-Nisa':82) dan seterusnya.
Sikap Berlebihan Terhadap Akal

Akan tetapi ada segolongan orang yang berlebihan dalam memperlakukan akal dengan menyanjungnya hingga sampai ke tingkatan yang lebih tinggi dari syari'at. Golongan seperti ini telah membenturkan wahyu Allah subhanahu wata'ala yang suci dengan akal yang serba terbatas, yang selalu digerogoti oleh hawa nafsu, ilusi, kegilaan, penyakit, kedunguan dan lainnya.

Di samping itu, kondisi terbaik akal adalah manakala ia dapat memberikan putusan melalui indera dan semisalnya. Sedangkan wahyu, merupakan sumber yang ma'shum, tidak tersentuh oleh tangan batil, baik dari depan mau pun dari belakang.

Contoh Keterbatasan Akal

Untuk mengetahui betapa akal manusia memiliki keterbatasan sekali pun pemiliknya adalah orang-orang pilihan sehingga kita yakin bahwa misi akal adalah tunduk dan patuh terhadap syari'at, bukan menentang dan menolaknya, berikut sebuah contoh: seperti terdapat dalam kitab ash-Shahih berkenaan dengan Ghazwah Hudaibiyyah, disebutkan bahwa Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ،anhu pernah mendebat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkenaan dengan perjanjian Hudaibiyyah. Ketika itu, ia berkata, "Wahai Rasulullah, bukankah kita berada di atas kebenaran sementara mereka berada di atas kebatilan.? Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab, "Benar." Lalu Umar melanjutkan, "Bukankah korban terbunuh di pihak kita akan masuk surga sedangkan korban mereka masuk neraka.?" Beliau menjawab, "Benar." Ia berkata lagi, "Kalau begitu, untuk apa kita memberikan kehinaan bagi agama kita?! Apakah kita harus pulang dengan tanpa mendapatkan putusan dari Allah subhanahu wata'ala antara kita dan mereka.?" Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab, "Wahai Ibn al-Khaththab! Sesungguhnya aku adalah Rasulullah. Allah sama sekali tidak akan pernah menyia-nyiakanku." Setelah itu, pergilah Umar radhiyallahu 'anhu menemui Abu Bakar radhiyallahu ،anhu seraya mengatakan kepadanya seperti apa yang dikatakannya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam Maka Abu Bakar radhiyallahu 'anhu menjawab, "Sesungguhnya beliau adalah Rasulullah. Allah subhanahu wata'ala sama sekali tidak akan pernah menyia-nyiakannya.!" Maka turunlah surat al-Fath, lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam membacakannya ke hadapan Umar hingga akhir surat. Lantas berkatalah Umar, "Wahai Rasulullah, Apakah itu artinya Fath (Penaklukan).?" Beliau menjawab, "Ya." (HR.al-Bukhari)

Ghazwah (peperangan) ini merupa kan pelajaran berharga bagi para shahabat, sekaligus mengingatkan mereka dan generasi setelah mereka kelak agar tidak berpegang kepada pendapat yang bersumber dari akal semata. Oleh karena itu, Umar radhiyallahu 'anhu pernah berkata, "Wahai manusia! Waspadailah pendapat kamu atas agama ini. Sungguh aku telah melihat diriku menolak perintah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dengan pendapatku dalam rangka berijtihad. Demi Allah, aku tidak pernah mendapatkan kebenaran. Ketika itu adalah hari di mana terjadi perang Abu Jandal." (al-Mu'jam al-Kabir, I:26)

Kerusakan Alam Akibat Mendahulukan Akal Atas Wahyu

Al-'Allamah, Ibn al-Qayyim rahimahullah berkata, "Setiap orang yang memiliki sedikit lentera pada akalnya pastilah mengetahui bahwa kerusakan dan kehancuran yang terjadi di alam ini semata bersumber dari sikap mendahu lukan pendapat atas wahyu dan hawa nafsu atas akal. Bilamana kedua akar perusak ini menguasai hati, maka ia akan memastikan kebinasaan nya. Bila berjangkit pada umat, maka pasti urusan mereka akan rusak sejadi-jadinya; betapa sering kalimat La Ilaha Illallah dinafikan kebenarannya karena pendapat-pendapat ini, betapa sering pula dengannya ditetapkan kebatilan, petunjuk dimatikan, kesesatan dihidupkan! Betapa sering pula, karenanya benteng iman dirobohkan, agama syaithan disemarakkan.! Kebanyakan para penghuni neraka Jahim adalah para pemilik pendapat-pendapat ini, yang tidak memiliki pendengaran atau pun akal. Bahkan mereka lebih buruk dari keledai. Mereka itulah yang kelak di hari Kiamat berkata, sebagaimana firman Allah subhanahu wata'ala, artinya, ،Dan mereka berkata, ،Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala.' (QS. al-Mulk:10)" (I'lam al-Muwaqqi'in, I:68)

Bila ingin mengetahui seberapa besar ukuran akal, mari renungkan kejadian dan kisah dalam surat al-Kahf. Di sana, kita dapati bahwa penilaian akal murni terhadap tindakan al-Khidhir 'alaihissalam melubangi kapal adalah buruk semata, membunuh bocah yang bermain bersama teman-teman seusianya adalah buruk semata, membangun tembok untuk orang-orang yang mencelanya sejadi-jadinya adalah buruk semata. Inilah putusan akal manusia. Maka tatkala, datang berita dari wahyu, keburukan yang menurut praduga itu ternyata berbalik menjadi kebaikan dan kelaikan.

Ibn Abi Hatim mengeluarkan dari jalur Muhammad bin Ka'b al-Qurazhi, ia berkata, "Umar bin al-Khaththab radhiyallahu 'anhu berkata, -Sementara Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menceritakan kepada mereka kisah ini hingga selesai- "Semoga Allah merahmati Musa. Kami ingin andaikata ia (Musa) mau bersabar hingga dapat menyelesaikan kisah mereka berdua kepada kita." (Ad-Durr al-Mantsur, V: 428). Ibn Abi Syaibah, Abu Daud, at-Tirmdizi, an-Nasa'i dan al-Hakim (beliau menshahihkannya), serta Ibn Mardawaih mengeluarkan, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah bersabda, "Semoga rahmat Allah dilimpahkan kepada kita dan Musa 'alaihissalam -beliau memulai dengan dirinya-. Andaikata ia mau bersabar, pastilah telah menceritakan kepada kita mengenai kabarnya itu akan tetapi ia malah mengatakan (sebagaimana firman Allah subhanahu wata'ala melalui lisan Musa 'alaihissalam), artinya, ،(Musa berkata), 'Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, maka janganlah kamu memperboleh kan aku menyertai mu.،¨ (QS. al-Kahfi: 76).

Mengenai kisah ini, Ibn al-Atsir rahimahullah menghimpun sejumlah riwayat dari para ulama mengenai kisah al-Khidhir 'alaihissalam bersama Musa 'alaihissalam. (Jami' al-Ushul, II: 220-230)

Benar, akal amatlah terbatas akan tetapi bila ia ditugaskan kepada bidang yang sesuai dengan kemampuan (tugas) dan tujuan ia diciptakan, maka pastilah ia menjadi sesuatu yang paling berharga yang dimiliki manusia. Dan bila ia melampaui batasan-batasan yang telah digariskan oleh Allah subhanahu wata'ala, maka ia bisa menjadi azab bagi pemiliknya dan bencana yang dapat menyeret kepada keburukan dan malapetaka. Orang yang bahagia adalah orang yang tunduk kepada wahyu Rabbnya dan tidak bersikap terhadap Penciptanya dengan sikap orang yang mencari kesalahan atau ingin menghukumi. Sebab itu adalah ciri orang-orang kafir dan para pembangkang, Na'udzu billahi min dzalik. [Abu Hafshoh]

SUMBER: Masa'il Hammah Fi Tauhid al-'Ibadah karya Muhammad bin Sa'id bin Salim al-Qahthani)
http://www.alsofwah.or.id/?pilih=lihatannur&id=430

05 June, 2007

SEBAB SEBAB KEHANCURAN UMAT

Pembaca yang budiman! Lembaran kita kali ini akan membicarakan tentang
sebab sebab mengapa Allah subhanahu wata'ala menghancurkan penduduk
sebuah negeri dan bahkan sebuah umat. Mengapa mereka dihancurkan? Apakah
Allah subhanahu wata'ala berbuat zhalim kepada mereka? Tidak sama
sekali, bahkan itulah balasan kezhaliman yang mereka lakukan. Allah subhanahu
wata'ala befirman, artinya,
"Dan kami tidaklah menganiaya mereka, tetapi merekalah yang menganiaya
diri mereka sendiri." (QS. Huud:101)
Berikut ini di antara sebab-sebab mengapa sebuah negeri atau umat di
hancurkan. Jika di suatu tempat telah tampak sebab-sebab ini maka artinya
mereka sedang menunggu kebinasaan dan kehancuran dari Allah subhanahu
wata'ala

1. Kezhaliman

Kezhaliman merupakan sebab paling dominan mengapa Allah subhanahu
wata'ala menghancurkan sebuah negeri. Allah subhanahu wata'ala berfirman,
artinya,
"Dan begitulah azab Rabbmu, apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri
yang berbuat zalim. Sesungguhnya azab-Nya itu adalah sangat pedih lagi
keras." (QS Huud:102)

Amat banyak kezhaliman yang terjadi di suatu negeri atau kampung,
kezhaliman kepada Allah subhanahu wata'ala, kezhaliman terhadap sesama
manusia antara satu dengan yang lainnya. Berapa banyak kezhaliman yang
terjadi di suatu negara, baik terhadap orang-orang kecil, para pegawai,
buruh dan warga negara yang mereka semua tidak mampu untuk mendapatkan
sebagian hak-haknya, apa lagi keseluruhan haknya. Dan di antara kezaliman
yang sangat besar adalah kezhaliman terhadap orang-orang mukmin,
muwahidin, kepada para da'i yang menyeru ke jalan Allah, kepada para wali
Allah. Allah subhanahu wata'ala berfirman, artinya,
"Dan (penduduk) negeri itu telah Kami binasakan ketika mereka berbuat
zalim, dan telah Kami tetapkan waktu tertentu bagi kebinasaan mereka."
(QS. al-Kahfi: 59)

2. Kemegahan Hidup Dan Nikmat Yang Melimpah

Di masa ini kita melihat banyak orang berpakaian mewah, tinggal di
istana-istana dan gedung megah, naik kendaraan mewah, dengan perabotan
rumah yang serba lux yang hampir-hampir tidak bisa dinalar. Padahal berapa
banyak kemewahan yang menyeret manusia ke dalam dosa, maksiat dan
kefasikan. Sampai-sampai orang menjadi lupa kepada agama Allah subhanahu
wata'ala dan perintah-Nya, hanya lantaran tinggal di rumah mewah, naik
kendaraan mewah. Tidak senang dan tidak mau menerima nasihat jika ada
orang lain yang beramar ma'ruf nahi munkar.

Allah subhanahu wata'ala berfirman, artinya,
"Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan
kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (untuk mentaati
Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah
sepantasnya berlaku terhadap nya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami
hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya." (QS. Al Israa': 17)

3. Kufur Nikmat

Sebagian orang ada yang jika diberikan nikmat oleh Allah subhanahu
wata'ala maka dia tidak mau bersyukur, Allah subhanahu wata'ala memberi
nikmat namun dia melupakan hak-hak Allah subhanahu wata'ala yang ada dalam
nikmat tersebut. Allah subhanahu wata'ala berfirman, artinya, "Dan
Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya
aman lagi tenteram, rezkinya datang kepadanya melimpah ruah dari
segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena
itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan,
disebabkan apa yang selalu mereka perbuat." (QS. An-Nahl:112)

Kelaparan dan ketakutan adalah dua hal yang selalu berdampingan,
manusia jika kufur nikmat lalu Allah subhanahu wata'ala menimpakan kepada
mereka kelaparan dan mereka tidak mau kembali kepada Allah subhanahu
wata'ala maka Dia akan menimpakan ketakutan. Demikian juga jika mereka sudah
ditimpa ketakutan, hilangnya rasa aman dan ketenangan namun tetap tidak
mau kembali kepada Allah subhanahu wata'ala maka Dia timpakan kepada
mereka kelaparan.

4. Banyak Orang Munafik

Salah satu sebab hancurnya umat adalah karena banyaknya orang munafik
yang memegang urusan kaum muslimin. Orang munafik adalah orang yang
menampak kan Islam namun memendam kekufuran, memerangi wali-wali Allah,
para da'i di jalan Allah, para ulama dan orang-orang yang istiqamah
menjalankan agama. Allah subhanahu wata'ala berfirman, artinya,
"Dan bila dikatakan kepada mereka, "Janganlah kamu membuat kerusakan di
muka bumi". Mereka menjawab, "Sesungguh nya kami orang-orang yang
mengadakan perbaikan". (QS. Al-Baqarah:11)

Mereka mengaku sedang melakukan perbaikan, sebagian dari mereka berkata
sebagaimana yang dikatakan Fir'aun kepada pengikutnya, dalam firman
Allah, artinya, "Biarkanlah aku membunuh Musa dan hendaklah ia memohon
kepada Rabbnya, karena sesungguhnya aku khawatir ia akan menukar
agama-agamamu atau menimbul kan kerusakan di muka bumi". (QS Ghafir:26)

5. Berwala' (Setia) Kepada Kaum Kufar

Memberikan wala' (loyalitas) kepada orang kafir dan tidak bersikap
setia kepada orang mukmin masih banyak terjadi di masyarakat. Mereka setia
kepada musuh-musuh Allah dan bangga dapat membantu serta menolong
mereka. Allah subhanahu wata'ala berfirman,
Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka pelindung bagi sebagian
yang lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang
telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka
bumi dan kerusakan yang besar." (QS. Al-Anfal: 173)

Maksudnya jika orang mukmin tidak berwala' dengan orang mukmin, tidak
berwala dengan penyeru penyeru kebaikan, tidak berwala' dengan ahli ilmu
dan ahli takwa, maka itu akan menyebabkan fitnah di muka bumi dan
kerusakan yang besar.

6. Meninggalkan Amar Ma'ruf Dan Nahi Munkar

Sesungguhnya di antara sebab hancur nya umat adalah karena meninggalkan
amar ma'ruf nahi munkar. Allah subhanahu wata'ala telah berfirman,
artinya,
"Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa
orang-orang yang zhalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah
amat keras siksaan-Nya." (al-Anfal 25)

Hal ini sebagaimana digambarkan dalam hadits tentang safinah (perahu),
yakni jika ada seseorang yang ingin mengambil air dengan cara melobangi
perahu, lalu penumpang yang lain tidak mencegahnya, maka seluruh
penumpang perahu akan tenggelam semua, bukan hanya orang yang melobangi
perahu. Memang terkadang banyak alasan untuk meninggalkan amar ma'ruf nahi
munkar. Misalnya, "nanti saya tidak punya penghasilan, saya khawatir
keluarga dan rumah, saya malu untuk berbicara, ini urusan ulul amri
(penguasa), ini dan itu."

7. Menyebarnya Riba

Jika riba sudah merajalela di suatu negeri maka ketahuilah -wahai
sekalian hamba Allah- itu hanya tinggal menunggu peperangan dari Allah
subhanahu wata'ala. Adzab dari Allah subhanahu wata'ala mungkin berupa
krisis, kelaparan , hutang, dikuasai musuh, bencana dan lain-lain. Allah
subhanahu wata'ala berfirman, artinya,
"Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan
sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.
Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah
bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangi mu." (QS. al-Baqarah:278-279)

8. Penghacuran Masjid

Di antara sebab hancurnya sebuah negeri adalah jika masjid-masjid
dirobohkan. Merobohkan masjid sebagaimana dikatakan Imam asy-Syaukani ada
dua macam:

1. Takhribul hissi , yakni merobohkan masjid secara fisik.

2. Takhribul ma'nawi, yakni menelantarkan dari tujuan dibangunnya
masjid, tidak ada kajian, ta'lim, muhadharah, digembok setiap saat, orang
dilarang masuk dan lain-lain. Allah subhanahu wata'ala berfirman,
artinya,
"Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalang-halangi
menyebut nama Allah dalam masjid-masjid-Nya, dan berusaha untuk
merobohkannya? Mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (masjid Allah),
kecuali dengan rasa takut (kepada Allah)." (QS. al-Baqarah: 114)

9. Meninggalkan Jihad

Bagaimana tidak, sebab meninggalkan jihad fi sabilillah artinya
membiarkan kerusakan di muka bumi tanpa mau mencegahnya, tidak mau menolong
agama Allah subhanahu wata'ala dan al-Haq. Maka jelas sekali jika tidak
ada jihad, kerusakan dan keburukan akan terus bercokol. Lihatlah
bagaimana akibat meninggalkan jihad, sebagaimana dalam sabda Nabi shallallahu
'alaihi wasallam, "Jika kalian asyik berjual beli dengan 'inah (satu
jenis riba), mengikuti ekor-ekor sapi (bertani dan beternak) lalu
meninggalkan jihad fi sabilillah maka Allah akan menguasakan kepadamu kehinaan
yang tidak akan dicabut sampai kalian kembali kepada agama kalian."
(HR. Abu Dawud)

10. Menyebarnya Kekejian

Bentuk-bentuk perbuatan keji amatlah banyak, di antara yang disebutkan
dalam hadits adalah khabats (perzinaan), dan ini yang sangat
mengkhawatirkan, juga minuman keras, alat-alat musik dan kemungkaran-kemungkaran
lainnya. Dalam sebuah hadits Nabi shallallahu 'alaihi wasallam telah
meyebutkan beberapa kemungkaran beserta akibatnya, di antaranya adalah:

1. Tidaklah tersebar perzianaan kecuali Allah akan menurunkan tha'un
dan penyakit aneh yang tidak pernah ada di masa lalu.

2. Tidaklah manusia mengurangi timbangan dan takaran (termasuk riba,
menipu dalam jual beli dll) kecuali Allah akan menimpakan paceklik
(kelaparan) kekurangan makanan pokok dan penguasa yang buruk (zhalim).

3. Tidaklan manusia menahan zakatnya kecuali Allah akan menahan
turunnya air hujan dari langit, kalau bukan karena binatang ternak maka Allah
tidak akan menurunkannya.

4. Tidaklah mereka merusak janji dengan Allah dan Rasul kecuali Allah
akan menguasakan mereka kepada musuh. (Kholif Abu Ahmad)

Sumber: Naskah Khutbah Jum'at "Asbab Hilak al-Umam", Syaikh Nabil
al-'Awadh

sumber :
http://www.alsofwah.or.id/index.php?pilih=lihatannur&id=431